KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
(Kurikulum di dalam Alkitab dan Alkitab di dalam Kurikulum, Teori Kurikulum PAK, dan Umum)
Mohon Tidak dikopi paste oleh siapapun dan dijadikan sebagai bahan ajar tanpa izin pemilik yaitu Dr. Yonas Muanley, M.Th.
Pendahuluan
Para pembaca mungkin kaget atau mengajukan keberatan dengan sebutan penulis tentang topic: Kurikulum dalam Alkitab/konsep kurikulum dalam Alkitab”. Pertanyaan yang muncul yakni, apakah Alkitab mengenal kata kurikulum? Atau apakah di dalam Alkitab ada kata kurikulum? Jawabannya jelas, kata kurikulum tidak ada dalam Alkitab, sama halnya kata Trinitas. Lalu apa yang ada dalam Alkitab sehubungan dengan kata kurikulum sehingga mau dibicarakan secara Alkitabiah?. Jawaban atas pertanyaan itu sengaja penulis biarkan tidak terjawab disini, tetapi dapat terjawab setelah penulis membahas makna kata “kurikulum” dalam pendekatan etimologi maupun pengertian yang berkembang dari kata “kurikulum” dalam teori kurikulum pendidikan.
Berikut ini, penelitian pustaka tentang kata “kurikulum”, lebih banyak diambil dari literatur yang dikelola oleh para penulis dari komunitas religious non Kristen. Hal ini perlu penulis tegaskan disini karena ada sebagian orang Kristen yang masih alergi membaca tulisan dari saudara-saudara kita yang beragama lain. Kita tidak perlu alergi dengan memakai buku yang ditulis oleh orang non Kristen karena apa yang dikemukan mereka, seperti pengetahuan tentang kurikulum lebih banyak diambil dari pemikiran-pemikiran orang eropa yang nota bene Kristen. Hal itu muncul dalam daftar pustaka yang dipergunakan oleh para penulis buku kurikulum. Jadi, sekali lagi jangan alergi terhadap buku yang dikarang oleh saudara-saudara kita yang beragama non Kristen.
Selain itu, di Indonesia kita mengalami kesulitan buku-buku kurikulum yang ditulis oleh orang Kristen atau oleh orang-orang yang terlatih dalam sekolah Teologi untuk menulis buku kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Kalaupun ada, semuanya dalam literature Inggris dan lebih banyak dari kalangan Gereja Baptis, seperti buku kurikulum yang ditulis oleh Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon.
Dengan konsep pemahaman seperti disebutkan di atas, maka penulis melacak kata “kurikulum” dalam berbagai literature dalam paparan berikut ini, yang didahului dengan usaha mencari asal usul kata kurikulum.
Bab 1.
Kurikulum di dalam Alkitab
Setelah mempelajari materi bab 1 mahasiswa dapat:
Menjelaskan etimologi kata kurikulum
Menjelaskan konsep kurikulum secara Alkitabiah
Menjelaskan pengertian kurikulum dalam Alkitab
Mengidentifikasi kurikulum pendidikan dalam Perjanjian Lama
Mengidentifikasi kurikulum dalam Pendidikan Agama Yahudi
Mengidentifikasi kurikulum dalam Perjanjian Baru
Pendahuluan
Mungkin pembaca merasa terganggu, atau menganggap uraian etimologi kata kurikulum, menjadi salah satu sub bab yang menempati urutan pertama (indicator) dalam sub judul bab (kompetensi dasar 1) dari judul bab 1 Kurikulum dalam Alkitab menjadi tidak cocok. Dengan kata lain, pertanyaannya disederhanakan seperti ini: Mengapa judulnya Kurikulum dalam Alkitab dimulai dengan etimologi kata yang sumber-sumbernya bukan berasal dari Alkitab tetapi dari kamus dan pendapat-pendapat ahli kurikulum sebagaimana yang nampak dalam deskripsi berikut ini. Saya menyadari dengan benar bahwa seharusnya topic ini harus dimulai dengan uraian berdasarkan Alkitab sebagaimana judul di atas. Namun bila saya menguraikan judul bab ini lebih dahulu dengan memaparkan etimologi kata kurikulum dengan memanfaatkan sumber-sumber diluar Alkitab, seperti penggunaan kamus dan sumber-sumber (buku-buku) yang ditulis oleh saudara-saudara kita di Indonesia yang tidak seiman dengan kita, yang telah membahas pengertian “kurikulum” dalam buku yang ditulis oleh mereka, dengan sebuah kesadaran filosofis-teologis Kristen dalam diriku, bahwa Alkitab adalah firman Allah, Alkitab adalah Kanon untuk setiap pengajaran dan prilaku manusia, dan dalam Alkitab itu dinyatakan dengan tegas bahwa Allah yang menciptakan manusia dan memberi pikiran dalam diri manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan di mana ia berada. Artinya pikiran manusia adalah bagian dari ciptaan atau pemberian Allah, maka siapapun manusia ketika menggunakan pikirannya untuk menggumuli salah satu dari seluruh kenyataan yang ada dalam alam semesta, misalnya kenyataan pendidikan (mendidik) manusia, maka proses berpikirnya akan menghasilkan suatu kebenaran dalam bidang tersebut. Istilah proses berpikir yang saya maksudkan adalah pemikiran yang bermetode jadi bukan pemikiran biasa. Dalam konteks berpikir demikian maka saya menyadari bahwa mereka-mereka yang telah menggunakan pikiran bermetode (pemikiran ilmiah) meneliti tentang pendidikan dari zaman ke zaman, khususnya kurikulum pendidikan menghasilkan suatu kebenaran dalam disiplin ilmu pendidikan, dan kebenaran dalam disiplin ilmu pendidikan, khususnya kebenaran kurikulum dapat diyakini sebagai bagian dari kebenaran Allah. Segala kebenaran jika itu benar maka kebenaran tersebut berasal dari Allah. Selain itu pendapat para ahli kurikulum di Indonesia yang non Kristen yang dipakai penulis dalam membahas etimologi kata kurikulum sebenarnya adalah hasil penyelidikan ahli-ahli Kurikulum Pendidikan di Eropa dan Amerika yang nota bene mereka adalah penganut Kristen. Ini jelas dalam penggunaan daftar pustaka dari para ahli kurikulum yang menulis buku kurikulum. Akan hal ini para pembaca mengeceknya dalam daftar pustaka ketika membaca buku-buku kurikulum yang ditulis oleh ahli-ahli kurikulum non Kristen. Model berpikir demikian menjadi sebab saya membahas etimologi kata kurikulum pada urutan pertma dari topic “Kurikulum dalam Alkitab”. Sekali lagi saya menegaskan bahwa saya tetap percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Bagiku Alkitab adalah kebenaran langsung dan dalam kebenaran langsung itu ditegaskan bahwa pikiran manusia adalah pemberian Allah yang melalui proses berpikirnya akan menghasilkan kebenaran yang saya sebut dengan kebenaran melalui proses berpikir. Kebenaran melalui proses berpikir ini tidak saya maksudkan dalam kebenaran soteriologis (kesematan kekal ) kebenaran ini hanya dalam Yesus Kristus. Yesus itu induk kebenaran. Segala kebenaran di Yerusalem dan disekitar Yerusalem/bangsa-bangsa di sekitar Israel sampai kepada bangsa-bangsa yang berada di seluruh dunia yang berpikir sistematis, metodologis dan menemukan kebenaran ilmu pengetahuan haruslah diyakini bahwa kebenaran tersebut berasal dari Induk Kebenaran (baca Yesus Kristus) tetapi bukanlah Induk Kebenaran, kebenaran-kebenaran yang ditemukan dalam berbagai disiplin ilmu adalah salah satu kebenaran dan bukan satu-satunya kebenaran, apalagi kebenaran yang menyelamatkan (kehidupan kekal). Kebenaran-kebenaran yang ditemukan dalam proses berpikir, baik oleh orang Kristen maupun non Kristen saya yakini sebagai yang berasal dari Tuhan. Tuhan Allah mempunyai logos, dan logos itu menyatakan dalam sebuah pernyataan yang tegas di Yerusalem: Logos (Akulah) Jalan dan Kebenaran … Logos itu adalah Induk Kebenaran, segala kebenaran logos manusia berasal dari Logos Induk (Yesus Kristus). Hanya kebanaran Induk Logos yang menyelamatkan (keselamatan kekal), sedangkan logos manusia dapat menghasilkan kebenaran tetapi tetapi kebenaran logos manusia tidak dapat menyelamatkan dari kehidupan kekal karena manusia dapat bersalah dalam aspek lain, bahkan logosnya tidak dapat menemukan kebenaran secara menyeluruh. Jadi, saya tetap yakin ada kebenaran langsung (Alkitab) dan kebenaran melalui proses berpikir (kebenaran-kebenaran yang dihasilkan dalam berbagai disiplin ilmu). Dengan demikian maka saya mengakhiri bagian ini dengan sebuah paradigma berpikir bahwa kebenaran kurikulum haruslah diyakini berasal dari Allah. Oleh karena itu topic judul ini saya mulai dengan uraian di sekitar etimologi kata kurikulum.
1. Etimologi Kata Kurikulum
1.1. Definisi Kamus Bahasa Latin
Dalam kamus Latin Indonesia yang disusun oleh K. Prent C.M., J. Adisubrata, dan J.S.Poerwadarminta menyatakan beberapa arti tentang kata Kurikulum. Kata kurikulum (Indonesia) berasal dari kata Latin Curriculum (Curro) yang memiliki arti: (1) Jalan, larinya dll. (2) perlombaan, pacuan, balap, peredaran, gerakan berkeliling, lamanya, Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan. (3) kereta, kereta balap, kereta penempur.
1.2. Definisi Kamus Webster
Menurut beberapa ahli kurikulum, kata kurikulum berasal dari bahasa Latin dan kata ini belum dimasukan dalam kamus yang terkenal yaitu Kamus Webster:
a. Kamus Webster terbitan tahun 1812 belum terdapat kata kurikulum, tetapi
b. Kamus Webster terbitan tahun 1856 mulai mencantumkan kata kurikulum. Kata kurikulum diartikan: (1). A race cource; a place for running; a chariot. Artinya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga diartikan a chariot artinya “semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari start sampai finish” ( 2). A course in general; applied particulary to the course of study in a university”. Di samping penggunaan “kurikulum” semula dalam bidang olahraga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata pelajaran di perguruan tinggi”
c. Terbitan tahun 1955, kata kurikulum diartikan: (1) A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to degree. (2) The whole body of courses offered in an educational institution, or department there of,-the usual sense.
Menurut dua pengertian ini, jelas bahwa kata “kurikulum” khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan .
1.3. Definisi Ahli PAK
Dr. E.G.Homighausen dan Dr. I.H.Enklaar (Ahli PAK)
Kedua ahli di atas menyatakan: “Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan istilah “rencana pelajaran” itu? Dalam bahasa asing dipakai kata ‘Curriculum’, arti aslinya ialah lapangan perlombaan. Kita tahu bahwa perlombaan dimulai dari satu tempat yang tertentu dan berakhir pula pada tempat yang tertentu”. Homrighausen dan Enklaar menyamakan rencana pelajaran dengan curriculum (rencana pelajaran atau curriculum). Bahkan dalam kursus mengemudikan oto (mobil), pasti ada rencana atau curriculumnya. Begitu pulalah semestinya dalam Pendidikan Agama Kristen.
Secara tegas kedua ahli ini mengemukakan bahwa rencana pelajaran atau Curriculum dapat dipahami dalam arti sempit (mata pelajaran) dan curriculum dalam arti luas, yaitu segala pengaruh, persekutuan dan aktivitas yang lain, yang berhubungan dengan pelajaran bersama itu (Homrighausen dan Enklaar, 2005:87-88)
Hal menarik dalam pernyataan Homrighausen dan Enklaar adalah: Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dipertanggungjawabkan atau bagian ini dipahami dalam istilah Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon , yaitu Alkitab dalam kurikulum (kurikulum/perencanaan dalam Pendidikan Agama Kristen (Homrighausen dan Enklaar, 2005 : 87). Selanjutnya menurut penulis (Yonas Muanley) rencana pendidikan atau curriculum pendidikan itu ada dalam Alkitab (Kurikulum dalam Alkitab). Hipotesis ini lahir dari berpikir dan perenungan panjang melalui riset terhadap makna kata curriculum. Dengan demikian saya tiba pada hipotesa “Kurikulum dalam Alkitab”, dan ternyata kebenaran konsep ini ada dalam pandangan seperti Homrighausen dan Enklaar, yaitu Isi Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dapat dipertanggungjawabkan. Inti yang searah dengan konsep Kurikulum dalam Alkitab adalah penegasan kedua ahli di atas tentang perencanaan atau curriculum yang harus diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen. Sedangkan Colson dan Rigdon akan membawa penulis (Yonas Muanley) pada konsep esensi rencana atau curriculum dalam Alkitab, yaitu bahwa perencanaan itu ada dalam Alkitab karena Alkitab itu berotoritas. Otoritas Alkitab disebabkan karena pengilhaman atau pewahyuan oleh Allah yang berpribadi kepada manusia yang berpribadi sehingga selalu bersinggungan dengan perencanaan. Allah itu berpribadi maka Ia memiliki perencanaan, Ia menciptakan manuisa sebagai mahluk yang segambar maka mahluk yang segambar dan serupa dengan Allah itu mempunyai perencanaan dalam berbagai kehidupan, khususnya perencanaan dalam pendidikan. Tentang pendidikan, Alkitab memuat data yang cukup untuk sebuah studi kurikulum pendidikan (perencanaan pendidikan).
Dr. Eli Tanya
Kata kurikulum aslinya berarti lapangan perlombaan yang harus dilalui oleh murid dan guru mencapai tujuan tertentu. Lazimnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal, dsb. Tetapi kurikulum sebenarnya mempunyai arti yang luas, yaitu sepanjang hidup pelajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum sbb: Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
Setelah menguraikan etimologi kata kurikulum dan beberapa definisi pakar Pendidikan Agama Kristen tentang pengertian kata kurikulum maka dapatlah dikatakan bahwa kata kata kurikulum tidak ada dalam Alkitab tetapi makna kata kurikulum dan komponen-komponen kurikulum (tujuan, materi/isi, proses dan evaluasi/penilaian) tentang pendidikan sebenarnya sudah ada dalam Alkitab. Boleh saya katakan bahwa Alkitab adalah Induk Kurikulum atau sumber Kurikulum pendidikan. Apa yang saya katakana di sini berkait dengan penafsiran. Artinya saya menafsir dari sudut atau kaca mata Kurikulum. Para Ahli kurikulum pendidikan menyatakan bahwa kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan tujuan itu tidak lain adalah perubahan (perubahan kognitif, afektif, psikomotorik). Dengan kata lain kurikulum tidak lain perencanaan, peraturan-peraturan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi demi mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Uraian selanjutnya tentang konsep Alkitabiah tentang kurikulum, saya mulai dengan Perjanjian Lama.
2. Konsep Kurikulum Secara Alkitabiah
Sebelum saya membahas konsep kurikulum secara Alkitabiah, maka baiklah saya mulai dengan “perkataan sang pembuat kurikulum” yang mengkurikulumkan kurikulum-Nya dalam kekuatan sabda-Nya kepada penulis Kitab Kejadian dengan perkaataan sbb:
Pada mulanya Allah menciptkan langit dan bumi. (Kej. 1:1)
Berfirmanlah Allah … jadilah terang … dst.nya (1:3).
Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita. Supaya mereka berkuasa atas …seluruh bumi … (Kej. 1:26)
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya … (Kej. 1:27)
Rekan-rekan teologis Bibilika (Ahli Biblika) pasti mengkritik pendekatan rekanan teologis praktika (orang-orang yang bergumul dalam Pendidikan Agama Kristen, seperti saya) karena pasti dianggap terlalu membaca kedalam teks/terlampau eisagesis (membaca kedalam Alkitab) seharusnya membaca keluar/eksegesis Alkitab, atau ayat-ayat yang dipakai mestinya tidak dibaca kedalam tetapi membaca keluar. Jadi rekan-rekan Biblika selalu dengan pendekatan membaca keluar. Ini sebuah prinsip hermeneneutika yang baik. Pembacaan saya atas teks suci sebagaimana muncul dalam kutipan di atas dilandasi oleh pendekatan logi yang berangkat dari analisis sederhana atas kata “Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1). Ada perencanaan yang bertujuan dari Allah ketika Allah berlogos/berfirman untuk penciptaan langit dan bumi serta isinya, termasuk manusia. Perencanaan yang saya maksudkan itu ada dalam logos (berfirmanlah Allah … Kej. 1:3 dan seterusnya. Perencanaan atau kurikulum Allah itu bersifat universal. Akan tetapi kurikulum mendidik itu difokuskan pada manusia yang sudah dibentuk itu dan ditempatkan di dalam taman Eden.Allah merancang atau membuat kurikulum untuk mendidik manusia. Dan manusia pertama meneruskan kurikulum mendidik itu kepada anak-anaknya dan generasi selanjutnya. Di taman Eden Allah memberi perintah (baca: memberi kurikulum) kepada manusia pertama untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden. Jadi, jelas ada kurikulum (perencanaan) Allah kepada manusia pertama di taman Eden. Ketika manusia berdosa (Kej 3), Allah telah mempersiapkan kurikulum keselamatan bagi manusia dan seterusnya.
Cara membaca teks seperti dipaparkan di atas lebih bersifat proses menemukan kebenaran tentang adanya perencanaan atau kurikulum dalam kebenaran logos yang bersandar pada logos Induk-Pneumatologis. Paradigma berpikir teologis terakhir ini hendak menegaskan prinsip yang saya pakai, yaitu sejauhmana ayat-ayat yang saya pilih dan dibaca dalam paradigma keilmuan kurikulum PAK itu dianggap benar. Kini kita langsung saja kepada pokok percakapan teologis tentang kurikulum dalam ayat yang saya pilih dalam Kejadian 1:1
Bila kita membaca secara literal/membaca secara kualitatif terhadap Kejadian 1:1 maka jelas bahwa kita tidak akan menemukan atau paling tidak menunjukkan alasan yang tegas untuk membicarakan kurikulum menurut ayat ini, tetapi bila saya membaca Kejadian 1:1 secara pendekatan kualitatif dengan masalah yang samar-samar: apakah kurikulum ada dalam Kejadian 1:1? Maka jawabnya: ada tetapi tersembunyi, tidak kelihatan dan akan kelihatan bila memasuki ayat ini (memikirkan ayat ini secara filosofis-teologis) dalam situasi kebenaran dalam dunia ide/kebenaran logi, maka saya memiliki alasan yang kuat dalam logi bahwa ada kurikulum dalam ayat ini. Baiklah saya mulai dengan kebenaran logi, saya mengajukan pertanyaan: apakah daun pisang ada dalam Kejadian 1:1 maka jawabnya tidak ada tetapi ada, wah ini jawaban ngawur, dan kelihatannya begitu tetapi sebenarnya tidak ngawur. Mari kita berpikir dalam proses berpikir menemukan kebenaran adanya daun pisang dalam Kejadian 1:1. Apakah pohon pisang termasuk ciptaan, jika termasuk ciptaan maka adakah daun pisang dalam Kejadian 1:1? (pertanyaan retoris). Logika yang sama dikenakan kepada kata kurikulum. Apa itu kurikulum? Sehingga kita jelas mengatakan bahwa ”tidak ada tetapi ada” dalam Kejadian 1:1. Untuk sementara kata kurikulum kita pahami dalam pengertian: perencanaan untuk pencapaian suatu tujuan dalam berbagai kegaiatan, khususnya kegiatan mendidik manusia. Jadi dalam kurikulum ada: perencaanaan menyangkut tujuan yang hendak dicapai, isi materi untuk pencapaian tersebut dan bagaimana materi itu disampaikan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, bagaimana mengetahui bahwa tujuan dapat tercapai, maka dibutuhkan penilaian. Berbagai komponen ini: Tujuan, isi, proses dan penilaian tentang kegiatan mendidik dan mengajar apakah ada dalam Kejadian 1:1 dan seluruh isi Alkitab? Saya menyatakan ya! Komponen-komponen kurikulum, termasuk komponen-komponen dalam teori kurikulum modern tentang pendidikan ada dalam isi Alkitab.
Berdasarkan firman Tuhan di atas, tidak ada kata kurikulum secara gamblang, namun kita dapat yakini bahwa kurikulum itu sudah ada pada diri Allah sendiri dengan penegasan kata “menciptakan” (baca : perencanaan Allah sejak kekal dalam menciptakan langit, bumu dan isinya), kemudian kemampuan merencanakan itu diberikan Allah dalam diri manusia, penegasan ini dapat dipahami dalam kata penciptaan manusia yang “segambar dan serupa” dengan Allah. Kata “segambar dan serupa” hanya muncul dalam konteks penciptaan manusia, dan tidak untuk mahluk yang lain termasuk kera yang menurut teori Charles Darwin, manusia berevolusi dari kera.
Pendekatan awal tentang kurikulum dalam Alkitab menunjukkan bahwa perencanaan itu sudah ada dalam diri Allah. Allah merencanakan segala sesuatu dan berdasarkan perencanaan itu Allah mewujudkannya (melakukan segala perencanaan tersebut). Dalam Kitab Kejadian, kita mendapat petunjuk bahwa perencanaan Allah itu dilaksanakan melalui penciptaan langit dan bumi serta isinya, termasuk manusia. Perencanaan Allah tentu berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Ada tujuan Allah merencanakan penciptaan langit dan bumi. Setelah Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya, Allah juga menjadi pendidik manusia, itu dimulai dengan manusia pertama. Allah mendidik manusia pertama di taman Eden, Allah juga mendidik anak-anak Adam dan Hawa, yaitu Kain dan Habel dan perkembangan manusia selanjutnya.
Tegasnya perencanaan menjadi penegasan dalam kesaksian Alkitab, perencanaan itu dimulai oleh Allah. Allah yang berpribadi memberikan kemampuan perencanaan itu dalam diri manusia ciptaannya dengan kemampuan logi.
Berdasarkan kemampuan (peta dan gambar Allah) yang ada pada manusia, maka manusia memiliki kemampuan perencanaan atas berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Kemampuan perencanaan itu disebabkan karena manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah.
Kemampuan perencanaan itu dapat dilihat dalam Kejadian 2:24 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Teks ini memang bicara tentang manusia pertama, dan belum ada anak-anak dari manusia pertama, tetapi nanti dalam narasi selanjutnya akan terjadi bahwa seorang anak laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya untuk menyatu dengan isterinya. Dalam narasi ini hendak saya tegaskan bahwa perencanaan menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Kembali kepada inti percakapan tulisan ini, yakni konsep kurikulum Alkitabiah. Memulai dengan ayat yang telah dikutip dan nanti dalam pembahasan selanjutnya aka nada refrensi dari Alkitab, tetapi yang hendak saya tegaskan di sini yakni kurikulum dalam pengertian perencanaan tidaklah asing dalam kesaksian seluruh bagian Alkitab, mulai dari Kejadian sampai Wahyu. Ada perencanaan Allah dalam hal penciptaan, pemilihan bangsa Israel dan penebusan manusia berdosa. Semuanya sudah ada dalam perencanaan Allah sejak kekekalan.
Jadi perencanaan itu dimulai dalam diri Allah dan kemampuan merencanakan itu diberikan kepada manusia, sehingga dengan kemampuan tersebut manusia dapat merencanakan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupannya, seperti perencanaan untuk mendidik Anak, dan seterusnya.
Perencanaan untuk mendidik anak telah dilakukan Adam dan Hawa, oleh anak-anaknya sampai pada pemilihan Israel sebagai bangsa, perencanaan pendidikan telah menjadi bagian yang sangat penting dalam pendidikan bangsa Israel dengan penekanan syema yang terkenal: Tuhan itu Esa.
Perencanaan pendidikan sebagaimana yang disinggung di atas tidak hanya dilakukan oleh bangsa Israel tetapi juga oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel pada waktu itu, walaupun isi pendidikan itu tidak sama. Salah satu bangsa di sekitar Israel yang terkenal dalam pendidikan adalah bangsa Yunani dan Bangsa Romawi. Kemudian dalam sejarah perkembangan pendidikan, para pendidik modern memilih kata kurikulum yang berasal dari bahasa Latin dari kata currere. Berdasarkan itu maka uraian selanjutnya akan memaparkan etimologi kata kurikulum. Namun haruslah saya tegaskan disini bahwa sebelum muncul penggunaan kata currere dengan berbagai pengertiannya sebenarnya jauh sebelumnya sudah ada dalam Alkitab esensi dari kata kurikulum sebagaimana yang akan muncul dalam studi etimologi kata berikut ini ditambah dengan beberapa pendapat Ahli PAK terhadap kurikulum.
Jika kurikulum diartikan perencanaan atau kegiatan yang direncanakan maka di dalam Alkitab kita mendapat kesaksian yang jelas tentang perencanaan-perencanaan yang dimulai dari Allah sendiri. Perencanaan itu berupa perencanaan penciptaan atau kurikulum penciptaan dst. Akan dibahas terperinci dalam topic kurikulum dalam Alkitab.
Kembali kepada topic Konsep “Kurikulum dalam Alkitab” (Kurikulum Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab) dibahas dalam dua pendekatan atau kurikulum dalam Alkitab dalam bahasan ini dipahami dalam dua pendekatan:
3. Pengertian “Kurikulum dalam Alkitab”
Berdasarkan pembahasan di atas menjadi jelas bahwa perencanaan (kurikulum) itu ada dalam Alkitab. Perencanaan tersebut meliputi banyak hal, dapat meliputi perencanaan tentang penciptaan, perencanaan tentang beranak cucu, perencanaan tentang mendidik, mengajar (pendidikan) atau perencanaan/kurikulum tentang didikan. Jadi jelasnya pengertian kurikulum dalam Alkitab diartikan sbb:
Kurikulum dalam Alkitab adalah perencanaan Allah sejak kekal untuk mencapai tujuan yang telah Ia tetapkan sejak kekekalan sesuai dengan kesaksian Alkitab (Kurikulum dalam Alkitab adalah Perencanaan Allah: Penciptaan dan keselamatan). Di sini Allah adalah pendidik utama dan pertama. Ia mendidik dua manusia sejak di taman Eden dan dalam sejarah perkembangan manusia.
Kurikulum dalam Alkitab adalah perencanaan manusia pilihan Tuhan dalam bentuk perencanaan pendidikan yang telah dilakukan oleh manusia sejak Adam dan Hawa sampai pada perencanaan pendidikan yang dilakukan dalam bangsa Israel (Kurikulum Pendidikan dalam PL)dan Gereja sepanjang zaman.(Kurikulum Pendidikan dalam PB).
4. Kurikulum dalam Perjanjian Lama
Kurikulum dalam Perjanjian Lama dalam bahasan ini tidak lain kurikulum dalam pengertian implikasi logis dari definisi tentang “Kurikulum dalam Alkitab". Dalam definisi seperti pemaparan di atas, kurikulum dalam Alkitab diartikan perencanaan Allah dan perencanaan manusia pilihan-Nya tentang berbagai kegiatan khususnya kegiatan mendidik. Dalam Alkitab Perjanjian Lama pada halaman-halaman pertma dari kitab Kejadian menyatakan bahwa Allah memiliki perencaan sejak kekekalan tentang penciptaan dan penyelamatan manusia berdosa. Allah setelah menciptakan langit dan bumi, menempatkan manusia ciptaan-Nya di taman Eden. Allah juga bertindak sebagai pendidik bagi manusia pertama dengan kurikulum-Nya (perencanaan-Nya). Kemampuan perencanaan itu pun ada pada manusia karena manusia diciptakan Allah segambar dan serupa. Manusia sebelum dan sesudah kejatuhan tetap memiliki perencanaan, khususnya perencanaan mendidik anak-anak yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia pertama dan seterusnya. Ada Kain dan Habel demikian seterusnya sampai terpilihnya Israel sebagai sebuah bangsa. Perencanaan mendidik tetap menjadi cirri khas manusia. Dengan kata lain anak-anak yang dikaruniakan kepada manusia pertama dan seterusnya tidak mungkin tidak dididik oleh orangtuanya. Tugas mendidik ini terus menerus berlangsung. Mulai dari Allah sendiri, kemudian manusia dan seterusnya.
Bila kita membaca Alkitab dalam kacamata kurikulum maka akan jelas bahwa sejak manusia pertama dan perkembangan manusia selanjutnya sampai munculnya dua kelompok manusia, kelompok yang percaya kepada Tuhan dan yang tidak percaya kepada Tuhan (kafir) meneruskan budaya mendidik kepada anak-anaknya dengan isi dan proses yang berbeda-beda. Bangsa Israel misalnya mendidik anak-anak dengan Hukum Taurat sedangkan bangsa-bangsa di sekitar Israel mendidik anak-anak mereka dengan hikmat manusia.
Pada pemaparan berikut ini saya akan mengetengahkan uraian kurikulum dalam arti perencanaan dari pihak Tuhan dan manusia pilihan-Nya.
Perencanaan Allah/kurikulum Allah:
Secara universal adalah perencanaan penciptaan dan keselamatan. Sedangkan kurikulum Allah dalam arti khusus adalah perencanaan Allah dalam mengajar manusia yang telah diciptkan dan ditempatkan dalam taman Eden. Tujuan Allah menempatkan manusia di taman Eden adalah untuk mengusahakan dan memelihara atau Standar Kompetensinya “Adam dan Hawa Mampu menaati Firman Allah tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang oleh Tuhan”. Tetapi Adam dan Hawa tidak mencapai kompetensi tersebut. Kemudian setelah Tuhan berurusan dengan pelanggaran tentang kurikulum di Eden, kemudian manusia pertama dikeluarkan dari sekolah Eden. Di luar Eden Adam dan Hawa tetap mahluk yang memiliki pikiran dan berdasarkan itu memiliki dan mewujudkan perencanaan atas kehidupan mereka, khususnya perencanaan mendidik.
Dalam kitab kejadian kita melihat dengan begitu jelas kurikulum/perencanaan Penciptaan (Kejadian pasal 1 dan 2)
Isi kurikulum itu : 6 hari penciptaan dan 1 hari istirahat
Kurikulum Keselamatan (Kejadian 3:15 dan ayat-ayat dalam Alkitab yang berkorelasi dengan keselamatan, baik berupa nubuat maupun penggenapan)
Kurikulum Predestinasi (bagi penganut Teologi Calvinis)
Isi Kurikulum Predestinasi adalah Orang yang dipilih dan ditolak
Kurikulum Anugerah Allah
Isi kurikulum : Manusia mengalami Kerusakan Total membutuhkan pertolongan Tuhan
Kurikulum Bangsa Pilihan Allah (Israel)
Isinya: Pemanggilan Abraham sampai terpilihnya Israel menjadi suatu bangsa pilihan
Kurikulum pendidikan atau perencanaan mendidik yang dilakukan manusia pertama diteruskan oleh manusia dari satu generasi ke generasi lainnya sampai pada terpilihnya Israel sebagai suatu bangsa. Bangsa ini kemudian disebut bangsa Yahudi, mereka sangat terkenal dengan perencanaan mendidik. Gambaran ini sangat jelas dalam Alkitab, khususnya kurikulum pendidikan Yahudi dalam Kitab Amsal. Selanjutnya akan disinggung dalam sub topic kurikulum pendidikan Agama Yahudi.
Selain perencanaan penciptaan ada pula perencanaan keselamatan maka saya sebut ada Kurikulum Inkarnasi (Perwujudan keselamatan). Kurikulum ini dikerjakan Allah dalam Yesus Kristus kemudian diteruskan dalam Gereja sepanjang zaman
Isi kurikulum Inkarnasi adalah : Karya Yesus Kristus)
Dst.
Kurikulum pendidikan dalam Alkitab (PL), yaitu:
Kurikulum Taman Eden
Pendidiknya adalah Tuhan sendiri, peserta didiknya adalah Adam dan Hawa
Isi kurikulum: Boleh dan jangan makan pohon dalam taman Eden
Dalam prosesnya Adam dan Hawa gagal (berdosa) kemudian diusir keluar dari Taman Eden.
Kurikulum di luar Taman Eden
Kurikulum di luar taman Eden berlangsung dalam dua komunitas pelaksana kurikulum pendidikan.
Yaitu:
Kurikulum Kain yang diteruskan dalam bangsa-bangsa yang tidak percaya Allah/kafir. Artinya bangsa-bangsa kafir di sekitar dunia Perjanjian Lama dan bangsa-bangsa kafir lainnya juga melaksanakan kurikulum pendidikan.
Kurikulum Zet yang diteruskan dalam bangsa Israel – Gereja (Pendidikan Agama Kristen sepanjang Zaman)
Kurikulum Nuh (Lihat Alkitab dan mendiskusikannya)
Kurikulum Abraham (Ibid)
Kurikulum Ishak (Bagaimana Ishak mendidik anak-anaknya)
Kurikulum Yakub (Ibid)
Kurikulum Yusuf (Ibid)
Kurikulum Musa (Bagaimana Musa Mendidik bangsa Israel/Pendidikan Orang Dewasa di Mesir dan Padang Gurun)
Kurikulum Yosua (Bagaimana Yosua mendidik bangsa Israel)
Kurikulum Raja Daud
Kurikulum Raja Solaiman
Dapat juga kurikulum dalam Perjanjian Lama di bahas kitab perkitab. Misalnya kurikulum Pendidikan menurut Kitab Kejadian, Kurikulum Pendidikan menurut Kitab Keluaran dst. Sampai pada kitab yang terakhir dalam Perjanjian Lama.
Pembahasan kurikulum perkitab dalam PL akan lebih menarik bila dibahas dalam format komponen-komponen kurikulum (tujuan; materi; proses pembelajaran; evaluasi).
Pembahasan tersebut, untuk sementara tidak dapat diwujudkan disini, pada kesempatan berikut mudah-mudahan dapat diwujudkan.
Jadi, kurikulum dalam Alkitab hanya dapat dipahami dalam pengertian bahwa secara makna kata maka pengertian kurikulum itu sebenarnya ada dalam Alkitab, mulai dari Kejadian sampai Wahyu. Disini kata kurikulum tidak dipahami dalam pengertian bahwa kata kurikulum ada dalam Alkitab melainkan maknanya. Kurikulum dalam Alkitab juga tidak dimaksudkan bahwa dalam Alkitab telah dirumuskan sejumlah mata pelajaran atau mata kuliah. Namun komponen-komponen kurikulum pada setiap mata pelajaran itu ada dalam Alkitab.
5. Kurikulum Pendidikan Agama Yahudi
Topik ini, bila dipikirkan secara sepintas bertentangan dengan judul Bab 1 yaitu kurikulum dalam Alkitab. Sebenarnya tidak, karena ketika kita bicara tentag Perjanjian Lama kita juga mesti menghubungkan dengan komunitas Yahudi. Dengan demikian, kurikulum Pendidikan Agama Yahudi masih dapat ditempatkan pada bab 1.
Berdasarkan informasi dari Robert R. Boehlke dalam buku Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari Plato sampai Iqnatius de Loyola. Dapat dibuat sebuah kurikulum dengan format komponen kurikulum sbb:
Tujuan :
Melibatkan angkatan muda dan dewasa dalam sejumlah pengalaman belajar yang menolong mereka mengingat perbuatan-perbuatan ajaib yang dilaksanakan Allah pada masa lampau, serta membimbing mereka mengharapkan terjadinya perbuatan sama dengan penyataan di tengah-tengah kehidupan mereka guna memenuhi syarat-syarat perjanjian, baik yang berkaitan dengan kebaktian keluarga dan seluruh persekutuan maupun yang mencakup perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sebagaimana Ia diejawantahkan dalam urusan sosial dan pemeliharaan ciptaan yang dinamakan baik oleh Tuhan (Boehlke, 1994:23-24)
Bahan Pelajaran :
Materi pelajaran yang dipilih untuk diajarkan kepada peserta didik (umat Israel) untuk mencapai tujuan seperti yang dirumuskan diatas, yaitu:
Penciptaan langit dan bumi
Pemilihan Abraham dengan keturunannya
Pembebasan dari perbudakan di Mesir
Pemberian perjanjian/hukum Taurat
Pendudukan tanah yang dijanjikan
Permulaan kerajaan dan kesaksian kaum nabi tentang kecendrungan umat Israel menyeleweng dari persyaratan yang termuat dalam perjanjian
(sumber: Boehlke, dari Plato-Iqnatius, 1994:34)
Proses belajar- mengajar :
Proses belajar mengajar menyangkut strategi dan metode dan media yang dipakai dalam mendidik peserta didik (umat Israel) adalah:
Metode penuturan
Menghafal
Menyanyikan bahan yang dipelajarinya
Perdebatan (Tanya jawab) ; ancaman hukuman dan hukuman
Evaluasi/penilaian :
Selalu ada evaluasi atau penilaian atas kegiatan pendidikan yang dilakukan dalam umat Israel. Hal ini Nampak dalam keseriusan pendidik Israel mendidik peserta didik yaitu penggunaan ancaman hukuman dan hukuman yang dipakai oleh pendidik Israel untuk meningkatkan perhatian murid-murid. Sebab tanpa perhatian maka peserta didik tidak akan memahami pelajaran yang dijelaskan (Boehlke, 1994:47)
6. Kurikulum Pendidikan dalam Perjanjian Baru
Kurikulum Gereja Perjanjian Baru atau komunitas pengikut Yesus yang disaksikan dalam Perjanjian Baru berpusat pada satu Guru Agung yaitu Yesus Kristus (Menurut laporan Injil Sinoptik dan Inil Yohanes). Perjanjian Baru sangat kaya dengan kurikulum pendidikan, termasuk kurikulum berbasis kompetensi. Artinya sebelum Badan duniayang menangani Pendidikan, yaitu UNESCO memprogramkan pendidikan yang berorienatasi pada kemampuan Kogintif, Afektif dan Psikomotorik, Tuhan Yesus sudah melakukan itu kepada murid-murid-Nya.
Selain itu dalam Kisah Para Rasul dan Surat-surat Paulus, Paulus dapat ditempatkan sebagai Guru Agung kedua setelah Tuhan Yesus. Kurikulum Paulus (isi pengajaran Paulus) berfokus kepada Yesus Kristus. Rasul Paulus adalah salah satu pendidik yang kurikulum pendidikannya mengarahkan pada kompetensi logia atau kompetensi kognitif. Para pendengar yang tidak lazim dalam kompetensi logi/kognitif akan cepat bosan bahkan mengantuk.
Ada dua kurikulum pendidikan yang teragung dalam Perjanjian Baru, yaitu
a. Kurikulum Pendidikan Yesus Kristus (Guru Agung Utama dan Pertama)
Berikut ini penjelasan tentang Kurikulum Injil Matius dijadikan sebagai contoh dan sekaligus pembenaran konsep tentang kurikulum dalam Perjanjian Baru.
Kurikulum Pendidikan Menurut Injil Matius
Penulis Injil Matius tidak memakai kata kurikulum dalam seluruh kesaksiannya tentang karya Yesus Kristus, tetapi secara implicit Injil Matius kaya dengan komponen-komponen yang disinggung dalam teori kurikulum pendidikan. Berbagai istilah atau kata-kata yang berhubungan dengan dunia pendidikan, terlebih dalam kurikulum banyak ditemukan dalam narasi Injil Matius. Dalam teori pendidikan dan pengajaran selalu ada istilah-istilah seperti guru, murid, isi pengajaran, tujuan pengajaran, tempat atau sekolah dan aspek-aspek lain yang terkait dengan dunia pendidikan dan pengajaran secara formal.
Dalam teori kurikulum modern, 4 komponen ini tidak dapat dipisahkan dari sebuah kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses (cara belajar-mengajar) dan evaluasi/penilaian. Bila kita memakai empat komponen ini kemudian melihat dalam Injil Matius, maka kita akan kagum bahwa komponen-komponen itu sudah dilaksanakan oleh Tuhan Yesus Kristus yang dicatat oleh penulis Injil Matius.
Mari kita tinjau keempat komponen itu satu persatu.
1. Komponen Tujuan
Dalam Matius 4:18-22 diceritakan tentang tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama. Tujuan tersebut kita masukan dalam komponen pertama dari kurikulum pendidikan Yesus Kristus menurut Injil Matius. Maka segera kita mencantumkan komponen tujuan pendidikan Yesus Kristus sbb:
Tujuan : Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. (Mat. 4:19).
Atau Mampu menjadi penjala manusia
Bila isi ayat ini dimodifakasi dalam format Standar Kompetensi (SK) maka rumusannya sbb:
Mampu menjadi penjala manusia.
Mampu mengaplikasikan perbuatan baik sehingga orang lain mempermuliakan Bapa di Sorga (Mat. 5:16)
2. Komponen Isi/materi
Berdasarkan tujuan di atas maka materi pengajaran harus relevan dengan tujuan. Karena pemilihan materi pelajaran harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Demikian penegasan para pakar kurikulum PAK dan kurikulum pendidikan umum. Mungkin ada yang menilai uraian dan alasan pada bagian ini hanya mencocok-cocokkan pendapat para ahli dengan isi Injil Matius, khususnya ayat-ayat tersebut di atas. Sebenarnya tidak demikian, bila kita membaca secara baik maka dalam ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan maksud atau tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya berdasarkan tujuan tersebut maka pengajaran Yesus sangat sesuai dengan tujuan Ia memanggil murid-murid-Nya yang pertama. Mari kita memeriksa pasal 4:23-25, dan 5:1-12. Berdasarkan ayat-ayat ini, kita memahami apa isi pengajaran Yesus. Dalam ayat 23 jelas dinyatakan “Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah dan melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu” … Yesus menyembuhkan semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita pelbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan, yang sakit ayan dan lumpuh (4:24)
Dalam Matius 5:1-12 Yesus mengajarkan murid-murid-Nya tentang bahagia (makarios), yaitu ada 10 bahagia.
Materi atau isi pelajaran berdasarkan Matius 4:23-25 dan Matius, 5:1-12 dapat dirumuskan sbb:
Materi Pengajaran/pokok bahasan:
a. Faktor-faktor pendorong orang mengikuti Yesus
Injil Kerajaan Allah : Dasar pemahaman tentang kerajaan Allah
Melenyapkan segala penyakit dan kelemahan : Praktek perwujudan kerajaan Allah itu oleh Yesus Kristus
Apa hubungan 2 pokok bahasan ini dengan tujuan “Menjadi Penjala Manusia” dalam rumusan tujuan di atas?
Hubungannya yaitu murid-murid hanya bisa menjadi penjala manusia bila mereka berada dalam kerajaan Allah. Dan orang lain yang akan dijala (dipengaruhi dan mengambil keputusan menjadi pengikut Yesus Kristus oleh karena melihat hidup dan pengajaran murid-murid Yesus) bila mereka melihat kehidupan dan pemberitaan dan pengajaran para murid ketika suatu saat menjadi rasul, yaitu setelah kenaikan Yesus ke Sorga dan Roh Kudus diutus untuk menolong murid-murid Yesus dalam pemberitaan dan pengajaran. Hal ini tdak dapat dipungkiri. Dalam kesaksian selanjutnya, Injil Matius memaparkan adanya kesediaan orang-orang yang mengambil keputusan masuk dalam komunitas pengikut Yesus.
b. 10 Bahagia
Pengajaran tentang 10 bahagia pun ada hubungan dengan tujuan “menjadi penjala manusia”. Artinya dalam rangka menjadi penjala manusia maka murid-murid Yesus tidak dapat mengabaikan kenyataan yang akan mereka hadapi sebagai konsekwensi menjadi penjala manusia. Semuanya ini telah ada dalam pengajaran Yesus tentang 10 bahagia. Rincian uraian singkatnya sbb:
Murid-murid hanya menjadi penjala manusia bila mereka hidup dalam bahagia yang pertama (berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena mereka yang empunya kerajaan Sorga. Orang-orang yang dijala oleh murid-murid akan dibawa kepada dan berada dalam kerjaan Sorga. (Mat. 5:3)
Berbahagialah orang yang berduka cita karena mereka akan dihibur. Menjadi penjala manusia tidak dapat menghindari dukacita maka orang yang berdukacita (murid-murid yang berdukacita dalam pekerjaan menjala manusia) akan dihibur.
Dst. s/d 10 bahagia
3. Komponen Proses
Proses di sini menyangkut cara atau gaya mengajar, metode yang dipakai dalam mengajar, media yang dipakai untuk memperjelas informasi atau isi pengajaran.
Proses mengajar dalam Injil Matius 4 dan 5 yaitu Yesus memakai gaya ceramah, memakai kiasan-kiasan seperti penjala manusia untuk menjelaskan peranan murid-murid Yesus. Metode yang lain yaitu demontrasi kuasa Allah dengan cara menyembuhkan orang-orang yang mengalami sakit-penyakit. Melalui demontrasi kesembuhan ini Yesus sedang menunjukkan kerajaan Allah kepada murid-murid maupun orang yang disembuhkan. Dengan demontrasi kuasa kesembuhan tersebut menyebabkan banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus (Mat. 4:25). Kenyataan itu meneguhkan murid-murid akan tujuan Yesus memanggil mereka yaitu menjadi penjala manusia dengan cara mereka menyaksikan atau mengalami langsung bagaimana Yesus menyembuhkan orang-orang sakit dan mereka berbondong-bondong mengikuti Yesus (4:25). Setelah Yesus terangkat ke Sorga murid-murid melakukan juga demonstrasi kesembuhan itu dalam pelayanan dan pengajaran mereka, kemudian orang banyak bergabung dengan kelompok murid-murid Yesus.
4. Komponen Evaluasi/penilaian
Model evaluasi dalam Injil Matius adalah model evaluasi akhir dari suatu rangkaian pengajaran yang panjang. Evaluasi Yesus terhadap murid-murid-Nya baru dimunculkan dalam narasi Injil Lukas 8:26.
Isi penilaiannya terhadap murid-murid-Nya tidak dalam bentuk penilaian Kuantitatif tetapi dalam bentuk Kualitatif.
Penilaian yang dimaksud yaitu : Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya? Bila dikuantitatifkan maka akan nilai murid-murid akan menjadi D (Kurang)
Menurut Injil Markus
Menurut Injil Lukas
Menurut Injil Yohanes
b. Kurikulum Pendidikan Rasul Paulus (Guru Agung kedua setelah Yesus Kristus)
Menurut Kisah Para Rasul
Menurut surat-surat Kiriman Paulus
Kesimpulan :
Kurikulum dalam Alkitab adalah istilah yang dipakai penulis yang dijadikan sebagai istilah tehnis-teologis Pendidikan Agama Kristen untuk menunjukkan berbagai komponen dalam definisi kurikulum pendidikan yang sebelum adanya perumusan definisi kurikulum tersebut, komponen-komponen itu sudah ada dalam seluruh isi Alkitab. Komponen yang dimaksud ialah: (1) tujuan (2) materi/isi (3) proses kegiatan/proses belajar-mengajar (4) evaluasi atau penilaian. dipahami sebagai perencanaan tertulis tentang berbagai aspek kegiatan manusia
Bila 4 komponen itu dihubungkan pada kegiatan manusia, khususnya kegiatan pendidikan maka kegiatan pendidikan itu telah disaksikan dalam Alkitab, pendidikan itu telah dilakukan oleh Allah sendiri kepada manusia, kemudian manusia pertama melakukan kegiatan pendidikan itu kepada anak-anaknya dan seterusnya sampai terbentuknya Israel sebagai sebuah bangsa, pendidikan menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari bangsa Israel. Demikian juga dalam dunia Perjanjian Baru, Yesus sendiri menjadi guru Agung, melakukan tugas mengajar. Yesus menetapkan tujuan dan berdasarkan tujuan tersebut Yesus memilih materi atau menyampaikan isi pengajaran, dan untuk memudahkan proses penyampaian informasi dalam mengajar, Yesus pun memakai berbagai strategi dan metode serta evaluasi terhadap murid-murid setelah mengikuti pengajaran Yesus. Akan hal ini Injil Sinoptik paling kuat member data-data didactic Yesus Kristus.
Kurikulum dalam Alkitab: Perencanaan tertulis
Bab 2
Alkitab dalam Kurikulum
Setelah mempelajari materi dalam bab ini mahasiswa dapat:
Menjelaskan pengertian Alkitab dalam Kurikulum
Menjelaskan Konsep Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Kristen
Mengidentifikasi Alkitab dalam kurikulum Yesus Kristus dan para rasul
Menilai dan menerapkan Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Bapa-bapa Gereja – tahun 590 (Kurikulum Gereja mula-mula)
Mengevaluasi Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Abad Pertengahan
Menilai dan menerapkan Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Reformasi
Mengevaluasi Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Modern
Menilai dan menerapkan Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja zaman gerakan Evangelical
Menilai Alkitab dalam Kurikulum pendidikan Gereja, khususnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Indonesia tingkat SD, SMP, SMA, PT
Mengidentifikasi Komponen kurikulum pendidikan dalam Alkitab
Contoh-contoh komponen kurikulum pendidikan dalam Perjanjian Lama
Pendahuluan
Alkitab dalam kurikulum adalah istilah teknis yang saya pakai dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen untuk menggambarkan pemahaman perbedaan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dengan kurikulum Pendidikan Umum. Perbedaan tersebut nampak dalam perumusan tujuan dan isi kurikulum. Tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dirumuskan berdasarkan pendekatan terhadap Alkitab, sementara perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Umum tidaklah pada teks suci agama tertentu, tujuan kurikulum dapat dirumuskan berdasarkan kebudayaan, filsafat khususnya filsafat yang dianut oleh Negara. Dengan kata lain sumber perumusan tujuan kurikulum pendidikan umum diambil dari berbagai sumber sementara rumusan tujuan kurikulum pendidikan Agama Kristen dirumuskan dari Alkitab. Di sini, dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen, Alkitab adalah sumber utama perumusan tujuan Pendidikan Kristen.
Perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang didasarkan pada Alkitab tersebut ditempuh dengan berbagai pendekatan atau metodelogi terhadap Alkitab. Ada yang merumuskan tujuan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen berdasarkan pendekatan filosofis-teologis terhadap Alkitab, ada pula secara Dogmatis, Secara Biblika, secara Etika dan ada pula pendekatan Humanistik. Akan hal ini para pembaca memeriksa dan menilai tujuan Pendidikan Agama Kristen yang telah dirumuskan oleh para ahli, baik ahli PAK maupun ahli Teologi. Misalnya John Calvin merumuskan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dalam buku yang sangat terkenal “Institutio”. Ada pula yang merumuskan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen/tujuan Pendidikan Agama Kristen berdasarkan salah satu ayat dalam surat Efesus. Rumusan ini saya namakan rumusan tujuan Pendidikan Agama Kristen dengan pendekatan Biblika. Ada pula yang merumuskan tujuan Pendidikan Agama Kristen berdasarkan pendekatan Dogmatis yang diterima oleh berbagai denominasi Gereja seperti kurikulum Pendidikan Agama Kristen tingkat SD – SMA/PT di Indonesia tahun 2003 dengan KBK yang dikembangkan lagi menjadi KTSP. Dalam kurikulum ini, rumusan tujuan atau Standar Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen: Menjelaskan Allah Tritunggal dan Karya-Nya, dan Nilai-nilai Kristiani (= rumusan tujuan dengan pendekatan dogmatis dan etika Kristen). Dan pendekatan lainnya.
Selain itu isi kurikulum Pendidikan Agama Kristen pun diambil dari Alkitab. Inilah gambaran sekilas tentang topic Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Jadi, Alkitab dalam kurikulum adalah pemaparan tentang praktik kurikulum Pendidikan Agama Kristen, sejak zaman Gereja Perjanjian Baru dan perkembangan selanjutnya sampai dengan praktik Gereja masa kini dan masa-masa yang akan datang.
1. Pengertian Alkitab dalam Kurikukulum
Alkitab dalam kurikulum dapat dipahami dalam beberapa pengertian.
Pertama, Alkitab dalam kurikulum diartikan Alkitab menjadi sumber kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Disini komponen-komponen pendidikan Agama Kristen, sebagaimana ia sama dengan komponen-komponen dalam teori kurikulum pendidikan secara umum yaitu tujuan, isi, proses serta penilaian harus bersumber dari Alkitab. Misalnya penentujuan komponen pertama tentang tujuan Pendidikan Agama Kristen harus dirumuskan berdasarkan Alkitab. Selanjutnya berdasarkan tujuan yang sudah dirumuskan haruslah mencari materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. Materi pelajaran yang dimaksud harus diambil dari Alkitab. Jadi tujuan dirumuskan berdasarkan Alkitab, materipun diambil dari Alkitab. Bila dikatakan bahwa tujuan dan materi Pendidikan Agama Kristen dipilih berdasarkan Alkitab maka haruslah disadari bahwa Alkitab itu sendiri harus ditafsirkan. Oleh karena itu maka perumusan tujuan yang bersumber dari Alkitab dapat diupayakan dengan berbagai pendekatan, seperti pendekatan Biblika (eksegesis), pendekatan dogmatika, pendekatan sistematis teologis, pendekatan etika dan pendekatan-pendekatan lain yang dianggap syah dan bertangungjawab dalam dunia studi Alkitab.
Kedua, Alkitab dalam kurikulum diartikan juga sebagai praktek gereja dalam tugas didache/pengajaran sepanjang sejarah perkembangannya. Maksudnya bagaimana Gereja telah memakai Alkitab dalam kurikulum pendidikan Agama Kristen. Gereja zaman Perjanjian Baru, Gereja abad kedua sampai dengang berlakunya system kepausan tahun 590 Masehi yang biasa dikenal dengan periode Sejarah Gereja Mula-mula. Pada zaman itu gereja mula-mula pun memakai Alkitab dalam tugas pengajaran. Selanjutnya Gereja abad pertengahan yang tidak hanya Alkitab tetapi menambah lagi dengan tradisi gereja (dinggap otoritasnya sama dengan Alkitab namun ditolak oleh reformator), Gereja zaman reformator juga menggunakan Alkitab dalam tugas dan panggilan mengajar. Ada kurikulum Marthen Luther, Ada pula kurikulum John Calvin (Institutio), Kurikulum Zwingli, Kurikulum Gereja Anabaptis dan lai-lain. Alkitab yang sama dipakai juga dalam kurikulum Gereja zaman modern. Sampai pada praktek gereja-gereja di Indonesia tetap sama yaitu memakai Alkitab dalam kurikulum. Misalnya kurikulum Pendidikan Agama Kristen sesuai semangat KBK/KTSP yang disusun oleh Tim Redaksi PGI dan diterbitkan BPK, dalam silabusnya khususnya kolom refrensi terdapat pilihan ayat-ayat yang cocok untuk setiap kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Pada kolom refrensi kita belajar bagaimana Alkitab menjadi sumber atau isi pelajaran pendidikan Agama Kristen untuk siswa kelas 7 SMP.
Ketiga, Alkitab dalam kurikulum artinya isi Alkitab itu harus direncanakan dan diajarkan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti secara baik. Dengan kata lain Alkitab dalam kurikulum diartikan bahwa Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dipertanggungjawabkan.
Alkitab dalam kurikulum juga diartikan Alkitab sebagai sumber utama penyusunan komponen-komponen kurikulum, khususnya komponen penentuan tujuan Pendidikan Agama Kristen, komponen penentuan Isi atau materi PAK yang disesuaikan dengan tujuan, proses Pendidikan Agama Kristen yang meliputi gaya mengajar, metode mengajar, secara cara bertanya dapat pula mengikuti cara bertanya Tuhan Yesus dll. Penilaian pun harus menyangkut berbagai ranah.
Jadi, topic Alkitab dalam kurikulum salah satu contoh yang paling baik adalah dalam bahan ajar Pendidikan Agama Kristen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) buku siswa 7 SMP atau Cermin Remaja 1 Allah yang Berkarya Buku Siswa Pendidikan Agama Kristen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kelas 7 Sekolah Menengah Pertama, oleh Tim Redaksi PGI diterbitkan BPK, tahun 2007.
Bahan Ajar ini memang sangat baik dalam contoh Alkitab dalam kurikulum namun ia masih ada kekurangan-kekurangan dalam perumusan standar kemampuan dan penjabaran-penjabara standar kompetensi dalam bentuk kompetensi dasar dan bebarapa aspek lain yang tidak muncul dalam silabus, misalnya pengalaman belajar, penentuan metode dan lain-lain. Namun untuk memahami topic Alkitab dalam kurikulum maka bahan ajar ini sangat cocok.
Perlu diingat bahwa Alkitab dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pendidikan Agama Kristen adalah pendekatan dogmatika dan etika. Rumusan Tujuan (standar kompetensinya): Menjelaskan Allah Tritunggal dan Karya-Nya, dan Nilai-nilai Kristiani.
Alkitab dalam kurikulum juga hendak menegaskan bahwa kurikulum Pendidikan Agama Kristen berbeda dengan kurikulum pendidikan umum.
Bila dikatakan bahwa Alkitab menjadi sumber utama penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Kristen maka hendak ditegaskan bahwa Alkitab memiliki otoritas sebagaimana yang dikemukan secara sangat baik oleh Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon.
Dalam buku Howard P.Colson dan Raymond M. Rigdon, ia mengemukakan beberapa alasan mengapa Alkitab perlu mendapat tempat utama dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Selanjutnya untuk alasan-alasan yang dikemukakan oleh Colson dan Rigdon dapat dipelajari dalam hal. 104-114
Sedangkan praktik Alkitab dalam Kurikulum dapat ditelusuri dalam buku Robert R. Boehlke dengan judul: Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen yang dapat diringkas dalam babakan berikut ini. Namun sebelum menjelaskan Alkitab dalam kurikulum pendidikan mulai dari Tuhan Yesus sampai pada masa kini, haruslah saya tegaskan bahwa istilah kurikulum dengan segala komponen yang ada didalamnya seperti tujuan, materi, proses, dan evaluasi merupakan istilah-istilah yang tidak dipakai pada zaman sampai pada Reformasi . Istilah-istilah itu dipakai secara teratur ketika pendidik dijadikan sebagai ilmu tersendiri. Jadi, istilah-istilah seperti kurikulum, tujuan pendidikan, materi pendidikan, evaluasi terhadap proses pendidikan tidak dipakai tetapi esensi dari istilah-istilah itu ada dalam kegiatan mendidik yang dimulai dari Yesus sampai zaman Reformasi. Istilah-istilah itu menjadi lazim dipakai setelah pendidikan menjadi focus ilmu yang berdiri sendiri.
2. Alkitab dalam Kurikulum Yesus Kristus dan Para Rasul
Alkitab yang dimaksud disini yaitu Perjanjian Lama, karena pada zaman Yesus dan para rasul belum ada kitab Perjanjian Baru.
Jadi maksud topic ini jelas, yakni bagaimana Yesus dan para rasul menggunakan Perjanjian Lama dalam kegiatan pendidikan. Yesus mendidik murid-murid-Nya dengan Perjanjian Lama. Demikian pula para rasul, mereka mendidik orang-orang percaya dengan Perjanjian Lama.
3. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Bapa-bapa Gereja – tahun 590 (Kurikulum Gereja mula-mula)
Gereja zaman Perjanjian Baru tidak hanya terlibat dalam semangat kerygma (pemberitaan Injil) tetapi juga terlibat dalam semangat didache/pengajaran. Dalam Injil Sinoptik dilaporkan bahwa Yesus menggunakan waktunya untuk Mengajar. Tugas itu demikian penting sehingga Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya selalu dan senantiasa terlibat dalam kegiatan mengajar. Setelah zaman Perjanjian Baru, mulai zaman Bapa-bapa Gereja sampai tahun 590 Masehi gereja menjadikan Alkitab menjadi bagian yang sangat penting dalam tugas mendidik. Gereja melakukan tugas mendidik berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Abad Pertengahan
Kurikulum gereja abad pertengahan juga tetap memakai Alkitab tetapi Alkitab saja tidak cukup, ia harus ditambah dengan tradisi. Demikianlah gereja abad pertengahan menggunakan dua sumber ini dalam tugas mendidik warga gereja.
5. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Reformasi
Kurikulum sekolah sangat diwarnai dengan prinsip-prisip Reformasi, Sola Gratia, Sola Sckriptura, Sola vide. MarthenLuther menempatkan Alkitab dalam kurikulum pendidikan gereja, demikian pula John Calvin sangat memperhatikan Alkitab dan member tempat utama dalam kurikulum pendidikan gereja.
6. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Modern
Terjadi berbagai perkembangan modern tapi ada petunjuk bahwa Alkitab tetap diperhatikan dalam kurikulum dunia modern, khususnya oleh Yohanes Amos Comenius Bapak Pendidikan Modern. Dalam kurikulum Yohanes Amos Comenius ada ruang pembahasan tentang ringkasan Alkitab. Baca Robert R. Boehlke, … Dari Yohanes Amos Comenius sampai perkembangan PAK di Indonesia, hlm. 84
7. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja zaman gerakan Evangelical
Alkitab menjadi sentral pendidikan Gereja atau Alkitab diutamakan dalam pendidikan warga gereja
8. Alkitab dalam Kurikulum Gereja(PAK) di Indonesia tingkat SD, SMP, SMA, PT/STT
Kurikulum PAK dengan pendekatan KBK sejak 2003, isinya lebih kepada pendekatan dogmatika yaitu dalam Kurikulum PAK tingkat SD-SMA dan Perguruan Tinggi isinya adalah doktrin Tritunggal dan nilai-nilai Kristiani (Isi kurikulum PAK dengan pendekatan dogmatika tentang Tritunggal dan pendekatan etis yaitu nilai-nilai Kristiani). Dengan kata lain Alkitab dalam Kurikulum PAK di Indonesia bersifat dogmatis-etis. Maksudnya Isi Alkitab itu diajarkan kepada peserta didik dengan pendekatan Dogmatika dan Etika.
Dalam teori kurikulum modern dikenal beberapa komponen atau sering disebut dengan komponen kurikulum. Komponen yang dimaksud yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi atau penilaian. Komponen-komponen ini harus ada dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Belum ada pendekatan kurikulum PAK berdasarkan kitab perkitab, padahal aspek ini penting (pendekatan Biblika)
Komponen kurikulum
Tujuan : Dirumuskan berdasarkan pendekatan terhadap Alkitab:
Apakah pendekatan biblika, Dogmatika, Etika, dan
pendekatan-pendekatan lain yang diakui dalam penelitian teks Alkitab
Bahan pelajaran : Dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.
(Bersumber dari Alkitab)
Proses belajar-mengajar : pemilihan Strategi, metode, media dll dalam proses
pembelajaran. Contoh Yesus Kristus
Penilaian : Pemberian nilai dan evaluasi proses pembelajaran
2 Contoh tentang 4 Komponen kurikulum dalam PL yaitu dari Kitab Kejadian pasal 1, pasal 2-3 .
a. Tujuan : Penciptaan Langit dan Bumi
b. Bahan pelajaran : Enam hari penciptaan dan 1 hari sabat
c. Proses Belajar Mengajar : Logos Tuhan dan Exnihilo
d. Penilaian : Tuhan menilai pada Kej. 1: 10, 21 dengan kata Baik.
Sedangkan pada ayat 30 Tuhan menilai Sungguh amat Baik
Kejadian 3
a. Tujuan : Mengusahakan dan memelihara Taman Eden
b. Bahan Pelajaran : Buah-buah yang dapat dimakan dan yang dilarang oleh Tuhan
c. Proses Belajar Mengajar : Ceramah/dialog antara Tuhan dan Manusia Pertama
d. Penilaian : Sudah tahu tentang baik dan jahat oleh karena itu diusir
keluar dari Taman Eden (Kej. 3:22) = Adam dan Hawa
Tidak Lulus dan di DO dari Kampus Eden
1 Contoh dari 4 komponen kurikulum dalam PB, yaitu dari Injil Lukas
a. Tujuan
b. Bahan Belajar-Mengajar
c. Proses Belajar Mengajar
d. Penilaian
Kurikulum Pendidikan Yesus menurut Injil Matius
a. Tujuan Panggilan : Menjadi Penjala Manusia (Markus, 1:17) Maksud panggilan Yesus
b. Bahan Pelajaran : Yesus mengusir roh jahat (Mark. 1:24-25), berdoa
(Mark. 1:29-34),
Yesus Berjalan diatas air (Mark.6:45-52dst
c. Proses belajar mengajar : Ceramah Yesus, simulasi/pengalaman langsung mengusir
roh jahat, menyembuhkan orang sakit , orang lumpuh dll
d. Penilaian : Petrus tidak Lulus (Mark. 14:66-72) tetapi bukan tidak lulus permanen karena nanti setelah Roh Kudus turun Petrus lulus dengan sangat memuaskan (peristiwa pentakosta = hasil khotbah Petrus)
Yudas tidak lulus permanen akibatnya bunuh diri
Bab 3
Teori Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini, diharapkan peserta didik dapat:
Menjelaskan Pengertian kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengenali dan menerapkan Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Menerapkan Azas-azas Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengenali macam-macam Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengenali dan menerapkan ciri-ciri yang baik dari factor-faktor pembuatan kurikulum PAK
Menjelaskan hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengkritisi dan mengaplikasikan ragam atau Mono Definisi Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Membuat perbedaan Kurikulum PAK dan Pendidikan Umum
Pendahuluan
Pada bab 1 kita telah berusaha meletakkan dasar tentang kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Dasar ini sangat menentukan bangunan kurikulum. Bila dasar kurikulum rapuh maka bangunan kurikulum pun rapuh. Dasar yang kokoh termasuk dasar kurikulum Pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab. Alkitab dijadikan sebagai dasar perbincangan tentang kurikulum karena karena kurikulum adalah sebuah disiplin ilmu yang harus dibangung diatas kebenaran. Kebenaran itu dikategorikan dalam dua cara, ada kebenaran langsung (Alkitab) dan kebenaran melalui proses berpikir (teori-teori, seperti teori kurikulum yang dihasilkan para ahli melalui permenungan dan penelitian yang panjang yang kemudian menghasilkan kebenaran-kebenaran berpikir dalam ilmu kurikulum). Oleh karena Alkitab adalah kebenaran langsung (artinya isi Alkitab itu bukan melalui proses berpikir tetapi melalui inspirasi/pengilhaman Roh Kudus maka kurikulum Pendidikan Agama Kristen haruslah pertama-tama dibangun di atas dasar Alkitab selanjutnya ditambah tentang kebenaran-kebanaran melalui proses berpikir dari para ahli Pendidikan Agama Kristen yang telah lama menggumuli kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Saya selalu mengatakan bahwa pikiran adalah pemberian Tuhan sehingga ketika pikiran itu digunakan secara baik, apalagi secara ilmiah maka akan menghasilkan kebenaran-kebenaran yang mempermuliakan Tuhan. Kebenaran yang kita maksudkan disini adalah kebenaran kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Kembali kepada topic teori kurikulum Pendidikan Agama Kristen, mengapa topic ini dibicarakan tersendiri dan bukan dalam bagian konsep Alkitabiah tentang Kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Bukankah pandangan para ahli Pendidikan Agama Kristen tidak dibangun berdasarkan Alkitab? Saya jawab ya! Para ahli PAK telah memulai dari Alkitab tetapi saya harus memisahkan itu untuk menegaskan dua hal kebenaran langsung dan kebenaran melalui proses berpikir, khususnya kebenaran kurikulum Pendidikan Agama.
Dalam pendekatan ilmiah, teori selalu diartikan penjelasan sistematis tentang suatu fakta dan atau hokum yang berhubungan dengan aspek kehidupan (Babbie,1983). Teori juga diartikan kumpulan konsep, prinsip, definisi, proposisi yang terintegrasi, yang menyajikan pandangan sistematis tentang suatu fenomena dengan focus hubungan antar variable untuk menjelaskan suatu venomena (Kerlinger, 1973). Teori juga diartikan generalisasi beberapa pernyataan, yang merupakan ringkasan sejumlah tindakan nyata atau yang dianggap nyata, tentang suatu perangkat variable (David E. Apter, 1977) Atas dasar itu teori mengandung empat elemen, yaitu konsep, variable, pernyataan, dan format (Turner, 1974)
Dalam pengertian teori seperti paparan di atas maka teori kurikulum Pendidikan Agama Kristen membahas tentang beberapa aspek yang berkait dengan kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Beberapa aspek yang dimaksud seperti penjelasan tentang pengertian kurikulum Pendidikan Agama Kristen, komponen Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, azas-azas Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, macam-macam Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, ciri-ciri yang baik dari factor-faktor pembuatan kurikulum PAK, hakikat kurikulum Pendidikan Agama Kristen, ragam atau Mono Definisi Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, perbedaan Kurikulum PAK dan Pendidikan Umum
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Eli Tanya merumuskan pengertian kurikulum PAK sbb:
Kata kurikulum aslinya berarti lapangan perlombaan yang harus dilalui oleh murid dan guru mencapai tujuan tertentu. Lazimnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal, dsb. Tetapi kurikulum sebenarnya mempunyai arti yang luas, yaitu sepanjang hidup pelajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum sbb: Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
Jadi Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
Modivikasi definisi kedalam definisi kurikulum PAK
a. Kurikulum PAK adalah semua pengalaman belajar peserta didik (SD – PT) yang beragama Kristen yang menjadi tanggung jawab sekolah (Modivikasi dari definisi William B. Ragan dan Robert S. Flaming dalam H.Dakir, 2004:4)
b. Kurikulum PAK adalah sejumlah bahan pelajaran Agama Kristen yang dirumuskan dari Alkitab dengan berbagai pendekatan seperti pendekatan dogmatis, exegesis, etika dll .
c. Kurikulum PAK adalah pengalaman belajar Agama Kristen yang direncanakan untuk membawa perubahan perilaku peserta didik komunitas Kristen.
d. Kurikulum PAK adalah desain kelompok social komunitas Kristen dari berbagai denominasi Gereja yang secara sepakat membuat pokok-pokok kajian pelajaran Agama untuk menjadi pengalaman belajar anak-anak Kristen di Sekolah.
e. Kurikulum PAK adalah semua pengalaman anak Kristen yang mereka lakukan dan rasakan di bawah bimbingan belajar. (Poin b-e adalah modivikasi definisi kurikulum dari pengertian kurikulum menurut Donald F. Gay dalam Dakir, 2004:5)
f. Kurikulum PAK adalah semua pengalaman yang direncanakan oleh lembaga-lembaga Kristen melalui pemerintah yang disampaikan di sekolah untuk dipakai oleh pendidik Agama Kristen dalam menolong para peserta didik Kristen dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan peserta didik Kristen yang paling baik (Modivikasi definisi Nengly dan Evaras dalam Dakir, 2004:5)
g. Kurikulum PAK adalah mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa atau isi pelajaran Agama Kristen (Modivikasi pengertian lama dari pengertian kurikulum, Nana Syaodih Syukmadinata, 2004:4) Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran atau kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa.
h. Kurikulum PAK adalah sejumlah organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat pelatihan yang didalamnya terdapat: rencana dalam bentuk tulisan, rencana itu adalah rencana kegiatan, rencana atau kurikulum itu berisi hal-hal: siswa mau dikembangkan kemana? Bahan apa yang akan diajarkan? Alat apa yang digunakan? Bagaimana cara mengevaluasinya? Bagaimana kualitas guru yang diperlukan? Kurikulum dilaksanakan dalam pendidikan formal.Kurikulum disusun secara sistematik. Pendidikan latihan mendapat perhatian (Mengambil definisi David Praf dalam Dakir, 2004:5)
2. Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Ada empat komponen yang mesti diperhatikan dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen, yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Agama Kristen
b. Isi Pendidikan Agama Kristen
c. Proses Pendidikan Agama Kristen
d. Evaluasi Pendidikan Agama Kristen
Penjelasan untuk setiap komponen:
Komponen Tujuan dan Isi Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Eli Tanya juga menyatakan bahwa rumusan tentang isi Kurikulum PAK bergantung dari bagaimana rumusan tentang tujuan PAK. Dengan kata lain isi kurikulum PAK menyangkut dengan apakah tujuan PAK.
Beberapa rumusan tentang tujuan PAK
Randolph Crump Miller
Tujuan PAK adalah membimbing setiap pribadi kedalam keputusan untuk hidup orang Kristen
Robert R. Boehlke
Tujuan PAK adalah menolong orang dari semua golongan umur yang dipercayakan kepada pemeliharaan gereja untuk member tanggapan akan pernyataan Allah dalam Yesus Kristus … supaya mereka dibawah pimpinan Roh Kudus diperlengkapi guna melayani sesama manusia atas nama Tuhan mereka di tengah-tengah keluarga, gereja, masyarakat dan dunia alam…
Joseph Lewis Sherrill
Tujuan PAK adalah usaha, biasanya oleh anggota-anggota umat Kristen, untuk berpartisipasi dalam dan untuk membimbing perubahan-perubahan yang terjadi dalam pribadi-pribadi dala, hubungan-hubungan mereka dengan Allah, dengan gereja, dengan orang-orang lain, dengan dunia dan diri sendiri.
International Council of Religious Education dalam Paul H. Vieth th. 1930 yang dikutip Eli Tanya, merumuskan tujuan PAK sbb:
.1. Meningkatkan dalam diri pribadi yang bertumbuh kesadaran akan Allah sebagai realitas dalam pengalaman manusia dan rasa adanya hubungan pribadi dengan Dia.
.2. Membimbing pribadi yang bertumbuh kepada pengertian dan penghargaan akan kepribadian, kehidupan, dan pengajaran Yesus Kristus.
.3. Meningkatkan dalam pribadi yang bertumbuh perkembangan progresif dan terus-menerus dari watak Kristus
.4. Mengembangkan dalam pribadi yang bertumbuh kemampuan dan kecendrungan untuk berpartisipasi dalam dan menyumbang secara konstruktif kepada pembangunan tata social.
.5. Membimbing pribadi yang bertumbuh untuk membangun falsafah hidup berdasarkan tafsiran Kristen tentang kehidupan dan alam semesta.
.6. Mengembangkan dalam pribadi yang bertumbuh kemampuan dan kecendrungan untuk berpartisipasi … dalam gereja
.7. Memungkinkan dalam pribadi yang bertumbuh mengasimilasikan pengalaman religious yang terbaik dari bangsa sebagai bimbingan efektif bagi pengalaman kini.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut di atas maka isi PAK dirumuskan sbb:
1. Iman Kristen: Meliputi hakekat Allah, Roh Kudus, Yesus Kristus, Manusia, Gereja, Alkitab dan pengetahuan tentang filsafat-filsafat dunia, juga tafsiran Kristen tentang alam semesta.
2. Alkitab sebagai Firman Allah: Umat Kristiani harus mengerti tentang hakekat Alkitab itu yang meliputi sejarah terjadinya, cara pemakaiannya pada berbagai kesempatan, metode-metode studi PL dan PB, dan bagaimana mengajarkannya.
3. Kehidupan Kristen: Meliputi ibadah, pergaulan, pekerjaan, menjadi orang tua bertanggung jawab, tafsiran tentang seks secara Kristen, pernikahan Kristen, hubungan dengan masyarakat, dsb.
4. Masalah Sosial: Meliputi asas-asas Kristen dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat, ekonomi dan perdagangan, pemerintah, kewarganegaraan, kerja dstnya.
5. Hubungan dunia: Meliputi misi ke seluruh dunia, gerakan oikumene, kesempatan-kesempatan dalam hubungan dengan dunia luas.
Atau isi PAK adalah Allkitab ( Allah, Kristus, Roh Kudus, Manusia, Masyarakat)
3. Asas-asas Kurikulum PAK
Menurut pertimbangan saya, asas-asas kurikulum atau landasan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dibagi menjadi beberapa asas, yaitu:
a. Azas Teologis : berkenan dengan arah kuriulum adalah pencapai tujuan pendidikan yang mengarah pada perubahan untuk kemuliaan nama Tuhan dan kemanfaatan bagi sesama manusia
b. Azas Filosofis : berkenaan dengan filsafat pendidikan yang dianut. Filsafat yang dianut di Indonesia adalah filsafat Pancasila. Maka tujuan pendidikan yang merupakan bidang kajian filosofis haruslah berkenaan dengan asas filsafat yang dianut Negara, karena PAK dilaksanakan di Negara RI. Hal ini tidak berarti bahwa kita mengabaikan Alkitab. Alkitab tetap menjadi sumber dan dasar atau asas-asas kurikulum PAK.
c. Azas Psikologis : Berkenaan dengan latar belakang peserta didik PAK. Disini PAK harus juga terbuka secara kritis-teologis terhadap ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. Ada berbagai aliran psikologi pendidikan. Masing-masing aliran psikologi itu mempunyai kelemahan dan kelebihannya. Maka kebenaran yang dihasilkan dalam berbagai aliran psikologi pendidikan dapat dipakai dalam pelaksanaan PAK. Peserta didik tentu memiliki latar belakang perkembangan psikologis yang berbeda, perbedaan dalam metode belajar dan lain-lain. Ilmu psikologi pendidikanmember masukan untuk itu.
d. Azas Sosiologis : Peserta didik dan pendidik tidak dapat dipisahkan dengan sesamanya. Proses belajar dilangsungkan dalam interaksi social. Baik itu antara peserta didik maupun guru, bahkan lingkungan di mana proses pembelajaran dilaksanakan.
e. Azas Organisatoris : Berkenaan dengan bagaimana mengorganisir penyajian materi PAK.
4. Macam-macam Kurikulum PAK
Menurut Eli Tanya, kurikulum PAK dibedakan dalam pengelompokkan sbb:
1. Uniform Lesson (pelajaran seragam): Bahan pelajaran yang sama ditujukan untuk semua golongan umur.
2. Group-graded Lesson (pelajaran yang disesuaikan dengan kelompok): Bahan pelajaran yang berbeda ditujukan untuk kelompok umur yang berlainan.
3. Closely Graded Lesson (Pelajaran yang disesuaikan secara ketat): Bahan pelajaran khusus untuk beberapa waktu saja, misalnya 1 tahun saja.
4. Pelajaran PAK di luar Gereja: lazimnya berupa buku pegangan baik untuk guru maupun murid.
5. Buku pelajaran untuk sekolah: ditujukan untuk pelajar-pelajar tingkat SD, SMP, SMA, yang diterbitkan oleh Kompak PGI
6. Kurikulum Denominasi: kurikulum yang disusun dan diterbitkan oleh denominasi tertentu untuk kalangan sendiri.
7. Kurikulum Non Denominasi: Kurikulum yang diterbitkan bukan denominasi tetapi untuk komersial
8. Kurikulum usaha bersama: kurikulum yang dihasilkan secara bersama oleh beberapa denominasi secara bersama-sama.
9. Kurikulum yang berpusatkan isi (Content-Centered Curriculum): Kurikulum yang berpusatkan pada pelajaran Alkitab, membahas bagian-bagian Alkitab satu persatu.
10. Kurikulum yang berpusatkan pengalaman (Experience-Centered Curriculum): Kurikulum yang isinya menitik beratkan pengalaman murid, lalu menghubungkannya dengan Alkitab atau iman Kristen
11. Kurikulum berdasarkan studi unit (Unit of Study): Kurikulum yang tujuannya adalah member pelajaran yang lebih luas, baik pengalaman atau pokok pelajaran.
5. Ciri-ciri yang baik dari factor-faktor pembuatan kurikulum PAK
Eli Tanya mengemukakan beberapa cirri yang baik dari hal-hal yang mendorong pembuatan kurikulum PAK, yaitu:
1. Isi kurikulum harus sesuai dengan Alkitab, meskipun tidak semua bahan terambil dari Alkitab, tetapi selalu harus Alkitabiah
2. Kurikulum harus sesuai dengan ajaran dan pengakuan gereja yang menggunakannya.
3. Kurikulum harus memanfaatkan ilmu paedagogi-termasuk di dalamnya metode atau tehnik dan proses belajar mengajar yang baik.
4. Kurikulum juga harus memperhatikan petunjuk-petunjuk psikologi belajar yang tentang cirri-ciri golongan umur pelajar, kepribadian pelajar, dsbnya.
5. Kurikulum juga harus memperhatikan penemuan-penemuan sosiologi tentang latar belakang masyarakat tertentu, kemampuan golongan-golongan, jemaat kaum tani dll.
6. Kurikulum harus dapat disesuaikan kebutuhan gereja tertentu (harus luwes sifatnya).
7. Kurikulum harus sesuai kebutuhan pengajaran yang diberikan, misalnya untuk sekolah Minggu atau kelas katekisasi.
8. Harga terbitan (buku, majalah, manual) harus pantas dan terjangkau, sehingga dapat dibeli oleh jemaat local atau murid (Eli Tanya, 2006:28-32)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kurikulum PAK adalah:
1. Apa tujuan kurikulum PAK?
2. Untuk siapa kurikulum itu dibuat?
3. Apakah kurikulum dibuat untuk murid-murid? Atau untuk sekolah, gereja atau untuk pembuatnya sendiri?
6. Hakikat Kurikulum PAK
Dalam kalangan ahli PAK pun terdapat beragam definisi tentang kurikulum. Mulai dari pengertian sederhana (Mata pelajaran Agama Kristen yang tercetak) sampai pada pengertian kurikulum yang bersifat kompleks dan maha luas. Walaupun demikian namun esensinya sama yaitu perencanaan pendidikan agama Kristen atau kurikulum pendidikan agama Kristen adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Kristen. Dalam mencapai tujuan itu maka perencanaan atau kurikulum pendidikan itu berisi isi: Tujuan, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar-mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan Agama Kristen yang telah ditentukan.
7. Ragam atau mono Definisi Kurikulum PAK
Bila kita membaca buku Robert Boehlke maka akan Nampak bahwa Boehlke memakai kata kurikulum dalam pengertian lama yaitu mata pelajaran. Namun itu tidak serta menegaskan bahwa Boehlke tidak mempunyai pandangan yang maha luas tentang pengertian kurikulum. Kita yakin bahwa Boehlke pasti lebih luas memahami definisi kurikulum mulai dari arti sederhana sampai arti yang kompleks dan luas. Penegasan ini disebabkan karena beliau adalah pakar PAK dari Amerika, pendidik Amerika tidak asing dengan kata kurikulum, karena kata kurikulum yang kita pakai di Indonesia, dipopulerkan di Indonesia pada tahun 1950-an oleh ahli-ahli pendidikan tamatan dari Amerika, demikian informasi dari S.Nasution dalam bukunya Asas-asas Kurikulum.
Ragam definisi tentang kurikulum juga dapat dipahami dalam uraian PAK oleh Homrighausen dan Enklaar. Mereka mengakui definisi kurikulum mulai dari arti sempit sampai arti yang luas.
Kesimpulannya Para Ahli PAK juga memiliki pengertian yang sederhana dan maha luas tentang pengertian kurikulum. Dan untuk aspek praktis maka sering para Pakar PAK mengartikan kurikulum dalam pengertian mata pelajaran yang disajikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dr. E.G.Homighausen dan Dr. I.H.Enklaar (Ahli PAK)
Kedua ahli di atas menyatakan: “Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan istilah “rencana pelajaran” itu? Dalam bahasa asing dipakai kata ‘Curriculum’, arti aslinya ialah lapangan perlombaan. Kita tahu bahwa perlombaan dimulai dari satu tempat yang tertentu dan berakhir pula pada tempat yang tertentu”. Homrighausen dan Enklaar menyamakan rencana pelajaran dengan curriculum (rencana pelajaran atau curriculum). Bahkan dalam kursus mengemudikan oto (mobil), pasti ada rencana atau curriculumnya. Begitu pulalah semestinya dalam Pendidikan Agama Kristen.
Secara tegas kedua ahli ini mengemukakan bahwa rencana pelajaran atau Curriculum dapat dipahami dalam arti sempit (mata pelajaran) dan curriculum dalam arti luas, yaitu segala pengaruh, persekutuan dan aktivitas yang lain, yang berhubungan dengan pelajaran bersama itu (Homrighausen dan Enklaar, 2005:87-88)
Hal menarik dalam pernyataan Homrighausen dan Enklaar adalah: Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dipertanggungjawabkan atau bagian ini dipahami dalam istilah Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon , yaitu Alkitab dalam kurikulum (kurikulum/perencanaan dalam Pendidikan Agama Kristen (Homrighausen dan Enklaar, 2005 : 87). Selanjutnya menurut penulis (Yonas Muanley) rencana pendidikan atau curriculum pendidikan itu ada dalam Alkitab (Kurikulum dalam Alkitab). Hipotesis ini lahir dari berpikir dan perenungan panjang melalui riset terhadap makna kata curriculum. Dengan demikian saya tiba pada hipotesa “Kurikulum dalam Alkitab”, dan ternyata kebenaran konsep ini ada dalam pandangan seperti Homrighausen dan Enklaar, yaitu Isi Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dapat dipertanggungjawabkan. Inti yang searah dengan konsep Kurikulum dalam Alkitab adalah penegasan kedua ahli di atas tentang perencanaan atau curriculum yang harus diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen. Sedangkan Colson dan Rigdon akan membawa penulis (Yonas Muanley) pada konsep esensi rencana atau curriculum dalam Alkitab, yaitu bahwa perencanaan itu ada dalam Alkitab karena Alkitab itu berotoritas. Otoritas Alkitab disebabkan karena pengilhaman atau pewahyuan oleh Allah yang berpribadi kepada manusia yang berpribadi sehingga selalu bersinggungan dengan perencanaan. Allah itu berpribadi maka Ia memiliki perencanaan, Ia menciptakan manuisa sebagai mahluk yang segambar maka mahluk yang segambar dan serupa dengan Allah itu mempunyai perencanaan dalam berbagai kehidupan, khususnya perencanaan dalam pendidikan. Tentang pendidikan, Alkitab memuat data yang cukup untuk sebuah studi kurikulum pendidikan (perencanaan pendidikan).
Dr. Eli Tanya
Kata kurikulum aslinya berarti lapangan perlombaan yang harus dilalui oleh murid dan guru mencapai tujuan tertentu. Lazimnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal, dsb. Tetapi kurikulum sebenarnya mempunyai arti yang luas, yaitu sepanjang hidup pelajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum sbb: Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
8. Perbedaan Kurikulum PAK dan Pendidikan Umum
Perbedaannya:
1. Rumusan tujuan pelajaran berbeda, dimensi tujuan bersifat vertical dan horisontal
2. Bahan pelajaran bersumber dari Alkitab (Alkitab = Isi PAK)
3. Proses Belajar Mengajar dimulai dengan nyanyian rohani, doa pembukaan dan doa akhir pelajaran.Pendidik tidak menjadi hamba dari media LCD, OHP dan tehnologi lainnya. Pembelajaran tetap dilangsungkan walaupun ada kendala pada media tehnologi Pendidik dan Peserta didik berserah kepada pimpinan Roh Kudus dalam proses pembelajaran
4. Perubahan tidak hanya 3 ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) tetapi pada psikospritual (kemampuan menunjukkan perubahan hidup/pertobatan dan relasinya dengan Tuhan)
5. Citra guru PAK berdimensi misiologis (orang yang melihat dapat tertarik menjadi Kristen)
Persamaannya:
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Umum sama pada:
1. Penggunakan media pembelajaran
2. Penggunaan strategi pembelajaran
3. Struktur organisasi pelajarannya sama yaitu pendahuluan,isi dan penutup.
4. Sama-sama mengarahkan pendidikan pada tujuan pendidikan Nasional
5. Para pendidik dituntut memiliki citra sebagai seorang pendidik baik di sekolah maupun di Masyarakat
6. Memperhatikan kode etik guru Indonesia
7. Isi pelajaran berbeda
8. Mendidik dengan tujuan yang jelas
9. Mengarahkan proses pendidikan pada tujuan
10. Perubahan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
Bab 4.
Konsep Kurikulum Secara Umum
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini, diharapkan peserta didik sudah dapat:
Mengemukakan Hakikat Kurikulum
Mendata dan menganalisis ragam Definisi Kurikulum dan penetapan definisi kerja
Menganalisis Ragam terminology kurikulum
Menilai dan menerapkan Fungsi kurikulum
Menganalisis Tujuan kurikulum
Menjelaskan Jenis-jenis organisasi kurikulum
Menganalisi Asas-asas kurikulum
Menjelaskan dan menerapkan Komponen-komponen kurikulum
Pendahuluan
Studi kurikulum pada bagian ini mendeskripsikan beberapa sub topic yang digabung dalam topic utama konsep kurikulum. Kerinduan kita ialah bahwa setelah berinteraksi dengan informasi yang dipaparkan di sini, para pebelajar dapat mengetahui konsep kurikulum yang dimulai dari pembahasan hakikat kurikulum. Hal ini disebabkan karena adanya ragam definisi kurikulum. Sehingga dengan memulai dari hakikat kurikulum maka dapat dipahami bahwa betapapun terdapat banyak definisi tentang kurikulum, baik dari definisi sederhana sampai pada definisi yang sangat luas tetapi semua ahli kurikulum sepakat bahwa hakikat kurikulum tidak lain adalah kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan pemahaman di atas maka maka pembahasan selanjutnya berkait dengan sub-sub topic seperti ragam definisi kurikulum dan penetapan definisi kerja, ragam terminology kurikulum, fungsi kurikulum, tujuan kurikulum, jenis-jenis organisasi kurikulum, asas-asas kurikulum, komponen-komponen kurikulum.
Bagaimana persisinya pemahaman untuk setiap topic ini maka berikut ini dideskripsikan teori-teori atau konsep kurikulum berdasarkan berbagai sumber. Pemaparan ini sifatnya kompilasi maka di sana sini akan ditemukan kutipan-kutipan langsung tapi belum diberi aturan sebagaimana mestinya aturan dalam penelitian tentang kutipan-kutipan sehingga terhindar dari praktek pelagiat. Jadi sekali lagi bahan ini hanya bersifat kompilasi dari berbagai sumber tentang topic yang dipilih untuk menjadi pengalaman belajar para pebelajar Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar.
Selanjutnya bila ini disempurnakan dalam bahan ajar maka tidak akan muncul kutipan-kutipan yang mengarah kepada praktik pelagiat. Ini tidak boleh karena dosa akademis.
1. Hakikat Kurikulum
Banyak definisi kurikulum yang satu dengan yang lain saling berbeda dikarenakan dasar filsafat yang dianut oleh para penulis berbeda-beda. Walaupun demikian ada kesamaan satu fungsi, yaitu bahwa kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tentang tujuan pendidikan, ada tujuan pendidikan Nasional, tujuan lembaga, tujuan mata pelajaran/mata kuliah, tujuan sub pokok bahasan
Filsafat Bangsa Indonesia
Pendidikan Nasional Indonesia
(sesuai Undang-undang Pendidikan Nasional)
Tujuan Lembaga/Tujuan Institusional
Tujuan Instruksional Umum/Standar Kompetensi/Tujuan Mata Pelajaran
Tujuan Instruksional Khusus/Tujuan Sub Pokok Bahasan/Kompetensi Dasar
Sumber: Dakir, 2004:1
Kurikulum yang isinya memuat berbagai komponen, seperti: tujuan, materi/isi/bahan ajar, proses (metode, strategi, media), evaluasi, dan berbagai pengalaman belajar yang satu dengan yang lain saling terkait adalah merupakan satu system, ini berarti bahwa setiap komponen yang saling terkait tersebut hanya mempunyai satu tujuan, yaitu tujuan pendidikan yang juga menjadi tujuan kurikulum. (Dakir, 2004: 1)
2. Ragam Definisi Kurikulum dan penetapan definisi kerja
Definisi kata “Kurikulum” yang mengalami perkembang/perluasan arti dalam dunia Pendidikan.
Kata Curriculum dalam dunia pendidikan selalu diartikan oleh para ahli kurikulum pendidikan sebagai berikut:
Prof. Drs. H.Dakir
Menyatakan: “Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harafiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebust ada batas start dan batas finist. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.” Selanjutnya Dakir menyatakan “dulu kurikulum pernah diartikan sebagai “Rencana Pelajaran” yang terbagi menjadi rencana pelajaran minimum dan rencana pelajaran terurai. Namun istilah ini dalam kenyataannya di sekolah rencana pelajaran tersebut tidak semata-mata hanya membicarakan proses pengajaran saja, bahkan yang dibahas lebih luas yaitu, mengenai masalah pendidikan. Oleh karena itu istilah rencana pelajaran kiranya kurang tepat atau tidak sesuai.
Prof. Dr. S. Nasution, M.A. (Ahli Pendidikan Umum)
Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa Latin “curriculum”semula berarti “a running course, or race course, especially a chariot race corse” dan terdapat pula dalam bahasa Perancis, “courier” artinya to run, berlari”. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. (Nasution, 1989 : 9)
Selain itu Nasution juga menyatakan: “Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812. Kata kurikulum baru dicantumkan untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pengertian kata kurikulum dalam kamus Webster pada waktu itu (1856) ialah: “1. A race cource; a place for running; a chariot. 2. A course in general; applied particulary to the course of study in a university”. Jadi, dengan kurikulum dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. “Kurikulum juga berarti “chariot”, “semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari start sampai finish”. Di samping penggunaan “kurikulum” semula dalam bidang olahraga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata pelajaran di perguruan tinggi. Selanjutnya dalam perkembangan kemudian, pengertian kata kurikulum diperluas artinya. Perluasan pengertian kata kurikulum dapat dilihat dalam kamus Webster tahun 1955. Dalam kamus Webster terbitan tahun 1955, kata kurikulum diartikan dalam beberapa pengertian, yaitu:
d. A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to degree.
e. The whole body of courses offered in an educational institution, or department there of,-the usual sense.
Dari dua arti tentang kurikulum yang muncul dalam kamus Webster, maka kata “kurikulum” khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.
Prof. Dr. S. Nasution, M.A., menegaskan bahwa walaupun ada bermacam-macam definisi tentang kurikulum tetapi lazimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Prof. Dr. S. Nasution, M.A. juga menyatakan bahwa ada sejumlah ahli teori kurikulum yang menyatakan: kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah (Nasution, 1989 : 5)
Prinsip kurikulum yang ditegaskan disini adalah perencanaan atau kegiatan yang direncanakan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah pengawasan suatu lembaga. Perencanaan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Jadi kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan.
Definisi sederhana/konsep lama atau pengertian lama tentang kurikulum
Berdasarkan pengertian kata, kurikulum yang merupakan bahasa Latin, yaitu dari kata ‘currere’ secara harafiah berarti lapangan perlombaan lari. Dalam lapangan perlombaan tersebut ada batas start dan batas finist. Kata ini kemudian dipakai dalam dunia pendidikan, yaitu bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar. Berdasarkan pemahaman seperti ini, maka dulu kata kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan sbb:
a. Kurikulum adalah rencana pelajaran.
b. Kurikulum adalah kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa
c. Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dengan tujuan tersendiri namun memberi sumbangannya agar tercapai tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan (Nasution, 1989:60)
Pengertian kurikulum seperti yang dirumuskan di atas mulai mengalami perkembangan pengertian yang disebabkan karena perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, dimensi waktu dan tempat. Artinya kurikulum mengambil bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar pada waktu lampau dan waktu yang akan datang. Demikian pula tidak mengambil berbagai bahan ajar setempat/local atau yang disebut kurikulum lokal) tetapi juga bersifat nasional (kurikulum nasional) dan juga bersifat internasional atau global (kurikulum Internasional).
Dengan demikian kurikulum itu merupakan program pendidikan bukan program pengajaran, yaitu program yang direncanakan diprogramkan dan dirancangkan yang berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang berasal dari waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan datang.
Jadi kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selanjutnya beberapa pengertian yang luas tentang kurikulum
William B. Ragan mengartikan, kurikulum ialah semua pengalaman anak yang menjadi tanggungjawab sekolah
Robert S. Flaming mendefinisikan, kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar anak yang menjadi tanggung jawab sekolah
David Praff mengartikan kurikulum ialah seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat pelatihan. Dalam definisi ini dirinci sbb: rencana tersebut dalam bentuk tulisan, rencana itu ialah rencana kegiatan, kurikulum berisikan: peserta didik mau dikembangkan ke mana?, Bahan apa yang akan diajarkan?, Alat apa yang digunakan? Bagaimana cara mengevaluasinya? Bagaimana kualitas guru yang diperlukan? Kurikulum dilaksanakan dalam pendidikan formal, kurikulum disusun secara sistemik, pendidikan latihan mendapat perhatian (Dakir, 2004:4-5)
Donald F. Gay mengartikan kurikulum ialah sejumlah bahan pelajaran yang secara logis. Kurikulum ialah pengalaman belajar yang direncanakan untuk membawa perubahan perilaku anak (perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik). Kurikulum ialah disain kelompok social untuk menjadi pengalaman belajar anak di sekolah. Kurikulum ialah semua pengalaman anak yang mereka lakukan dan rasakan di bawah bimbingan belajar.
Nengly dan Evaras mengdefinisikan kurikulum ialah semua pengalaman yang direncanakan yang dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik.
Inlow mendefinisikan, kurikulum ialah susunan rangkaian dari hasil belajar yang disengaja.
Saaylor, mendefinisikan kurikulum ialah keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi proses belajar-mengajar baik langsung di kelas tempat bermain, atau di luar sekolah.
3. Ragam terminology kurikulum
Core curriculum (inti kurikulum), yaitu pengalaman belajar yang harus diberikan baik yang berupa kebutuhan individual maupun kebutuhan umum.
Core Curriculum mengandung: tujuan yang mendasar dan luas, bahan terdiri atas berbagai pengalaman belajar yang disusun atas dasar unit kerja, metode yang digunakan sangat fleksibel, bimbingan belajar sangat diperlukan.
Hidden Curriculum (kurikulum yang tersembunyi). Kurikulum ini tidak direncanakan, tidak diprogramkan dan tidakdirancang tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap out put dari proses belajar-mengajar. Hidden Kurikulum meliputi yang tidak dipelajari dari program sekolah yang non akademik. Selain itu hidden curriculum dapat juga berhubungan dengan pendidikan moral dan peran guru dalam mentransformasikan standar moral.
Curriculum Fondation : atau disebut asas-asas kurikulum mengingatkan bahwa dalam penyusunan kurikulum hendaknya memperhatikan filsafat bangsa yang dinamis, keadaan masyarakat beserta kebudayaannya, hakikat anak dan teori belajar.
Curriculum Construction: pembahasan berbagai komponen kurikulum dengan berbagai pertanyaan: Misalnya, kemana arah tujuan pendidikan?, bagaimana merancang kurikulum yang efektif?, materi apa yang akan diberikan?, dll
Curriculum Development (perkembangan kurikulum): pembahasan berbagai macam model pengembangan kurikulum selanjutnya. Hal yang diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah: Siapa yang berkepentingan, guru, tenaga bukan pengajar, orang tua atau siswa? Siapa yang akan terlibat dalam pengembangan kurikulum? Pihak karyawan, komisi-komisi yang akan dibentuk? Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana pengorganisasiannya?
Curriculum Implementation: membicarakan seberapa jauh kurikulum dapat dilaksanakan. Yang perlu dipantau adalah proses pelaksanaannya, evaluasinya. Selanjutnya atas dasar hasil evaluasi perlu tidaknya kurikulum direvisi untuk penyempurnaan.
Curriculum Enggineering (pembinaan kurikulum) adalah proses yang memaksa untuk memfungsikan system kurikulum di sekolah. Ada tiga fungsi, yaitu: (1) menghasilkan kurikulum, (2) melaksanakan kurikulum, (3) menilai keefektifan kurikulum dan sistemnya.
Curriculum Improvement (penyempurnaan kurikulum) - Curriculum Change (perubahan Kurikulum). Penyempurnaan kurikulum menekankan pada perubahan-perubahan pada aspek tertentu tanpa mengubah konsep dasar pada kurikulum tersebut. Sedangkan Perubahan Kurikulum menekankan pada perubahan bentuk pada rangka, rancangan, tujuan, isi, luas bahan kurikulum, dan keaktifan belajar.
Teori Kurikulum : berisikan berbagai konsep kurikulum atas dasar filsafat yang dianut oleh para penulisnya.
Curriculum History ( Sejarah Kurikulum) : pembahasan tentang berbagai macam kurikulum pada masa yang lalu. Untuk bahan bandingan perenungan pengonsepan kurikulum yang akan datang.
Curriculum Planing (Perencanaan Kurikulum): membahas berbagai penyiapan data, langkah-langkah yang akan ditempuh, kendala-kendala yang mungkin timbul, berbagai konsep yang sesuai, berbagai pengalaman yang mendukung, dasar-dasar hokum yang dipakai dan sebagainya. Kemudian pembentukkan pokja yang dipilih untuk menyusun kurikulum yang diharapkan.
Curriculum Evaluation (Evaluasi Kurikulum): membahas berbagai kegiatan memonitor, baik proses maupun produknya pada pelaksanaan kurikulum dengan maksud mencari data untuk keperluan revisi lebih lanjut.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan dengan evaluasi kurikulum:
(1). Reflektif evaluation penilaian kurikulum sebelum kurikulum dilaksanakan. Jadi penilaian yang dilakukan di belakang meja atas dasar berbagai pertimbangan para ahli yang berupa landasan teori, hasil penelitian, pengalaman, musyawarah, dsbnya.
(2) Try out evaluation. Perlunya evaluasi pada try out dimaksudkan agar sebelum dilaksanakan dicobakan terlebih dahulu pada skala kecil, pada beberapa sekolah yang dianggap dapat mewakili untuk diketahui berbagai kelemahan yang mungkin terjadi dan dijadikan bahan pertimbangan untuk diadakan revisi seperlunya.
(3) Formative evaluation: setelah kurikulum direvisi atas dasar try out tersebut selesai, kemudian didesiminasikan ke sekolah-sekolah yang lebih luas lagi, dimonitor tahap demi tahap, komponen demi komponen, kemudian diadakan evaluasi. Evaluasi inilah yang disebut formative evaluation.
(4) Sumative evaluation: dilakukan dengan cara mengevaluasi secara keseluruhan baik prosesnya maupun produknya.
Kurikulum muatan local: karena bervariasinya situasi dan kondisi daerah di Indonesia, pemerintah menyerahkan berbagai studi yang bahannya didapat di daerah setempat dengan koordinasi dengan Dinas Depdiknas setempat untuk menyusun kurikulum muatan local.
4. Fungsi dan tujuan kurikulum
Kata fungsi memiliki banyak arti. Kata ini berasal dari bahasa Inggris “function” yang memiliki beberapa arti diantaranya: fungsi berarti jabatan, kedudukan, kegiatan dan sebagainya. Sedangkan dalam kalimat bahasa Indonesia kata: fungsi, tugas, dan tujuan kadang-kadang agak rancu. Kalimat tersebut akan menjadi jelas kalau ditandai dengan kata depan sbb:
Anton berfungsi sebagai guru, tugasnya mengajar, tujuannya untuk mencerdaskan siswa.
Alek berfungsi sebagai polisi, tugasnya mengamankan daerah, tugasnya agar tercapainya ketenangan warga.
Kalau subjeknya bukan person, kegunaan kata fungsi agak berbeda, misalnya:
Pensil ini berfungsi sebagai alat untuk menulis
Pisau ini berfungsi sebagai alat untuk menyayat
Mobil ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Jadi, bila subjeknya adalah orang maka
Fungsi : jabatan, kedudukan
Tugas : kegiatan yang akan dilaksanakan
Tujuan : sesuatu yang akan dicapai
Bila subyeknya bukan orang maka kata,
Fungsi : sebagai alat
Tugas : sebagai alat
Tujuan : sesuatu yang akan dicapai
Mengacu kepada definisi kurikulum adalah sejumlah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan definisi ini maka fungsi kurikulum berkaitan dengan komponen-komponen yang ada mengarah pada tujuan pendidikan.
Komponen yang dimaksud dalam definisi kurikulum di atas:
1. Sejumlah rencana. Apakah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai?
2. Materi. Apakah komponen materi yang tersusun dalam kurikulum itu sesuai dengan tujuan yang dicapai?
3. Metode/media yang dipilih. Apakah metode/proses berfungsi pula untuk mencapai tujuan yang akan dicapai?
4. Para penyelenggara. Apakah para penyelenggara pendidikan berfungsi pula dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan pendidikan?
Jadi, fungsi kurikulum dalam pembahasan ini berkaitan dengan komponen-komponen yang ada mengarah pada tujuan pendidikan. Komponen-komponen yang dimaksud seperti: apakah perencaan itu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai? Apakah komponen materi yang tersusun dalam kurikulum itu sesuai dengan tujuan yang dicapai? Apakah metode (cara), pemilihan media berfungsi untuk mencapai tujuan yang akan dicapai? Apakah para penyelenggara pendidikan berfungsi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan pendidikan?
Yang terkait dalam kurikulum sekolah secara langsung ialah: guru, kepala sekolah, para penulis buku ajar, dan masyarakat.
Fungsi kurikulum bagi para penulis bahan ajar
Menolong para penulis bahan ajar untuk membuat bahan ajar. Para penulis bahan ajar harus memperhatikan atau mempelajari terlebih dahulu kurikulum yang berlaku pada waktu menyusun bahan ajar.
Menolong para penulis bahan ajar untuk membuat berbagai pokok bahasan maupun sub pokok bahasan yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku
Menolong para penulis bahan ajar untuk menganalisis instruksional (analisis instruksional) terlebih dahulu (di PT : merekonstruksi mata kuliah).
Menolong penulis bahan ajar untuk menyusun Garis Besar Program Pelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran tertentu
Menolong penulis bahan ajar untuk menentukan sumber bahan (buku, makalah, majalah, jurnal, Koran, hasil penelitian dan sebagainya) yang relevan
Fungsi Kurikulum bagi Guru/Dosen:
Menolong guru atau dosen untuk mendapat petunjuk tentang Garis Besar Pokok Pengajaran (GBPP)
Menolong guru/dosen mencari sumber-sumber bahan yang relevan atau yang telah ditentukan oleh pihak yang berkompeten, misalnya Depdiknas dsb.
Menolong guru dan dosen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan)
Menolong guru untuk mencermati tujuan pendidikan yang dicapai oleh lembaga pendidikan di mana ia bekerja. Misalnya ada tujuan pendidikan pada Sekolah Dasar, tujuan pendidikan Sekolah Menengah Pertama, tujuan pendidikan Sekolah Menengah Atas, tujuan pendidikan pada Perguruan Tinggi.
Fungsi Kurikulum bagi kepala Sekolah
Menolong kepala sekolah dalam mengadakan supervise kurikulum (supervise adalah segala usaha supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, pengarahan motivai, nasihat, dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar-mengajar yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar peserta didik). Sasaran supervise: penilaian kepala sekolah atas kemampuan guru menyusun satpel (memilih bahan, metode, dan media), menyusun rencana kerja atas dasar kurikulum, melaksanakan proses pembelajaran, melaksanakan penilaian hasil pembelajaran. Atau sasaran supervise menyangkut: bagaimana guru menyusun satpel?, Bagaimana guru menyusun rencana kerja atas kurikulum?, Bagaimana guru melaksanakan proses pembelajaran?, Bagaimana guru melaksanakan penilaian hasil belajar?
Supervisi juga dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan sebagainya. Dengan demikian akan ditemukan berbagai kelemahan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemudian diadakan pembinaan seperlunya, baik yang berupa pembinaan bidang studi maupun bidang administrasi kurikulum dengan harapan proses pembelajaran maupun produknya akan lebih memusat.
Fungsi Kurikulum bagi Masyarakat
Menolong masyarakat mengetahui alat produsen dari sekolah
Menolong masyarakat agar sinkron dengan produsen dan konsumen
Menolong masyarakat dalam kebutuhannya
Jadi fungsi berarti jabatan, kedudukan, kegiatan fungsi kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Kalau salah satu komponen dalam kurikulum tidak berfungsi akan mengakibatkan komponen yang lain terganggu, fungsi kurikulum bagi guru sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan proses pembelajar. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah sebagai pedoman untuk melaksanakan supervise kurikulum terhadap para guru pemegang mata pelajaran. Fungsi kurikulum bagi masyarakat mendorong sekolah agar dapat menghasilkan berbagai tenaga yang dibutuhkan oleh masyarakat. Fungsi kurikulum bagi para penulis buku ajar untuk dijadikan pedoman dalam menyusun bab-bab dan sub-sub bab beserta isinya.
Dengan kata lain fungsi kurikulum dapat diibaratkan “kendaraan” yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
a. Auto (kendaraan) sebagai kurikulum
b. Sopir sebagai guru
c. Penumpang sebagai siswa
d. Tempat yang dituju sebagai tujuan pendidikan
e. Jarak yang ditempuh sebagai alat (TIU/TIK)
f. Hambatan di jalan sebagai kendala-kendala dalam proses pembelajaran.
g. Bengkel sebagai biro perencanaan kurikulum.
5. Tujuan Kurikulum
Tujuan adalah segala sesuatu yang ingin dicapai. Segala sesuatu itu dapat berupa benda konkrit baik yang berupa barang maupun tempat, atau dapat juga berupa hal-hal yang sifatnya abstrak, misalnya cita-cita yang mungkin berupa kedudukan atau pangkat/jabatan maupun sifat-sifat luhur. Jadi tujuan dapat berupa hal-hal yang sederhana dapat pula berupa hal-hal yang komplek. Cara penyampaiannya ada berbagai macam. Ada yang hanya dengan kegiatan fisik, tetapi ada yang dengan cara membuat rencana dulu, diprogramkan, mencari dana kemudian mengerahkan tenaga baik secara fisiki maupun psikis.
Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan sendiri adalah sesuatu yang abstrak, ruwet, dan komplek.
Beberapa terminology yang berhubungan dengan tujuan.
a. Aim : suatu tujuan umum yang akan dicapai dengan relative memakan
waktu yang lama. Misalnya Tujuan Pendidikan Nasional
b. Objective : tujuan yang berupa bagian dari aim yang diprogramkan secara
bulat. Misalnya Tujuan Institusional (tujuan lembaga)
c. Goal : bagian tujuan dari objective yang berupa bagian-bagian yang
diprogramkan secara utuh. Misalnya Tujuan Instruksional Umum
(TIU) atau tujuan mata pelajaran
d. Target : sasaran tujuan pendidikan yang berupa berbagai pokok
permasalahan. Misalnya: Tujuan Instruksional Khusus (TIK),
sasarannya adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok
bahasan.
Hirarki Sasaran tujuan Contoh
Aim Tujuan system Tujuan Pendidikan Nasional
Objective Tujuan komponen Tujuan Instruksional
Goal Tujuan variasi TIU
Target Tujuan sub variasi TIK
Jenis-jenis tujuan:
a. Konsepsi kurikulum Humanistik, tujuannya mengutamakan perkembangan kesadaran pribadi untuk mencapai aktualisasi diri.
b. Konsepsi Kurikulum Rekonstruksi social, tujuannya untuk menyiapkan peserta didik agar dapat menghadapi berbagai perubahan masyarakat pada masa yang akan datang dan dapat menyesuaikannya
c. Konsep kurikulum Teknologi, tujuannya terutama pada pengembangan hasil pendidikan yang dapat ditiru.
d. Konsep kurikulum subyek Akademik, tujuannya terutama untuk melatih piker
6. Sumber Perumusan Tujuan Kurikulum
Perumusan tujuan kurikulum dapat diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu:
a. Kebudayaan Masyarakat
b. Individu
c. Mata Pelajaran, disiplin Ilmu
Tingkatan tujuan kurikulum, yaitu ada tingkat Nasional yang berhubungan erat dengan falsafah bangsa dan Negara dan dengan politik Negara pada suatu saat. Tujuan pendidikan nasional bersifat umum seperti membentuk manusia pancasila, manusia demokratis, manusia yang taqwa kepada Tuhan, manusia pembangun dan sebagainya.
Tingkat lembaga pendidikan yang dicapai melalui berbagai pelajaran yang lazim disebut tujuan kurikuler. Tujuan yang tercantum dalam tujuan institusional ternyata tidak dapat dicapai melalui salah satu mata pelajaran. Misalnya berpikir kritis objektif. Tujuan ini terdapat dalam berbagai mata pelajaran atau bidang studi. (Sumber, Dakir)
Berpikir Kritis
Matematika
Fisika
Biologi
Kimia
Sejarah
Geografi
Dll
Selain itu perlu diketahui bahwa sumber bahan pelajaran untuk kurikulum ialah :
pengetahuan, masyarakat, dan anak.
a. Pengetahuan. Bila kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan akan cendrung memilih bentuk kurikulum yang subject centered. Untuk itu dimanfaatkan berbagai disiplin ilmu yang telah tersusun secara logis sistematis oleh para ahli dan ilmuwan dalam cabang ilmu masing-masing. Organisasi kurikulum inilah yang paling tua dan masih dominan.
b. Masyarakat. Bila kurikulum didasarkan atas analisis masyarakat, misalnya “social functions” atau “persisten life situations” hanya akan dapat dilaksanakan dengan kurikulum yang integrated atau terpadu. Kurikulum yang subject-centered tidak akan sesuai untuk tujuan itu.
c. Anak. Bila kurikulum didasarkan atas analisis kebutuhan anak/pemuda, yang biasanya disajikan dalam bentuk masalah yang luas, maka kurikulum yang serasi juga bercorak integrated.
7. Perumusan Tujuan
Agar suatu tujuan dapat diwujudkan diinginkan agar perumusannya spesifik. Setiap materi pelajaran mempunyai sejumlah tujuan, seperti menghargai keindahan karya sastra. Namun tujuan serupa itu masih dianggap umum dan harus lagi dirinci, dispesifikan, sehingga berupa bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dengan demikian dapat pula diukur taraf ketercapainya.
Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk cara merumuskan tujuan:
Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsure proses dan produk. Yang termasuk proses antara lain: menganalisis, menginterpretasi, mengingat, dan sebagainya. Produk adalah bahan yang terdapat dalam tiap matapelajaran. Jadi tujuan dapat berbunyi: menganalisis sebab-sebab terjadinya revolusi, menafsirkan makna peraturan pajak, memahami dan menghafal rumus-rumus tentang gravitasi, dan sebagainya.
Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi spesifik sehingga diperoleh bentuk kelakuan yang diharapkan dapat diamati.
Memberi petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Misalnya menghasilkan karya sastera tidak diperoleh dengan membaca karya sastera akan tetapi dengan membuat suatu karangan yang mengandung corak seni.
Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera akan tetapi ada kalanya memakan waktu yang lama, seperti berpikir kritis, menghargai seni sastera, dan sebagainya. Sering dalam perumusan tujuan timbul kesan bahwa suatu ketrampilan berpikir atau sikap dapat diwujudkan dalam satu satuan pelajaran tertentu.
Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan atau pengalaman belajar tertentu. Maksudnya perumusan tujuan janganlah terlampau umum dan muluk-muluk yang sulit dicapai di kelas/dilakukan di kelas dan di luar kelas.
Tujuan itu harus komprehensif, artinya meliputi segala tujuan yang ingin dicapai di sekolah, bukan hanya penyampaian informasi, akan tetapi juga ketrampilan berpikir, hubungan social, sikap terhadap bangsa dan Negara, dan sebagainya (Hilda Taba dalam Nasution, 1993:43-44)
Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dapat diukur, hingga manakah tujuan itu tercapai
Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai, misalnya apakah menghitung dengan menggunakan kalkulator.
Harus pula ditentukan criteria tentang tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleh siswa, misalnya membaca rata-rata sekian kata dalam satu menit.
Dalam merumuskan tujuan hendaknya digunakan kata kerja yang menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa setelah belajar.Misalnya kata kerja “memahami” tidak serasi karena tidak dapat diobservasi/diukur. Sebaliknya kata kerja “dapat menjelaskan”, “mnyebutkan” menunjukkan bentuk kelakuan yang nyata yang dapat diamati bahkan diukur kebenarnnya (poin g – j adalah cara merumuskan tujuan menurut Robert F. Mager, Nasution, 1993:45)
Caria tau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa.
Tentukan suatu “referent situation” yaitu suatu situasi di mana tujuan itu dapat diterapkan secara nyata. Misalnya: Berbahasa Inggris dalam took Inggris.
Tulis suatu test berkenaan dengan situasi referensi itu yang dengan cermat menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standar kelakuan dalam situasi itu. Tujuannya agar siswa dapat menerapkan apa yang dipelajarinya dalam situasi yang nyata.
Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang berhubungan dengan situasi refrensi itu (poin k – n adalah cara menyusun tujuan menurut Davies, cs. Dalam Nasution, 1993:45-46
8. Organisasi Kurikulum
Tujuan organisasi kurikulum
Karena kurikulum merupakan rencana untuk keperluan pelajaran anak, maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Organisasi atau disain kurikulum dimaksud untuk memudahkan anak belajar. Dalam organisasi kurikulum dicoba diwujudkan apa yang diketahui tentang: teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum itu menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajarinya, keseimbangan bahan pelajaran dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan. Organisasi atau disain kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya.
Seperti halnya dengan disain suatu gedung misalnya, disain itu akan berbeda-beda menurut tujuan gedung itu, apakah untuk sekolah, gudang, took atau tempat tinggal. Demikian pula ada perbedaan disain kurikulum yang bertalian dengan tujuan yang diutamakan, apakah penguasaan kebudayaan dan pengetahuan umat manusia, ataukah kebutuhan masyarakat atau anak. Bila tujuannya terutama transmisi atau penyampaian kebudayaan dan pengetahuan maka yang paling sesuai adalah organisasi kurikulum berupa mata pelajaran yang lazim disebut subject curriculum. Akan tetapi bila kebutuhan masyarakat atau anak menjadi tujuan utama maka kurikulum yang paling serasi adalah kurikulum yang berdasarkan masalah-masalah masyarakat atau anak/pemuda yang biasanya bersifat integrated atau terpadu
Disain kurikulum sebagaimana yang dipaparkan di atas bertalian erat dengan tujuan yang akan dicapai, maka kurikulum dengan disain tertentu tak akan dapat sepenuhnya mewujudkan tujuan yang iutamakan oleh kurikulum berorganisasi lain. (Nasution, 1993:105-106).
Jenis-jenis organisasi kurikulum
Dalam teori kurikulum dikenal beberapa jenis organisasi kurikulum, yaitu:
a. Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subject curriculum)
Mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum)
Mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). Contoh, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam atau Science) merupakan gabungan antara Fisika, Kimia, dan Biologi. IPS (ilmu pengetahuan social/social studies) merupakan gabungan antara Sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi, dan psikologi. Bahasa yakni gabungan antara Tatabahasa, Membaca, Mengarang, Bercakap-cakap dan sebagainya
a. Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Berdasarkan “social functions atau major areas of living
Berdasarkan masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda
Berdasarkan pengalaman pemuda (experience curriculum, activity curriculum)
Kurikulum inti atau core curriculum (Nasution,1993:106-107)
Uraian lengkap lihat foto kopi Nasution hal. 108 -126
9. Asas-asas kurikulum
Dalam menyusun kurikulum maka ada azas-azas yang harus diperhatikan. Azas-azas itu dipaparkan sbb:
Asas Filosofis Kurikulum: Asas filosofis pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan
Asas Psikologis Kurikulum: Asas psikologi memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar berhasil disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangannya
Asas Sosiologis Kurikulum: Asas sosiologis memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Asas Organisatoris Kurikulum: Asas organisatoris memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimanakah bahan pelajaran disusun, bagaimana luas dan urutannya.
10. Komponen kurikulum
Komponen-komponen kurikulum yang lazim disebut dan selalu dipertimbangkan dalam pembuatan dan pengembangan setiap kurikulum adalah:
1. Tujuan
2. Bahan pelajaran (Materi/isi)
3. Proses (Proses belajar mengajar, strategi belajar-mengajar, penggunaan media, penentuan sumber belajar dll)
4. Penilaian atau evaluasi.
Tiap komponen dalam kurikulum saling berhubungan erat satu dengan semua komponen lainnya, jadi tujuan berhubungan erat dengan bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian. Artinya tujuan yang berlainan, kognitif, afektif, atau psiko-motor akan mempunyai bahan pelajaran yang berlainan, proses belajar mengajar yang lain dan harus dinilai dengan cara yang lain pula.
Juga dalam bidang kognitif pun tujuannya akan berbeda, misalnya bahan pengetahuan tentang fisika lain tujuannya dengan misalnya geografi atau sejarah, proses belajar dan penilaian pun mungkin berbeda.
Tujuan
Penilaian Bahan Pelajaran
Proses Belajar-Mengajar
Tanda panah di atas melambangkan interrelasi antara komponen-komponen kurikulum. Setiap komponen saling berhubungan
Urutan komponen dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum sbb:
1. Memulai dengan merumuskan tujuan kurikulum (Merumuskan tujuan)
2. Diikuti dengan penentuan atau pemilihan bahan pelajaran
3. Menentukan proses belajar-mengajar
4. Dan menentukan alat penilaian (Kuiz, ujian, diskusi dll)
Namun ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan tujuan disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses belajar-mengajarnya.
Ada pula yang memulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari, sering dengan pedoman pada buku pelajaran yang dianggap serasi. Sesudah itu baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan itu. Akhirnya dipikirkan proses belajar-mengajar dan cara penilaiannya.
Dalam praktek biasanya semua unsure itu dipertimbangkan tanpa urutan yang pasti. Sekalipun telah dimulai dengan perumusan tujuan, masih ada kemungkinan perubahan atau tambahan setelah mempelajari bahan yang dianggap perlu diberikan.
Bab 5
Berbagai Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini, diharapkan peserta didik dapat:
Menilai dan menerapkan Pendekatan Bidang Studi
Menilai dan menerapkan Pendekatan Interdisipliner
Menilai secara kritis-teologis Pendekatan Rekonstruksionisme Dalam kurikulum PAK
Menjelaskan kekurangan dan kelebihan Pendekatan Humanistik
Menjelaskan Pendekatan Accountability
Menjelaskan Pendekatan Pembangunan Nasional
Pendahuluan
Kurikulum dalam pemaparan terdahulu ditegaskan bahwa ada banyak definisi kurikulum tetapi esensinya satu yaitu kurikulum hanyalah alat mencapai tujuan pendidikan. Manusia yang menjadi subjek pendidikan senantiasa mengalami kemajuan, maka kurikulumpun harus mengalami pengembangan. Dengan kata lain pengembangan kurikulum merupakan implikasi logis dari perkembangan dalam masyarakat. Bila kurikulum tidak ikut mengalami pengembangan maka produk pendidikan tidak dapat diterima dalam masyarakat.
Dalam literature kurikulum Pendidikan Umum, para ahli kurikulum memaparkan beberapa pendekatan atau metode pengembangan kurikulum. Di Indonesia, para ahli kurikulum mengemumukakan enam pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Keenam pendekatan itu dalam penerapannya pada kurikulum PAK sangatlah bergantung pada perumus-perumus kurikulum PAK. Pendakatan mana yang akan dipakai, mungkin tidak secara menyeluruh keenam pendekatan tetapi paling tidak beberapa atau kombinasi pendekatan. Untuk jelasnya maka berikut ini akan dijelaskan keenam pendekatan tersebut.
Pemaparan untuk keenam pendekatan sebagaimana yang disebutkan di atas bersifat mengutip secara menyeluruh penjelasan setiap bagian berdasarkan bahasa buku (mengkopi) tetapi ada pula yang menggunakan kutipan tidak langsung. Pendekatan ini ditempuh karena bahan ini (bab 3 dan 4) masih bersifat kompilasi materi, sehingga bahan dikutip secara penuh dari sumber asli. Penegasan ini penting untuk bahaya pelagiat.
1. Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
(sumber: Prof. Dr. S. Nasution, M.A., hal.43-47, pokok bahasan dikutip secara langsung)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS dan sebagainya. Yang diutamakan dalam pendakatan ini ialah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini sesuai dengan filsafat realisme. Pendekatan ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh karena disiplin ilmu telah jelas batasannya dank arena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang diajarkan.
2. Pendekatan Interdisipliner
Walaupun sudah ada pendekatan bidang studi namun telah disadari bahwa masalah-masalah dalam kehidupan manusia tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner. Dalam konsep pemahaman seperti itu maka dikembangkan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisiplinerpun dibagi dalam beberapa pendekatan.
a. Pendekatan Broad-Field: pendekatan yang berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Misalnya. Penyajian mata pelajaran IPS dengan membicarakan “lingkungan rumah” atau “orang yang berjasa di rumah”. Untuk itu guru menyiapkan suatu unit yang antara lain dapat membicarakan:
Letak rumah (dibuat peta)
Tukang pos yang mengantar surat
Tukang sayur yang menjajakan macam-macam makanan (sayur, ikan, daging, dll).
Tukang angkut sampah yang datang dengan truk
Tukang Koran yang mengantarkan Koran tiap pagi dan majalah sekali seminggu.
Ibu yang setiap hari mengurus rumah tangga
Kaka yang turut membantu ibu memasak, membersihkan rumah
Bibi yang masak, sapu halaman
Biaya rumah tangga setiap hari, tiap bulan untuk macam-macam pengeluaran.
Dll
Dalam pelajaran itu telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu seperti geografi (lokasi rumah), ekonomi (biaya rumah tangga), matematika (pengeluaran tiap pagi untuk membeli sayur dsb), sejarah (di mana ayah dulu tinggal dan belajar), sains (bagaimana rumah melindungi manusia terhadap pengaruh cuaca).
Konsep kurikulum yang sama dapat digunakan di tingkat SD, SMP, SMA dan PT. Misalnya IPS yang secara interdisipliner menggabungkan unsure-unsur geografi, sejarah, politik, ekonomi, antropologi, dan sebagainya, atau IPA yang menggabungkan fisika, biologi, kimia, astronomi, dan lain-lain.
Pendekatan broad-field ini juga dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia. Misalnya perang Vietnam dan Korea, antara perang Irak-Iran dengan harga minyak bumi di Indonesia. Dsbnya.
b. Pendekatan kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah social atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum ini berusaha untuk menghilangkan tembok pemisah yang tidak wajar antara berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah social personal masa kini.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengeathuan umum ini layak dimiliki tiap mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilihnya.
Misalnya Universitas Harvard tahun 1982 menentukan sebagai inti lima bidang ditambah ketrampilan Komputer, yakni: Kesusastraan, Sejarah, Analisis social dan penalaran moral, Sains dan matematika, kebudyaan asing.
Mahasiswa tidak diwajibkan mengikuti mata kuliah tertentu, akan tetapi bersama penasihatnya memilih matakuliah yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhan serta minat mahasiswa.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi.
Kurikulum ini memfusikan atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi bidang studi baru, mislanya: geografi + geologi + botani + arkeologi menjadi earth sciences.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sering memaksa diadakannya fusi antara beberapa disiplin tradisional, misalnya: biologi + fisika difusi menjadi biofisika; biologi + kimia difusikan menjadi biokimia atau biogenetika
Semua pendekatan interdisipliner ini mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
3. Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini sering disebut rekonstruksi social karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, kemiskinan dsb. Akibat kemajuan tehnologi, perang dan damai, keadilan social, hak asasi manusia, dll.
4. Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada peserta didik, jadi student-centered”, dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan sebagai bagian dari proses belajar. Para pendidik humanistic yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu member hasil maksimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri peserta didik berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Siswa dengan konsep diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan belajar dari pada peserta didik dengan konsep diri positif.
Selanjutnya peserta didik hendaknya diikutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Mereka hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Mereka hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan. Mereka bertanggungjawab atas pelaksanaan keputusan bersama.
Pendidikan yang berpusat pada peserta didik memfokuskan kurikulum pada kebutuhan peserta didik baik personal maupun social. Murid-murid SD misalnya diajarkan cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan sopan santun, mengembangkan rasa percaya akan kemampuan diri dan konsep diri yang sehat.
Pendekatan humanistic dalam kurikulum didiasarkan atas asumsi-asumsi sbb:
Peserta didik akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
Siswa yang diturut sertakan dalamperencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggungjawab atas keberhasilannya.
Hasil belajar akan meningkat dalam suasan belajar yang diliputi oleh saling mempercayai, saling membantu, saling menjadikan dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar member tanggungjawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikapn positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar.
Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu.
Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri.
Kurikulum humanistic didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut “psikologi humanistic” yang erat berhubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori kepribadian (khususnya Maslow). Pendekatan Humanistik tampak terutama dalam proses interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dalam cara menyajikan pelajaran, dan bukan dalam orientasi falsafahnya.
5. Pendekatan “Accountability”
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama kalinya diperkenalkan oleh Frederick Taylor dalam bidang industry. Pendekatan ini selanjutnya dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.
Model latihan ini lambat laun makin canggih dan berkembang menjadi suatu bidang studi yang sering disebut ‘instrucsinal technology” atau teknologi instruksional. Pendekatan instruksi ini sangat sistematis dengan merumuskan hasil belajar yang spesifik (TIK atau tujuan instruksional Khusus) yang dapat diamati dan diukur. Dalam pendidikan kita metode ini dikenal sebagai PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
Gerakan Akuntabilitas dalam tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an menyebar dengan pesat dan mendesak system pendidikan di seluruh dunia agar lebih memperhatikan pengukuran efektivitas pendidikan berdasarkan standar akademis yang ditetapkan lebih dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia. Suatu system yang accountable menentukan standard an tujuan spesifik yang jelas serta mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu.
Para pengeritik mengemukakan, bahwa pada umumnya standar yang ditentukan hanya mengenai pengetahuan kognitif dan ketrampilan tingkat rendah dan gagal merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih tinggi seperti berpikir kritis, kreativitas, dan aspek-aspek afektif.
Dalam usaha mengembangkan standar yang dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan kurikulum beralih kea rah apa yang disebut system yang tertutup atau model latihan.
Gerakan ini mulai mempengaruhi perguruan tinggi di Amerika Serikat. Universitas pada waktu itu dituntut memperlihatkan dan membuktikan keberhasilanya yang berstandar tinggi. Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa menspesifikkan tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak hal gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketat sebagai syarat memasuki universitas.
Banyak pendidik yang merasa bahwa gerakan ini menghancurkan hakikat pendidikan dan banyak Negara telah mengadakan reform, antara lain Jepang dan Perancis. Namun sebaliknya ada Negara-negara yang justru berusaha agar pendidikan lebih accountable untuk menjamin tercapainya standar pendidikan yang minimal (Amerika Serikat, Inggris).
Perbandingan system yang accountable yang bersifat tertutup dan system yang lebih terbuka.
Sistem Tertutup-Latihan Sistem Terbuka-Pendidikan
Tujuan Hasil belajar lebih dahulu ditentukan berdasarkan standar yang dirumuskan secara spesifik, siswa dilatih berkelakuan sesuai dengan yang ditetapkan sekolah Siswa belajar tentang “cara belajar”, cara memecahkan masalah kompleks, mengambil keputusan secara mandiri dan memberi penilaian etis moral secara pribadi
Membantu siswa menyesuaikan diri dengan dunia sebagaimana adanya Membantu siswa berpartisipasi dalam proses pengembangan dunia, mencari kebenaran baru, dan membangun dunia yang lebih baik dari pada yang sekarang
Proses Mentrasmisi informasi dan ketrampilan melalui latihan, ulangan, hafalan berdasarkan teori stimulus-respon Menjalankan proses penelitian, menggunakan metode penemuan, mengajukan hipotesis untuk mengungkapkan “realitas” baru
Peranan Guru Orang yang berkedudukan otoriter yang menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan Orang yang turut belajar mencari pengetahuan, kebenaran dan keadilan universal yang baru
Motivasi Ekstrinsik, dengan menggunakan angka-angka, pujian, hukuman, tekanan, dan paksaan Intrinsik, dengan memupuk hasrat belajar, meneliti, menemukan pengetahuan baru, melahirkan ide dan cara berpikir baru
Metode Utama Direktif: Ceramah, demontrasi, latihan, praktek Interaktif-eksperimental
Domain (Ranah) Tingkatan Kognitif, psikomotor, tingkat rendah Kognitif, Afektif, psikomotor tingkat tinggi
Hasil Belajar Afektif Siswa kaku, tidak mudah berubah atau menyesuakan diri dengan idea tau situasi baru, terikat dan tidak bebas untuk berubah Siswa mempunyai kebebasan batin dan kemampuan untuk berubah bila menghadapi informasi, kenyataan atau situasi baru.
Dalam system tertutup (Kurikulum Tertutup) keempat determinan (filosofis, sosiologis, psikologis dan pengetahuan) kebanyakan telah ditentukan sebelumnya sehingga kemungkinan mengadakan perubahan sangat terbatas. Ada kalanya system tertutup ini dapat diterobos sewaktu-waktu berkat usaha individual dengan timbulnya hasil belajar sampingan yang tidak direncanakan, sering dalam bidang afektif yang dapat mengecewakan pengajar. Pendidikan afektif sering diberikan berupa pengetahuan tentang nilai-nilai dengan tujuanspesifik, sebagai TIK. Cara ini tidak menghasilkan perubahan kelakuan siswa, karena perubahan kelakuan adalah proses individual, personal, dan internal dan tidak dapat diajarkan secara langsung.
Kelemahan Sistem Tertutup
Sistem ini kebal terhadap perubahan, artinya sangat membatasi inisiatif local, misalnya guru untuk mengubahnya. Perubahan hanya dalam tangan otoritas pusat yang menguasai kurikulum itu.
Sistem ini mudah disalhgunakan oleh mereka yang mengontrol pendidikan
Sukar menyesuaikan pelajaran dengan kebutuhan, kemampuan dan minat siswa secara individual.
Sukar untuk mengembangkan segi kognitif dan afektif tingkat tinggi.
Keuntungan system Tertutup
Hasil belajar dirumuskan dengan jelas dan keberhasilan belajar siswa dapat diukur dengan mudah
Guru, siswa, orangtua jelas mengetahui apa yang diharapkan dari sekolah dan dengan demikian dapat menghindari keragu-raguan, frustasi, dan perbedaan tafsiran.
Ada kemungkinan member penguasaan tuntas atas ketrampilan pokok, pengetahuan dan ketrampilan mekanis-teknis yang menimal bagi semua siswa
Metode mengajar yang sederhana serta alat pelajaran yang terbatas telah memadai untuk mencapai hasil yang efektiv.
Sistem Terbuka.
Dalam system terbuka keempat determinan (filosofis, sosiologis, psikologis dan pengetahuan) itu senantiasa dapat berubah seirama dengan perubahan yang dialami masyarakat, orangtua, siswa dan guru yang berusaha mempengaruhi system pendidikan berhubungan dengan timbulnya pengetahuan baru dan majunya teknologi
Kelemahan Sistem Terbuka:
Hasil belajar tidak selalu dirumuskan dalam bentuk yang dapat diukur dan oleh sebab itu tidak dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang kemajuan siswa maupun taraf pendidikan umumnya.
Sistem penilaiannya sangat sukar bila pengajaran didasarkan atas metode pemecahan masalah dan inquiri, karena sering tidak ada satu jawaban yang tepat, karena itu penilaian berorientasi proses produk yang sering bersifat subjektif.
Kerap kali sulit bagi siswa dan guru untuk menyesuaikan diri dengan system terbuka bila terbiasa dengan system tertutut yang memandang guru sebagai sumber satu-satunya yang mempunyai otoritas tentang apa yang benar dan yang salah.
Keuntungan Sistem Terbuka:
Dengan system ini siswa belajar tentang cara belajar
Sistem ini mengutamakan pengembangan ketrampilan berpikir, pemikiran kritis, dan analisis dan kreativitas pada tingkat lebih tinggi.
Sistem ini memudahkan siswa menyerap pengetahuan, teknologi dan ide baru yang timbul terus menerus dalam dunia yang dinamis ini.
Interaksi dalam kelas mengikuti proses demokratis
Sistem ini cukup bersifat fleksibel untuk menyesuakan diri dengan kebutuhan, minat dan hasrat siswa secara individual.
Kedua system dalam pemaparan di atas, jelas memiliki keuntungan dan kelemahan. Kedua system ini dapat dimanfaatkan dalam pengemabangan kurikulum. Jadi bukan untuk memilih salah satu di antara kedua system ini melainkan mempertimbangkan untuk tujuan apa dan dalam kondisi bagaimana suatu system lebih efektif.
Bila diinginkan pertanggung jawaban tentang hasil pendidikan, maka kurikulum tertutup akan lebih serasi. Akan tetapi bila diinginkan kurikulum yang dinamis, yang lebih relevan dengan masalah-masalah social yang memerlukan ketrampilan pemecahan masalah, maka pilihan akan cendrung jatuh pada kurikulum terbuka.
6. Pendekatan Pembangunan Nasional
Kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini mengandung tiga unsure:
Pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan yang berorientasi pada system politik Negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap warganegara. Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warganegara aktif. Selain itu pendidikan kewarganegaraan juga mengajarkan berbagai ketrampilan seperti kepemimpinan, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntut dari tiap warganegara yang baik.
Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Yaitu mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Harus ada proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Memperhitungkan setiap tenaga kerja (jumlah guru, insinyur pertanian, ahli bedah dll) yang dibutuhkan setiap tahun. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan Negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki. Suatu system testing yang komprehensif harus disusun untuk menjaring mereka yang memperlihatkan bakat yang sesuai dengan program tertentu.
Pendidikan ketrampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.
Seperti: ketrampilan mencari nafkah, ketrampilan untuk mengembangkan masyarakat, ketrampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum, ketrampilan sebagai warganegara yang baik. Pendekatan ini menggabungkan humanism dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.
Bab 6
Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini maka peserta didik dapat:
Menilai dan menerapkan asas-asas pengembangan kurikulum
Mengorelasikan komponen-komponen pengembangan Kurikulum
Menilai dan menerapkan pendekatan pengembangan kurikulum yang cocok
Menilai secara teologis prinsip pengembangan kurikulum atas dasar lokasi
Menjelaskan Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
Menjelaskan Pengembang Kurikulum
Memilih dan menerapkan langkah-langkah perencanaan kurikulum
Menjelaskan model pengembangan kurikulum
Menjelaskan dan menerapkan Aspek-aspek evaluasi kurikulum
Pendahuluan
Isi bab 6 diambil dari buku sumber secara langsung dan ada pula yang secara tidak langsung. Materi bab 4 ini masih bersifat kompilasi dalam bentuk diketik ulang, seharusnya di foto kopy tetapi karena sat dan lain hal maka bahan dalam bab 4 ini tidak difoto kopi. Sumbernya dari Nana Syaodih Sukmadinata, Dakir dan beberapa sumber lainnya. Teori dan praktek pengembangan kurikulum meliputi pembahasan tentang asas-asas pengembangan kurikulum, komponen-komponen pengembangan Kurikulum, pendekatan pengembangan kurikulum, prinsip pengembangan kurikulum atas dasar lokasi, Pengembang Kurikulum, langkah-langkah perencanaan kurikulum yang sesuai dengan kurikulum PAK, Aspek-aspek evaluasi kurikulum.
Pemaparan tentang teori dan praktek pengemabangan kurikulum dilkukan dengan tujuan untuk diimplikasi teori-teori yang relevan bagi praktek pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Berbagai teori dan praktek pengembangan kurikulum dapat diuraikan dalam pemaparan berikut ini
1. Asas-asas Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan kurikulum diperlukan beberapa azas yang menolong para pengembang kurikulum. Para ahli kurikulum memberikan berbagai usulan di sekitar asas-asas tersebut. Mulai dari Azas Filosofis sampai pada azas Tehnologi. Dalam bahasan ini dikemukakan beberapa azas dalam konteks pengembangan kurikulum. Pembahasan ini sifatnya umum namun dapat diimplikasikan dalam pengembangan kurikulum. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam azas-azas teori pengembangan kurikulum umum tidak terdapat azas Teologis. Dalam bahasan ini akan disinggung azas Teologis. Azas yang terakhir ini menentukan penyusunan kurikulum. Artinya latar belakang pemahaman Teologis pada komunitas Kristen juga turut menentukan pengembangan kurikulum, khususnya isi kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Ada banyak perbedaan Teologi/Dogmatika pada pengajaran-pengajaran Kristen seperti Baptisan misalnya, ada Gereja yang menganut Teologi Baptis Selam, ada yang menganut Teologi Baptis percik. Selain itu ada komunitas sosiologis Gereja, ada berbagai denominasi Gereja yang anggotanya (anak-anak) bersekolah di sekolah swasta dan negeri. Faktor inipun harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, khususnya kurikulum PAK di sekolah formal.
Azas Filsafat : Pengembangan kurikulum mesti memikirkan tujuan pendidikan
Asas Psikologis : Pengembangan kurikulum mesti memperhatikan perkembangan jiwa peserta didik
Azas Sosiologis : Pengembangan kurikulum mesti memperhatikan apa yang sedang terjadi dalam masyarakat, dan pada peserta didik
Azas Tehnologi : Pengembangan kurikulum mesti memanfaatkan tehnologi yang berkembang
Azas Budaya : Pengemabangan kurikulum juga memperhatikan budaya setempat
2. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi ini berjalan tanpa rencan (kurikulum) tertulis. Orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci ke mana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya.Orang tua umumnya mempunyai harapan tertentu pada anaknya, mudah-mudahan ia menjadi orang saleh, sehat, pandai dan sebagainya, tetapi bagaimana rincian sifat-sifat tersebut bagi mereka tidak jelas. Juga mereka tidak tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberkannya agar anak-anaknya memiliki sifat-sifat tersebut.
Interaksi pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sering tidak disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tu bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerja sama dengan anak-anaknya. Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan spontan yang diberikan kepada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik besar sekali. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah atau ibu.
Adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan cirri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan bagian yang yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan social, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengemabngkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga diperlukan cara-cara dan alat penilaian tertentu pula. Jadi, keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini berlangsung dalam lingkungan tertentu, seperti lingkungan fisik, alam, social budaya, ekonomi, politik, dan religi (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:1-2)
3. Pendekeatan Pengembangan Kurikulum yang relevan
Pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan kurikulum hendaknya bersifat antisipatif (jangka pendek, jangka panjang dstnya), adaptif, dan aplikatif.
Pengembangan kurikulum meliputi:
Program dan system penjenjangan
Sistem Kredit
Sistem Semester
Sistem Administrasi
Sistem Bimbingan
Sistem Evaluasi
Pihak Universitas/Institut/Fakultas dapat mengembangkan:
Jenis-jenis mata kuliah dan pengelompokkannya
Alokasi waktu untuk setiap program
Sususnan Mata Kuliah, termasuk didalamnya mata kuliah wajib lulus dan wajib tempuh
Jumlah mata kuliah persemester dan jumlah SKS persemester
Pihak jurusan dapat mengembangkan mengenai silabus yang berisi:
Tujuan mata kuliah
Sumber bahan, luas bahan serta urutan-urutan bahan
Sistem penyampaian
Media
Pedoman evaluasi hasil belajar
Pada dasarnya terdapat empat unsure yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
Merencanakan, merancangkan, dan memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar
Karakteristik peserta didik
Tujuan yang akan dicapai dan
Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan.
Pada umumnya dikenal beberapa pendekatan:
3.1. Pendekatan berdasarkan materi
Berhubungan dengan beberapa hal:
Bahan apa yang akan diajarkan?
Untuk mengetahui berhasil tidaknya proses belajar, diukur dengan seberapa jauh peserta didik dapat menguasai bahan. Oleh karena itu langkah berikutnya adalah:
Bagaimana cara mengetahui hasil belajar?
Caranya yaitu dengan melakukan evaluasi dengan berbagai cara evaluasi. Agar hasil belajar dapat baik maka diperlukan
Cara mengajar yang baik
Itu ada berbagai cara. Hendaknya disesuaikan dengan cirri bahan pelajaran untuk ini diperlukan
Cara pengorganisasian bahan pelajaran
Yaitu dengan menyusun bahan yang sistematis, pedagogis, psikologis dan sebagainya maka bahan belajar akan lebih mudah diajarkan. Untuk ini diperlukan
Buku sumber yang relevan
Agar supaya bahan lebih mudah diajarkan diperlukan
Media
Penggunaan media atau alat bantu teknologi hendaknya disesuaikan dengan keadaan factor-faktor yang lain.
Tujuan pendidikan
Akhirnya untuk semua kegiatan tersebut harus mengarah ke tujuan pendidikan
3.2. Pendekatan berdasarkan tujuan
Ada tujuan Nasional, tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler.
Tujuan Instruksional dibagi menjadi tujuan Instruksional umum dan khusus. Masing-masing tujuan yang ada dibawahnya terkait dengan tujuan yang ada diatasnya.
Penyusunan kurikulum dengan pendekatan tujuan artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pberupa ada GBHN. Dari tujuan inilah dijabarkan menjadi tujuan –tujuan yang lebih rinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional. Dari Tujuan yang bersifat operasional ini yang biasanya berupa TIK inilah dicari topic-topik pembahasan yang lengkap, yang nantinya akan menjadi GBPP. Akhirnya tersusunlah kurikulum dengan silabus (GBPP) yang terurai. Langkah berikutnya dari TIU ke TIK kemudian dijabarkan pada SAP.
3.3. Pendekatan berdasarkan kemampuan
Penyusunan kurikulum berdasarkan kemampuan pada dasarnya sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan. Hanya kalau kurikulum berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang berdasarkan tujuan. Pernyataannya memang praktis, misalnya setelah selesai kuliah mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa? Dengan kata lain apakah semua kegiatan proses belajar mengajar menuju kemampuan yang diharapkan oleh lulusan lembaga tersebut. Oleh karena itu dapat diibaratkan bahwa kemampuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan intitusional, sedangkan tujuan kurikulum yaitu berupa berbagai sub kemampuan yang masing-masing berorientasi pada profesi.
4. Pengembangan Kurikulum atas Dasar Lokasi
Tingkat pengemabngan kurikulum dapat dilaksanakan menurut lokasinya sbb:
a. Pengembangan kurikulum Tingkat Nasional
Karena ada berbagai perbedaan di Indonesia seperti: geografis, demografis, adat istiadat, bahasa, kebudayaan,keadaan social dsb.maka di Indonesia dikenal ada kurikulum nasional dan local
b. Pengembangan kuriulum Tingkat Lokal: penyusunan kurikulum muatan local , misalnya kurikulum pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, pertukangan dsb.
c. Pengembangan kurikulum Tingkat Sekolah: penanggungjawabnya adalah pimpinan sekolah. Untuk Tingkat Pendidikan Tinggi terutama pada Pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah menyangkut pengembangan Tridarma Perguruan Tinggi, kurikulum yang berpola kebudayaan, kelautan dsbnya. Sedangkan tingkat menengah kebawah, sekolah dapat mengembangkan kurikulum yang bersfat ekstrakurikuler dan berbagai kegiatan akademik yang dikordinir oleh sekolah misalnya kursus Komputer, Bahasa Inggris, Matematika, dan sebagainya.
d. Pengembangan kurikulum Tingkat Klas: Kegiatan pengembangan kurikulum tingkat kelas ini tergantung pada keinisiatifan guru. MEskipun kurikulum tertulis yang ada sangat bagus, tetapi kalau ada ditangan guru yang tidak berinisiatif hasilnya akan tidak memuaskan. (Dakir, 2004:92-95)
5. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Dalam teori prinsip pengembangan kurikulum, para ahli kurikulum mengemukakan dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu, yaitu prinsip umum dan khusus. Prinsip-prinsip itu dijelaskan sbb:
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang dipakai untuk: (1) perencanaan kurikulum, (2) penerapan kurikulum, (3) evaluasi kurikulum. Ketiga pokok ini diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan kurikulum. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal yang mendahului pembuatan sebuah kurikulum oleh para ahli atau orang-orang yang terlibat dalam membuat kurikulum membuat dalam mengambil keputusan dan tindakan untuk menghasilkan sebuah perencanaan (kurikulum pendidikan) yang akan dipakai oleh guru dan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran.
b. Penerapan Kurikulum. Penerapan kurikulum atau implementasi kurikulum adalah usaha menerapkan perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.
c. Evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan yang merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, (prinsip umum pengembangan kurikulum) yaitu :
a. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
b. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
c. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
e. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas .
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Sedangkan prinsip khusus pengembangan kurikulum meliputi:
1. Penyusunan tujuan
Apa tujuan yang telah ditetapkan terdahulu tetap dipertahankan atau harus dirubah sesuai dengan perkembangan zaman?
2. Penyusunan isi
Apakah materi yang dipakai sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan? Selain itu, apakah materi perlu direvisi lagi seiring dengan perkembangan zaman (perkembangan yang sedang terjadi pada masyarakat)
3. Penyusunan Pengalaman Belajar
Seiring dengan kemajuan zaman maka penyusunan pengalaman belajar terus ditingkatkan. Misalnya pengalaman belajar berkenaan dengan sumber-sumber belajar seperti buku, internet dan lain-lain. Pengalaman belajar peserta didik akan suatu informasi didasarkan pada rujukkan terhadap buku-buku sumber yang termutahir (setiap buku harus direvisi setiap 5 tahun).
4. Dan Penilaian/evaluasi
Tidak ada kurikulum yang sempurna oleh karena itu maka dalam pengembangan kurikulum prinsip evaluasi tetap dibutuhkan. Penilaian itu menyangkut dengan efektifitas, efisiensitas, produktifitas dari sebuah kurikulum. Adakah komponen-komponen yang perlu diperbaiki seiring dengan berbagai kemajuan yang terjadi pada masyarakat? Hal ini penting karena masyarakat adalah pengguna jasa pendidikan. Maksudnya setelah peserta didik menyelesaikan suatu jenjang pendidikan maka ia akan menerapkan ilmunya di masyarakat, seperti kerja di perusahan, pegawai negeri, pendeta dan lain sebagainya. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:151-154)
6. Pengembang kurikulum
Siapa yang mengembang kurikulum? Yang mengembang kurikulum adalah orang-orang yang terkait dengan kurikulum, yaitu:
a. Pihak produsen: Ahli-ahli yang ada pada berbagai bidang pendidikan
b. Pihak konsumen: dapat diambil dari nara sumber dari berbagai perusahan, perindustrian, bank, BUMN, Dinas terkait
c. Pihak ahli yang rekevan: Pedagang, Psikolog, Filosof, Sosiolog, Metodolog, Teknologi Pendidikan, ahli bidang studi yang ada pada kurikulum yang sedang disusun
d. Pihak guru: Beberapa guru senior yang memenuhi syarat.
Dengan kata lain pengembang kurikulum adalah:
1. Peranan para administrator Pendidikan
2. Peranan Para Ahli
3. Peranan Guru
4. Peranan orang tua murid
Dengan kata lain orang-orang yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum yaitu:
1. Orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan dan
2. Politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang berhubungan dengan kepentingan dengan pendidikan (Memberi pasukan kepada para ahli perumus kurikulum tentang apa saja yang terjadi dalam berbagai bidang seperti politik/oleh politikus, bidang usaha/oleh pengusaha, keamanan/oleh polisi, keadaan lingkungan keluarga/oleh orangtua peserta didik)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeabangan kurikulum:
Perguruan Tinggi
Masyarakat
Sistem Nilai
7. Langkah-langkah perencanaan kurikulum
Tahap perencanaan yang terdiri dari:
1. Menentukan tujuan
2. Memilih pengalaman-pengalaman pendidikan/belajar
3. Mengorganisir no. 2/Menentukan materi pelajaran
4. Cara mengevaluasi
Selanjutnya mahasiswa dapat mengikuti dalam Dakir, hlm. 117-123
8. Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu : (1) pendekatan top-down the administrative model dan (2) the grass root model. Penjelasan tentang model pengembangan kurikulum pada deskripsi berikut ini seluruhnya diambil dari internet. Tidak ada perubahan karena materi ini sifatnya kompilasi untuk pengalaman belajar peserta didik dalam hal model pengembangan kurikulum. Penjelasan tentang dua model pengembangan kurikulum diambil secara langsung dari sumber (lihat footnote) dan paparannya sbb:
1. The administrative model
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.
2. The grass root model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik.
Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.
9. Aspek-aspek evaluasi kurikulum
1. Tujuan
Tujuan pendidikan harus dievaluasi untuk kemudian dibuang, dipertahankan dan ditingkatkan atau dirumuskan tujuan yang baru.
Tujuan kurikulum bertalian dengan nilai-nilai, aliran-aliran, dan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Sering di Negara kita, tujuan umum pendidikan ditentukan oleh pemerintah. Khusus untuk Perguruan Tinggi Agama/Teologi, penentuan tujuan itu dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Agama. Untuk Kristen biasanya melalui Dirjen Kristen, entah itu katolik maupun protestan. Untuk menilai tujuan pendidikan biasanya memerlukan ahli-ahli dari berbagai kalangan disiplin ilmu, ahli sosiologi, ahli antropologi, psikologi, dan ilmu social lainnya yang lebih mampu mengungkapkan fakta-fakta tentang kecendrungan demografi, kebutuhan tenaga kerja, perubahan ekonomi dan nilai-nilai budaya di dalam masyarakat . Khusus untuk pendidikan Agama Kristen dapat menghadirkan juga ahli teologi Biblika, Dogmatika dan lain sebagainya. Misalnya untuk kurikulum Pendidikan Agama Kristen di Indonesia. Standar kompetensi yang berhubungan dengan karya Allah Tritunggal pasti melibatkan ahli dogmatika dan etika.
2. Materi
Materi pendidikan pun harus dievaluasi. Penilaian materi memungkinkan di adakannya perbaikan-berbaikan atau pergantian materi karena mungkin ada materi-materi yang tidak relevan lagi.
3. Proses
Proses pendidikan/pembelajaran pun harus dievaluasi. Evaluasi terhadap proses pembelajaran seperti penggunaan metode mengajar, media pembelajaran, pengalaman belajar peserta didik harus terus menerus dievaluasi sehingga dapat ditingkatkan lagi.
4. Penilaian
Komponen-komponen yang perlu dinilai itu meliputi tujuan, materi, proses pembelajaran. Tujuan penilaian ini untuk pengembangan kurikulum.
Pendalaman materi ini dapat diikuti pada Nana Syaodih Sukmadinata “Pengembangan Kurikulum”: Teori dan Praktek, hlm. 172-185
(Kurikulum di dalam Alkitab dan Alkitab di dalam Kurikulum, Teori Kurikulum PAK, dan Umum)
Mohon Tidak dikopi paste oleh siapapun dan dijadikan sebagai bahan ajar tanpa izin pemilik yaitu Dr. Yonas Muanley, M.Th.
Pendahuluan
Para pembaca mungkin kaget atau mengajukan keberatan dengan sebutan penulis tentang topic: Kurikulum dalam Alkitab/konsep kurikulum dalam Alkitab”. Pertanyaan yang muncul yakni, apakah Alkitab mengenal kata kurikulum? Atau apakah di dalam Alkitab ada kata kurikulum? Jawabannya jelas, kata kurikulum tidak ada dalam Alkitab, sama halnya kata Trinitas. Lalu apa yang ada dalam Alkitab sehubungan dengan kata kurikulum sehingga mau dibicarakan secara Alkitabiah?. Jawaban atas pertanyaan itu sengaja penulis biarkan tidak terjawab disini, tetapi dapat terjawab setelah penulis membahas makna kata “kurikulum” dalam pendekatan etimologi maupun pengertian yang berkembang dari kata “kurikulum” dalam teori kurikulum pendidikan.
Berikut ini, penelitian pustaka tentang kata “kurikulum”, lebih banyak diambil dari literatur yang dikelola oleh para penulis dari komunitas religious non Kristen. Hal ini perlu penulis tegaskan disini karena ada sebagian orang Kristen yang masih alergi membaca tulisan dari saudara-saudara kita yang beragama lain. Kita tidak perlu alergi dengan memakai buku yang ditulis oleh orang non Kristen karena apa yang dikemukan mereka, seperti pengetahuan tentang kurikulum lebih banyak diambil dari pemikiran-pemikiran orang eropa yang nota bene Kristen. Hal itu muncul dalam daftar pustaka yang dipergunakan oleh para penulis buku kurikulum. Jadi, sekali lagi jangan alergi terhadap buku yang dikarang oleh saudara-saudara kita yang beragama non Kristen.
Selain itu, di Indonesia kita mengalami kesulitan buku-buku kurikulum yang ditulis oleh orang Kristen atau oleh orang-orang yang terlatih dalam sekolah Teologi untuk menulis buku kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Kalaupun ada, semuanya dalam literature Inggris dan lebih banyak dari kalangan Gereja Baptis, seperti buku kurikulum yang ditulis oleh Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon.
Dengan konsep pemahaman seperti disebutkan di atas, maka penulis melacak kata “kurikulum” dalam berbagai literature dalam paparan berikut ini, yang didahului dengan usaha mencari asal usul kata kurikulum.
Bab 1.
Kurikulum di dalam Alkitab
Setelah mempelajari materi bab 1 mahasiswa dapat:
Menjelaskan etimologi kata kurikulum
Menjelaskan konsep kurikulum secara Alkitabiah
Menjelaskan pengertian kurikulum dalam Alkitab
Mengidentifikasi kurikulum pendidikan dalam Perjanjian Lama
Mengidentifikasi kurikulum dalam Pendidikan Agama Yahudi
Mengidentifikasi kurikulum dalam Perjanjian Baru
Pendahuluan
Mungkin pembaca merasa terganggu, atau menganggap uraian etimologi kata kurikulum, menjadi salah satu sub bab yang menempati urutan pertama (indicator) dalam sub judul bab (kompetensi dasar 1) dari judul bab 1 Kurikulum dalam Alkitab menjadi tidak cocok. Dengan kata lain, pertanyaannya disederhanakan seperti ini: Mengapa judulnya Kurikulum dalam Alkitab dimulai dengan etimologi kata yang sumber-sumbernya bukan berasal dari Alkitab tetapi dari kamus dan pendapat-pendapat ahli kurikulum sebagaimana yang nampak dalam deskripsi berikut ini. Saya menyadari dengan benar bahwa seharusnya topic ini harus dimulai dengan uraian berdasarkan Alkitab sebagaimana judul di atas. Namun bila saya menguraikan judul bab ini lebih dahulu dengan memaparkan etimologi kata kurikulum dengan memanfaatkan sumber-sumber diluar Alkitab, seperti penggunaan kamus dan sumber-sumber (buku-buku) yang ditulis oleh saudara-saudara kita di Indonesia yang tidak seiman dengan kita, yang telah membahas pengertian “kurikulum” dalam buku yang ditulis oleh mereka, dengan sebuah kesadaran filosofis-teologis Kristen dalam diriku, bahwa Alkitab adalah firman Allah, Alkitab adalah Kanon untuk setiap pengajaran dan prilaku manusia, dan dalam Alkitab itu dinyatakan dengan tegas bahwa Allah yang menciptakan manusia dan memberi pikiran dalam diri manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan di mana ia berada. Artinya pikiran manusia adalah bagian dari ciptaan atau pemberian Allah, maka siapapun manusia ketika menggunakan pikirannya untuk menggumuli salah satu dari seluruh kenyataan yang ada dalam alam semesta, misalnya kenyataan pendidikan (mendidik) manusia, maka proses berpikirnya akan menghasilkan suatu kebenaran dalam bidang tersebut. Istilah proses berpikir yang saya maksudkan adalah pemikiran yang bermetode jadi bukan pemikiran biasa. Dalam konteks berpikir demikian maka saya menyadari bahwa mereka-mereka yang telah menggunakan pikiran bermetode (pemikiran ilmiah) meneliti tentang pendidikan dari zaman ke zaman, khususnya kurikulum pendidikan menghasilkan suatu kebenaran dalam disiplin ilmu pendidikan, dan kebenaran dalam disiplin ilmu pendidikan, khususnya kebenaran kurikulum dapat diyakini sebagai bagian dari kebenaran Allah. Segala kebenaran jika itu benar maka kebenaran tersebut berasal dari Allah. Selain itu pendapat para ahli kurikulum di Indonesia yang non Kristen yang dipakai penulis dalam membahas etimologi kata kurikulum sebenarnya adalah hasil penyelidikan ahli-ahli Kurikulum Pendidikan di Eropa dan Amerika yang nota bene mereka adalah penganut Kristen. Ini jelas dalam penggunaan daftar pustaka dari para ahli kurikulum yang menulis buku kurikulum. Akan hal ini para pembaca mengeceknya dalam daftar pustaka ketika membaca buku-buku kurikulum yang ditulis oleh ahli-ahli kurikulum non Kristen. Model berpikir demikian menjadi sebab saya membahas etimologi kata kurikulum pada urutan pertma dari topic “Kurikulum dalam Alkitab”. Sekali lagi saya menegaskan bahwa saya tetap percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah. Bagiku Alkitab adalah kebenaran langsung dan dalam kebenaran langsung itu ditegaskan bahwa pikiran manusia adalah pemberian Allah yang melalui proses berpikirnya akan menghasilkan kebenaran yang saya sebut dengan kebenaran melalui proses berpikir. Kebenaran melalui proses berpikir ini tidak saya maksudkan dalam kebenaran soteriologis (kesematan kekal ) kebenaran ini hanya dalam Yesus Kristus. Yesus itu induk kebenaran. Segala kebenaran di Yerusalem dan disekitar Yerusalem/bangsa-bangsa di sekitar Israel sampai kepada bangsa-bangsa yang berada di seluruh dunia yang berpikir sistematis, metodologis dan menemukan kebenaran ilmu pengetahuan haruslah diyakini bahwa kebenaran tersebut berasal dari Induk Kebenaran (baca Yesus Kristus) tetapi bukanlah Induk Kebenaran, kebenaran-kebenaran yang ditemukan dalam berbagai disiplin ilmu adalah salah satu kebenaran dan bukan satu-satunya kebenaran, apalagi kebenaran yang menyelamatkan (kehidupan kekal). Kebenaran-kebenaran yang ditemukan dalam proses berpikir, baik oleh orang Kristen maupun non Kristen saya yakini sebagai yang berasal dari Tuhan. Tuhan Allah mempunyai logos, dan logos itu menyatakan dalam sebuah pernyataan yang tegas di Yerusalem: Logos (Akulah) Jalan dan Kebenaran … Logos itu adalah Induk Kebenaran, segala kebenaran logos manusia berasal dari Logos Induk (Yesus Kristus). Hanya kebanaran Induk Logos yang menyelamatkan (keselamatan kekal), sedangkan logos manusia dapat menghasilkan kebenaran tetapi tetapi kebenaran logos manusia tidak dapat menyelamatkan dari kehidupan kekal karena manusia dapat bersalah dalam aspek lain, bahkan logosnya tidak dapat menemukan kebenaran secara menyeluruh. Jadi, saya tetap yakin ada kebenaran langsung (Alkitab) dan kebenaran melalui proses berpikir (kebenaran-kebenaran yang dihasilkan dalam berbagai disiplin ilmu). Dengan demikian maka saya mengakhiri bagian ini dengan sebuah paradigma berpikir bahwa kebenaran kurikulum haruslah diyakini berasal dari Allah. Oleh karena itu topic judul ini saya mulai dengan uraian di sekitar etimologi kata kurikulum.
1. Etimologi Kata Kurikulum
1.1. Definisi Kamus Bahasa Latin
Dalam kamus Latin Indonesia yang disusun oleh K. Prent C.M., J. Adisubrata, dan J.S.Poerwadarminta menyatakan beberapa arti tentang kata Kurikulum. Kata kurikulum (Indonesia) berasal dari kata Latin Curriculum (Curro) yang memiliki arti: (1) Jalan, larinya dll. (2) perlombaan, pacuan, balap, peredaran, gerakan berkeliling, lamanya, Lapangan perlombaan, gelanggang, jalan. (3) kereta, kereta balap, kereta penempur.
1.2. Definisi Kamus Webster
Menurut beberapa ahli kurikulum, kata kurikulum berasal dari bahasa Latin dan kata ini belum dimasukan dalam kamus yang terkenal yaitu Kamus Webster:
a. Kamus Webster terbitan tahun 1812 belum terdapat kata kurikulum, tetapi
b. Kamus Webster terbitan tahun 1856 mulai mencantumkan kata kurikulum. Kata kurikulum diartikan: (1). A race cource; a place for running; a chariot. Artinya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga diartikan a chariot artinya “semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari start sampai finish” ( 2). A course in general; applied particulary to the course of study in a university”. Di samping penggunaan “kurikulum” semula dalam bidang olahraga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata pelajaran di perguruan tinggi”
c. Terbitan tahun 1955, kata kurikulum diartikan: (1) A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to degree. (2) The whole body of courses offered in an educational institution, or department there of,-the usual sense.
Menurut dua pengertian ini, jelas bahwa kata “kurikulum” khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan .
1.3. Definisi Ahli PAK
Dr. E.G.Homighausen dan Dr. I.H.Enklaar (Ahli PAK)
Kedua ahli di atas menyatakan: “Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan istilah “rencana pelajaran” itu? Dalam bahasa asing dipakai kata ‘Curriculum’, arti aslinya ialah lapangan perlombaan. Kita tahu bahwa perlombaan dimulai dari satu tempat yang tertentu dan berakhir pula pada tempat yang tertentu”. Homrighausen dan Enklaar menyamakan rencana pelajaran dengan curriculum (rencana pelajaran atau curriculum). Bahkan dalam kursus mengemudikan oto (mobil), pasti ada rencana atau curriculumnya. Begitu pulalah semestinya dalam Pendidikan Agama Kristen.
Secara tegas kedua ahli ini mengemukakan bahwa rencana pelajaran atau Curriculum dapat dipahami dalam arti sempit (mata pelajaran) dan curriculum dalam arti luas, yaitu segala pengaruh, persekutuan dan aktivitas yang lain, yang berhubungan dengan pelajaran bersama itu (Homrighausen dan Enklaar, 2005:87-88)
Hal menarik dalam pernyataan Homrighausen dan Enklaar adalah: Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dipertanggungjawabkan atau bagian ini dipahami dalam istilah Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon , yaitu Alkitab dalam kurikulum (kurikulum/perencanaan dalam Pendidikan Agama Kristen (Homrighausen dan Enklaar, 2005 : 87). Selanjutnya menurut penulis (Yonas Muanley) rencana pendidikan atau curriculum pendidikan itu ada dalam Alkitab (Kurikulum dalam Alkitab). Hipotesis ini lahir dari berpikir dan perenungan panjang melalui riset terhadap makna kata curriculum. Dengan demikian saya tiba pada hipotesa “Kurikulum dalam Alkitab”, dan ternyata kebenaran konsep ini ada dalam pandangan seperti Homrighausen dan Enklaar, yaitu Isi Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dapat dipertanggungjawabkan. Inti yang searah dengan konsep Kurikulum dalam Alkitab adalah penegasan kedua ahli di atas tentang perencanaan atau curriculum yang harus diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen. Sedangkan Colson dan Rigdon akan membawa penulis (Yonas Muanley) pada konsep esensi rencana atau curriculum dalam Alkitab, yaitu bahwa perencanaan itu ada dalam Alkitab karena Alkitab itu berotoritas. Otoritas Alkitab disebabkan karena pengilhaman atau pewahyuan oleh Allah yang berpribadi kepada manusia yang berpribadi sehingga selalu bersinggungan dengan perencanaan. Allah itu berpribadi maka Ia memiliki perencanaan, Ia menciptakan manuisa sebagai mahluk yang segambar maka mahluk yang segambar dan serupa dengan Allah itu mempunyai perencanaan dalam berbagai kehidupan, khususnya perencanaan dalam pendidikan. Tentang pendidikan, Alkitab memuat data yang cukup untuk sebuah studi kurikulum pendidikan (perencanaan pendidikan).
Dr. Eli Tanya
Kata kurikulum aslinya berarti lapangan perlombaan yang harus dilalui oleh murid dan guru mencapai tujuan tertentu. Lazimnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal, dsb. Tetapi kurikulum sebenarnya mempunyai arti yang luas, yaitu sepanjang hidup pelajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum sbb: Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
Setelah menguraikan etimologi kata kurikulum dan beberapa definisi pakar Pendidikan Agama Kristen tentang pengertian kata kurikulum maka dapatlah dikatakan bahwa kata kata kurikulum tidak ada dalam Alkitab tetapi makna kata kurikulum dan komponen-komponen kurikulum (tujuan, materi/isi, proses dan evaluasi/penilaian) tentang pendidikan sebenarnya sudah ada dalam Alkitab. Boleh saya katakan bahwa Alkitab adalah Induk Kurikulum atau sumber Kurikulum pendidikan. Apa yang saya katakana di sini berkait dengan penafsiran. Artinya saya menafsir dari sudut atau kaca mata Kurikulum. Para Ahli kurikulum pendidikan menyatakan bahwa kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan tujuan itu tidak lain adalah perubahan (perubahan kognitif, afektif, psikomotorik). Dengan kata lain kurikulum tidak lain perencanaan, peraturan-peraturan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi demi mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Uraian selanjutnya tentang konsep Alkitabiah tentang kurikulum, saya mulai dengan Perjanjian Lama.
2. Konsep Kurikulum Secara Alkitabiah
Sebelum saya membahas konsep kurikulum secara Alkitabiah, maka baiklah saya mulai dengan “perkataan sang pembuat kurikulum” yang mengkurikulumkan kurikulum-Nya dalam kekuatan sabda-Nya kepada penulis Kitab Kejadian dengan perkaataan sbb:
Pada mulanya Allah menciptkan langit dan bumi. (Kej. 1:1)
Berfirmanlah Allah … jadilah terang … dst.nya (1:3).
Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita. Supaya mereka berkuasa atas …seluruh bumi … (Kej. 1:26)
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya … (Kej. 1:27)
Rekan-rekan teologis Bibilika (Ahli Biblika) pasti mengkritik pendekatan rekanan teologis praktika (orang-orang yang bergumul dalam Pendidikan Agama Kristen, seperti saya) karena pasti dianggap terlalu membaca kedalam teks/terlampau eisagesis (membaca kedalam Alkitab) seharusnya membaca keluar/eksegesis Alkitab, atau ayat-ayat yang dipakai mestinya tidak dibaca kedalam tetapi membaca keluar. Jadi rekan-rekan Biblika selalu dengan pendekatan membaca keluar. Ini sebuah prinsip hermeneneutika yang baik. Pembacaan saya atas teks suci sebagaimana muncul dalam kutipan di atas dilandasi oleh pendekatan logi yang berangkat dari analisis sederhana atas kata “Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej. 1:1). Ada perencanaan yang bertujuan dari Allah ketika Allah berlogos/berfirman untuk penciptaan langit dan bumi serta isinya, termasuk manusia. Perencanaan yang saya maksudkan itu ada dalam logos (berfirmanlah Allah … Kej. 1:3 dan seterusnya. Perencanaan atau kurikulum Allah itu bersifat universal. Akan tetapi kurikulum mendidik itu difokuskan pada manusia yang sudah dibentuk itu dan ditempatkan di dalam taman Eden.Allah merancang atau membuat kurikulum untuk mendidik manusia. Dan manusia pertama meneruskan kurikulum mendidik itu kepada anak-anaknya dan generasi selanjutnya. Di taman Eden Allah memberi perintah (baca: memberi kurikulum) kepada manusia pertama untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden. Jadi, jelas ada kurikulum (perencanaan) Allah kepada manusia pertama di taman Eden. Ketika manusia berdosa (Kej 3), Allah telah mempersiapkan kurikulum keselamatan bagi manusia dan seterusnya.
Cara membaca teks seperti dipaparkan di atas lebih bersifat proses menemukan kebenaran tentang adanya perencanaan atau kurikulum dalam kebenaran logos yang bersandar pada logos Induk-Pneumatologis. Paradigma berpikir teologis terakhir ini hendak menegaskan prinsip yang saya pakai, yaitu sejauhmana ayat-ayat yang saya pilih dan dibaca dalam paradigma keilmuan kurikulum PAK itu dianggap benar. Kini kita langsung saja kepada pokok percakapan teologis tentang kurikulum dalam ayat yang saya pilih dalam Kejadian 1:1
Bila kita membaca secara literal/membaca secara kualitatif terhadap Kejadian 1:1 maka jelas bahwa kita tidak akan menemukan atau paling tidak menunjukkan alasan yang tegas untuk membicarakan kurikulum menurut ayat ini, tetapi bila saya membaca Kejadian 1:1 secara pendekatan kualitatif dengan masalah yang samar-samar: apakah kurikulum ada dalam Kejadian 1:1? Maka jawabnya: ada tetapi tersembunyi, tidak kelihatan dan akan kelihatan bila memasuki ayat ini (memikirkan ayat ini secara filosofis-teologis) dalam situasi kebenaran dalam dunia ide/kebenaran logi, maka saya memiliki alasan yang kuat dalam logi bahwa ada kurikulum dalam ayat ini. Baiklah saya mulai dengan kebenaran logi, saya mengajukan pertanyaan: apakah daun pisang ada dalam Kejadian 1:1 maka jawabnya tidak ada tetapi ada, wah ini jawaban ngawur, dan kelihatannya begitu tetapi sebenarnya tidak ngawur. Mari kita berpikir dalam proses berpikir menemukan kebenaran adanya daun pisang dalam Kejadian 1:1. Apakah pohon pisang termasuk ciptaan, jika termasuk ciptaan maka adakah daun pisang dalam Kejadian 1:1? (pertanyaan retoris). Logika yang sama dikenakan kepada kata kurikulum. Apa itu kurikulum? Sehingga kita jelas mengatakan bahwa ”tidak ada tetapi ada” dalam Kejadian 1:1. Untuk sementara kata kurikulum kita pahami dalam pengertian: perencanaan untuk pencapaian suatu tujuan dalam berbagai kegaiatan, khususnya kegiatan mendidik manusia. Jadi dalam kurikulum ada: perencaanaan menyangkut tujuan yang hendak dicapai, isi materi untuk pencapaian tersebut dan bagaimana materi itu disampaikan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, bagaimana mengetahui bahwa tujuan dapat tercapai, maka dibutuhkan penilaian. Berbagai komponen ini: Tujuan, isi, proses dan penilaian tentang kegiatan mendidik dan mengajar apakah ada dalam Kejadian 1:1 dan seluruh isi Alkitab? Saya menyatakan ya! Komponen-komponen kurikulum, termasuk komponen-komponen dalam teori kurikulum modern tentang pendidikan ada dalam isi Alkitab.
Berdasarkan firman Tuhan di atas, tidak ada kata kurikulum secara gamblang, namun kita dapat yakini bahwa kurikulum itu sudah ada pada diri Allah sendiri dengan penegasan kata “menciptakan” (baca : perencanaan Allah sejak kekal dalam menciptakan langit, bumu dan isinya), kemudian kemampuan merencanakan itu diberikan Allah dalam diri manusia, penegasan ini dapat dipahami dalam kata penciptaan manusia yang “segambar dan serupa” dengan Allah. Kata “segambar dan serupa” hanya muncul dalam konteks penciptaan manusia, dan tidak untuk mahluk yang lain termasuk kera yang menurut teori Charles Darwin, manusia berevolusi dari kera.
Pendekatan awal tentang kurikulum dalam Alkitab menunjukkan bahwa perencanaan itu sudah ada dalam diri Allah. Allah merencanakan segala sesuatu dan berdasarkan perencanaan itu Allah mewujudkannya (melakukan segala perencanaan tersebut). Dalam Kitab Kejadian, kita mendapat petunjuk bahwa perencanaan Allah itu dilaksanakan melalui penciptaan langit dan bumi serta isinya, termasuk manusia. Perencanaan Allah tentu berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Ada tujuan Allah merencanakan penciptaan langit dan bumi. Setelah Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya, Allah juga menjadi pendidik manusia, itu dimulai dengan manusia pertama. Allah mendidik manusia pertama di taman Eden, Allah juga mendidik anak-anak Adam dan Hawa, yaitu Kain dan Habel dan perkembangan manusia selanjutnya.
Tegasnya perencanaan menjadi penegasan dalam kesaksian Alkitab, perencanaan itu dimulai oleh Allah. Allah yang berpribadi memberikan kemampuan perencanaan itu dalam diri manusia ciptaannya dengan kemampuan logi.
Berdasarkan kemampuan (peta dan gambar Allah) yang ada pada manusia, maka manusia memiliki kemampuan perencanaan atas berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Kemampuan perencanaan itu disebabkan karena manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah.
Kemampuan perencanaan itu dapat dilihat dalam Kejadian 2:24 “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Teks ini memang bicara tentang manusia pertama, dan belum ada anak-anak dari manusia pertama, tetapi nanti dalam narasi selanjutnya akan terjadi bahwa seorang anak laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya untuk menyatu dengan isterinya. Dalam narasi ini hendak saya tegaskan bahwa perencanaan menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Kembali kepada inti percakapan tulisan ini, yakni konsep kurikulum Alkitabiah. Memulai dengan ayat yang telah dikutip dan nanti dalam pembahasan selanjutnya aka nada refrensi dari Alkitab, tetapi yang hendak saya tegaskan di sini yakni kurikulum dalam pengertian perencanaan tidaklah asing dalam kesaksian seluruh bagian Alkitab, mulai dari Kejadian sampai Wahyu. Ada perencanaan Allah dalam hal penciptaan, pemilihan bangsa Israel dan penebusan manusia berdosa. Semuanya sudah ada dalam perencanaan Allah sejak kekekalan.
Jadi perencanaan itu dimulai dalam diri Allah dan kemampuan merencanakan itu diberikan kepada manusia, sehingga dengan kemampuan tersebut manusia dapat merencanakan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupannya, seperti perencanaan untuk mendidik Anak, dan seterusnya.
Perencanaan untuk mendidik anak telah dilakukan Adam dan Hawa, oleh anak-anaknya sampai pada pemilihan Israel sebagai bangsa, perencanaan pendidikan telah menjadi bagian yang sangat penting dalam pendidikan bangsa Israel dengan penekanan syema yang terkenal: Tuhan itu Esa.
Perencanaan pendidikan sebagaimana yang disinggung di atas tidak hanya dilakukan oleh bangsa Israel tetapi juga oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel pada waktu itu, walaupun isi pendidikan itu tidak sama. Salah satu bangsa di sekitar Israel yang terkenal dalam pendidikan adalah bangsa Yunani dan Bangsa Romawi. Kemudian dalam sejarah perkembangan pendidikan, para pendidik modern memilih kata kurikulum yang berasal dari bahasa Latin dari kata currere. Berdasarkan itu maka uraian selanjutnya akan memaparkan etimologi kata kurikulum. Namun haruslah saya tegaskan disini bahwa sebelum muncul penggunaan kata currere dengan berbagai pengertiannya sebenarnya jauh sebelumnya sudah ada dalam Alkitab esensi dari kata kurikulum sebagaimana yang akan muncul dalam studi etimologi kata berikut ini ditambah dengan beberapa pendapat Ahli PAK terhadap kurikulum.
Jika kurikulum diartikan perencanaan atau kegiatan yang direncanakan maka di dalam Alkitab kita mendapat kesaksian yang jelas tentang perencanaan-perencanaan yang dimulai dari Allah sendiri. Perencanaan itu berupa perencanaan penciptaan atau kurikulum penciptaan dst. Akan dibahas terperinci dalam topic kurikulum dalam Alkitab.
Kembali kepada topic Konsep “Kurikulum dalam Alkitab” (Kurikulum Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab) dibahas dalam dua pendekatan atau kurikulum dalam Alkitab dalam bahasan ini dipahami dalam dua pendekatan:
3. Pengertian “Kurikulum dalam Alkitab”
Berdasarkan pembahasan di atas menjadi jelas bahwa perencanaan (kurikulum) itu ada dalam Alkitab. Perencanaan tersebut meliputi banyak hal, dapat meliputi perencanaan tentang penciptaan, perencanaan tentang beranak cucu, perencanaan tentang mendidik, mengajar (pendidikan) atau perencanaan/kurikulum tentang didikan. Jadi jelasnya pengertian kurikulum dalam Alkitab diartikan sbb:
Kurikulum dalam Alkitab adalah perencanaan Allah sejak kekal untuk mencapai tujuan yang telah Ia tetapkan sejak kekekalan sesuai dengan kesaksian Alkitab (Kurikulum dalam Alkitab adalah Perencanaan Allah: Penciptaan dan keselamatan). Di sini Allah adalah pendidik utama dan pertama. Ia mendidik dua manusia sejak di taman Eden dan dalam sejarah perkembangan manusia.
Kurikulum dalam Alkitab adalah perencanaan manusia pilihan Tuhan dalam bentuk perencanaan pendidikan yang telah dilakukan oleh manusia sejak Adam dan Hawa sampai pada perencanaan pendidikan yang dilakukan dalam bangsa Israel (Kurikulum Pendidikan dalam PL)dan Gereja sepanjang zaman.(Kurikulum Pendidikan dalam PB).
4. Kurikulum dalam Perjanjian Lama
Kurikulum dalam Perjanjian Lama dalam bahasan ini tidak lain kurikulum dalam pengertian implikasi logis dari definisi tentang “Kurikulum dalam Alkitab". Dalam definisi seperti pemaparan di atas, kurikulum dalam Alkitab diartikan perencanaan Allah dan perencanaan manusia pilihan-Nya tentang berbagai kegiatan khususnya kegiatan mendidik. Dalam Alkitab Perjanjian Lama pada halaman-halaman pertma dari kitab Kejadian menyatakan bahwa Allah memiliki perencaan sejak kekekalan tentang penciptaan dan penyelamatan manusia berdosa. Allah setelah menciptakan langit dan bumi, menempatkan manusia ciptaan-Nya di taman Eden. Allah juga bertindak sebagai pendidik bagi manusia pertama dengan kurikulum-Nya (perencanaan-Nya). Kemampuan perencanaan itu pun ada pada manusia karena manusia diciptakan Allah segambar dan serupa. Manusia sebelum dan sesudah kejatuhan tetap memiliki perencanaan, khususnya perencanaan mendidik anak-anak yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia pertama dan seterusnya. Ada Kain dan Habel demikian seterusnya sampai terpilihnya Israel sebagai sebuah bangsa. Perencanaan mendidik tetap menjadi cirri khas manusia. Dengan kata lain anak-anak yang dikaruniakan kepada manusia pertama dan seterusnya tidak mungkin tidak dididik oleh orangtuanya. Tugas mendidik ini terus menerus berlangsung. Mulai dari Allah sendiri, kemudian manusia dan seterusnya.
Bila kita membaca Alkitab dalam kacamata kurikulum maka akan jelas bahwa sejak manusia pertama dan perkembangan manusia selanjutnya sampai munculnya dua kelompok manusia, kelompok yang percaya kepada Tuhan dan yang tidak percaya kepada Tuhan (kafir) meneruskan budaya mendidik kepada anak-anaknya dengan isi dan proses yang berbeda-beda. Bangsa Israel misalnya mendidik anak-anak dengan Hukum Taurat sedangkan bangsa-bangsa di sekitar Israel mendidik anak-anak mereka dengan hikmat manusia.
Pada pemaparan berikut ini saya akan mengetengahkan uraian kurikulum dalam arti perencanaan dari pihak Tuhan dan manusia pilihan-Nya.
Perencanaan Allah/kurikulum Allah:
Secara universal adalah perencanaan penciptaan dan keselamatan. Sedangkan kurikulum Allah dalam arti khusus adalah perencanaan Allah dalam mengajar manusia yang telah diciptkan dan ditempatkan dalam taman Eden. Tujuan Allah menempatkan manusia di taman Eden adalah untuk mengusahakan dan memelihara atau Standar Kompetensinya “Adam dan Hawa Mampu menaati Firman Allah tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang oleh Tuhan”. Tetapi Adam dan Hawa tidak mencapai kompetensi tersebut. Kemudian setelah Tuhan berurusan dengan pelanggaran tentang kurikulum di Eden, kemudian manusia pertama dikeluarkan dari sekolah Eden. Di luar Eden Adam dan Hawa tetap mahluk yang memiliki pikiran dan berdasarkan itu memiliki dan mewujudkan perencanaan atas kehidupan mereka, khususnya perencanaan mendidik.
Dalam kitab kejadian kita melihat dengan begitu jelas kurikulum/perencanaan Penciptaan (Kejadian pasal 1 dan 2)
Isi kurikulum itu : 6 hari penciptaan dan 1 hari istirahat
Kurikulum Keselamatan (Kejadian 3:15 dan ayat-ayat dalam Alkitab yang berkorelasi dengan keselamatan, baik berupa nubuat maupun penggenapan)
Kurikulum Predestinasi (bagi penganut Teologi Calvinis)
Isi Kurikulum Predestinasi adalah Orang yang dipilih dan ditolak
Kurikulum Anugerah Allah
Isi kurikulum : Manusia mengalami Kerusakan Total membutuhkan pertolongan Tuhan
Kurikulum Bangsa Pilihan Allah (Israel)
Isinya: Pemanggilan Abraham sampai terpilihnya Israel menjadi suatu bangsa pilihan
Kurikulum pendidikan atau perencanaan mendidik yang dilakukan manusia pertama diteruskan oleh manusia dari satu generasi ke generasi lainnya sampai pada terpilihnya Israel sebagai suatu bangsa. Bangsa ini kemudian disebut bangsa Yahudi, mereka sangat terkenal dengan perencanaan mendidik. Gambaran ini sangat jelas dalam Alkitab, khususnya kurikulum pendidikan Yahudi dalam Kitab Amsal. Selanjutnya akan disinggung dalam sub topic kurikulum pendidikan Agama Yahudi.
Selain perencanaan penciptaan ada pula perencanaan keselamatan maka saya sebut ada Kurikulum Inkarnasi (Perwujudan keselamatan). Kurikulum ini dikerjakan Allah dalam Yesus Kristus kemudian diteruskan dalam Gereja sepanjang zaman
Isi kurikulum Inkarnasi adalah : Karya Yesus Kristus)
Dst.
Kurikulum pendidikan dalam Alkitab (PL), yaitu:
Kurikulum Taman Eden
Pendidiknya adalah Tuhan sendiri, peserta didiknya adalah Adam dan Hawa
Isi kurikulum: Boleh dan jangan makan pohon dalam taman Eden
Dalam prosesnya Adam dan Hawa gagal (berdosa) kemudian diusir keluar dari Taman Eden.
Kurikulum di luar Taman Eden
Kurikulum di luar taman Eden berlangsung dalam dua komunitas pelaksana kurikulum pendidikan.
Yaitu:
Kurikulum Kain yang diteruskan dalam bangsa-bangsa yang tidak percaya Allah/kafir. Artinya bangsa-bangsa kafir di sekitar dunia Perjanjian Lama dan bangsa-bangsa kafir lainnya juga melaksanakan kurikulum pendidikan.
Kurikulum Zet yang diteruskan dalam bangsa Israel – Gereja (Pendidikan Agama Kristen sepanjang Zaman)
Kurikulum Nuh (Lihat Alkitab dan mendiskusikannya)
Kurikulum Abraham (Ibid)
Kurikulum Ishak (Bagaimana Ishak mendidik anak-anaknya)
Kurikulum Yakub (Ibid)
Kurikulum Yusuf (Ibid)
Kurikulum Musa (Bagaimana Musa Mendidik bangsa Israel/Pendidikan Orang Dewasa di Mesir dan Padang Gurun)
Kurikulum Yosua (Bagaimana Yosua mendidik bangsa Israel)
Kurikulum Raja Daud
Kurikulum Raja Solaiman
Dapat juga kurikulum dalam Perjanjian Lama di bahas kitab perkitab. Misalnya kurikulum Pendidikan menurut Kitab Kejadian, Kurikulum Pendidikan menurut Kitab Keluaran dst. Sampai pada kitab yang terakhir dalam Perjanjian Lama.
Pembahasan kurikulum perkitab dalam PL akan lebih menarik bila dibahas dalam format komponen-komponen kurikulum (tujuan; materi; proses pembelajaran; evaluasi).
Pembahasan tersebut, untuk sementara tidak dapat diwujudkan disini, pada kesempatan berikut mudah-mudahan dapat diwujudkan.
Jadi, kurikulum dalam Alkitab hanya dapat dipahami dalam pengertian bahwa secara makna kata maka pengertian kurikulum itu sebenarnya ada dalam Alkitab, mulai dari Kejadian sampai Wahyu. Disini kata kurikulum tidak dipahami dalam pengertian bahwa kata kurikulum ada dalam Alkitab melainkan maknanya. Kurikulum dalam Alkitab juga tidak dimaksudkan bahwa dalam Alkitab telah dirumuskan sejumlah mata pelajaran atau mata kuliah. Namun komponen-komponen kurikulum pada setiap mata pelajaran itu ada dalam Alkitab.
5. Kurikulum Pendidikan Agama Yahudi
Topik ini, bila dipikirkan secara sepintas bertentangan dengan judul Bab 1 yaitu kurikulum dalam Alkitab. Sebenarnya tidak, karena ketika kita bicara tentag Perjanjian Lama kita juga mesti menghubungkan dengan komunitas Yahudi. Dengan demikian, kurikulum Pendidikan Agama Yahudi masih dapat ditempatkan pada bab 1.
Berdasarkan informasi dari Robert R. Boehlke dalam buku Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari Plato sampai Iqnatius de Loyola. Dapat dibuat sebuah kurikulum dengan format komponen kurikulum sbb:
Tujuan :
Melibatkan angkatan muda dan dewasa dalam sejumlah pengalaman belajar yang menolong mereka mengingat perbuatan-perbuatan ajaib yang dilaksanakan Allah pada masa lampau, serta membimbing mereka mengharapkan terjadinya perbuatan sama dengan penyataan di tengah-tengah kehidupan mereka guna memenuhi syarat-syarat perjanjian, baik yang berkaitan dengan kebaktian keluarga dan seluruh persekutuan maupun yang mencakup perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sebagaimana Ia diejawantahkan dalam urusan sosial dan pemeliharaan ciptaan yang dinamakan baik oleh Tuhan (Boehlke, 1994:23-24)
Bahan Pelajaran :
Materi pelajaran yang dipilih untuk diajarkan kepada peserta didik (umat Israel) untuk mencapai tujuan seperti yang dirumuskan diatas, yaitu:
Penciptaan langit dan bumi
Pemilihan Abraham dengan keturunannya
Pembebasan dari perbudakan di Mesir
Pemberian perjanjian/hukum Taurat
Pendudukan tanah yang dijanjikan
Permulaan kerajaan dan kesaksian kaum nabi tentang kecendrungan umat Israel menyeleweng dari persyaratan yang termuat dalam perjanjian
(sumber: Boehlke, dari Plato-Iqnatius, 1994:34)
Proses belajar- mengajar :
Proses belajar mengajar menyangkut strategi dan metode dan media yang dipakai dalam mendidik peserta didik (umat Israel) adalah:
Metode penuturan
Menghafal
Menyanyikan bahan yang dipelajarinya
Perdebatan (Tanya jawab) ; ancaman hukuman dan hukuman
Evaluasi/penilaian :
Selalu ada evaluasi atau penilaian atas kegiatan pendidikan yang dilakukan dalam umat Israel. Hal ini Nampak dalam keseriusan pendidik Israel mendidik peserta didik yaitu penggunaan ancaman hukuman dan hukuman yang dipakai oleh pendidik Israel untuk meningkatkan perhatian murid-murid. Sebab tanpa perhatian maka peserta didik tidak akan memahami pelajaran yang dijelaskan (Boehlke, 1994:47)
6. Kurikulum Pendidikan dalam Perjanjian Baru
Kurikulum Gereja Perjanjian Baru atau komunitas pengikut Yesus yang disaksikan dalam Perjanjian Baru berpusat pada satu Guru Agung yaitu Yesus Kristus (Menurut laporan Injil Sinoptik dan Inil Yohanes). Perjanjian Baru sangat kaya dengan kurikulum pendidikan, termasuk kurikulum berbasis kompetensi. Artinya sebelum Badan duniayang menangani Pendidikan, yaitu UNESCO memprogramkan pendidikan yang berorienatasi pada kemampuan Kogintif, Afektif dan Psikomotorik, Tuhan Yesus sudah melakukan itu kepada murid-murid-Nya.
Selain itu dalam Kisah Para Rasul dan Surat-surat Paulus, Paulus dapat ditempatkan sebagai Guru Agung kedua setelah Tuhan Yesus. Kurikulum Paulus (isi pengajaran Paulus) berfokus kepada Yesus Kristus. Rasul Paulus adalah salah satu pendidik yang kurikulum pendidikannya mengarahkan pada kompetensi logia atau kompetensi kognitif. Para pendengar yang tidak lazim dalam kompetensi logi/kognitif akan cepat bosan bahkan mengantuk.
Ada dua kurikulum pendidikan yang teragung dalam Perjanjian Baru, yaitu
a. Kurikulum Pendidikan Yesus Kristus (Guru Agung Utama dan Pertama)
Berikut ini penjelasan tentang Kurikulum Injil Matius dijadikan sebagai contoh dan sekaligus pembenaran konsep tentang kurikulum dalam Perjanjian Baru.
Kurikulum Pendidikan Menurut Injil Matius
Penulis Injil Matius tidak memakai kata kurikulum dalam seluruh kesaksiannya tentang karya Yesus Kristus, tetapi secara implicit Injil Matius kaya dengan komponen-komponen yang disinggung dalam teori kurikulum pendidikan. Berbagai istilah atau kata-kata yang berhubungan dengan dunia pendidikan, terlebih dalam kurikulum banyak ditemukan dalam narasi Injil Matius. Dalam teori pendidikan dan pengajaran selalu ada istilah-istilah seperti guru, murid, isi pengajaran, tujuan pengajaran, tempat atau sekolah dan aspek-aspek lain yang terkait dengan dunia pendidikan dan pengajaran secara formal.
Dalam teori kurikulum modern, 4 komponen ini tidak dapat dipisahkan dari sebuah kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses (cara belajar-mengajar) dan evaluasi/penilaian. Bila kita memakai empat komponen ini kemudian melihat dalam Injil Matius, maka kita akan kagum bahwa komponen-komponen itu sudah dilaksanakan oleh Tuhan Yesus Kristus yang dicatat oleh penulis Injil Matius.
Mari kita tinjau keempat komponen itu satu persatu.
1. Komponen Tujuan
Dalam Matius 4:18-22 diceritakan tentang tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama. Tujuan tersebut kita masukan dalam komponen pertama dari kurikulum pendidikan Yesus Kristus menurut Injil Matius. Maka segera kita mencantumkan komponen tujuan pendidikan Yesus Kristus sbb:
Tujuan : Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. (Mat. 4:19).
Atau Mampu menjadi penjala manusia
Bila isi ayat ini dimodifakasi dalam format Standar Kompetensi (SK) maka rumusannya sbb:
Mampu menjadi penjala manusia.
Mampu mengaplikasikan perbuatan baik sehingga orang lain mempermuliakan Bapa di Sorga (Mat. 5:16)
2. Komponen Isi/materi
Berdasarkan tujuan di atas maka materi pengajaran harus relevan dengan tujuan. Karena pemilihan materi pelajaran harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Demikian penegasan para pakar kurikulum PAK dan kurikulum pendidikan umum. Mungkin ada yang menilai uraian dan alasan pada bagian ini hanya mencocok-cocokkan pendapat para ahli dengan isi Injil Matius, khususnya ayat-ayat tersebut di atas. Sebenarnya tidak demikian, bila kita membaca secara baik maka dalam ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan maksud atau tujuan Yesus memanggil murid-murid-Nya berdasarkan tujuan tersebut maka pengajaran Yesus sangat sesuai dengan tujuan Ia memanggil murid-murid-Nya yang pertama. Mari kita memeriksa pasal 4:23-25, dan 5:1-12. Berdasarkan ayat-ayat ini, kita memahami apa isi pengajaran Yesus. Dalam ayat 23 jelas dinyatakan “Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah dan melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu” … Yesus menyembuhkan semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita pelbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan, yang sakit ayan dan lumpuh (4:24)
Dalam Matius 5:1-12 Yesus mengajarkan murid-murid-Nya tentang bahagia (makarios), yaitu ada 10 bahagia.
Materi atau isi pelajaran berdasarkan Matius 4:23-25 dan Matius, 5:1-12 dapat dirumuskan sbb:
Materi Pengajaran/pokok bahasan:
a. Faktor-faktor pendorong orang mengikuti Yesus
Injil Kerajaan Allah : Dasar pemahaman tentang kerajaan Allah
Melenyapkan segala penyakit dan kelemahan : Praktek perwujudan kerajaan Allah itu oleh Yesus Kristus
Apa hubungan 2 pokok bahasan ini dengan tujuan “Menjadi Penjala Manusia” dalam rumusan tujuan di atas?
Hubungannya yaitu murid-murid hanya bisa menjadi penjala manusia bila mereka berada dalam kerajaan Allah. Dan orang lain yang akan dijala (dipengaruhi dan mengambil keputusan menjadi pengikut Yesus Kristus oleh karena melihat hidup dan pengajaran murid-murid Yesus) bila mereka melihat kehidupan dan pemberitaan dan pengajaran para murid ketika suatu saat menjadi rasul, yaitu setelah kenaikan Yesus ke Sorga dan Roh Kudus diutus untuk menolong murid-murid Yesus dalam pemberitaan dan pengajaran. Hal ini tdak dapat dipungkiri. Dalam kesaksian selanjutnya, Injil Matius memaparkan adanya kesediaan orang-orang yang mengambil keputusan masuk dalam komunitas pengikut Yesus.
b. 10 Bahagia
Pengajaran tentang 10 bahagia pun ada hubungan dengan tujuan “menjadi penjala manusia”. Artinya dalam rangka menjadi penjala manusia maka murid-murid Yesus tidak dapat mengabaikan kenyataan yang akan mereka hadapi sebagai konsekwensi menjadi penjala manusia. Semuanya ini telah ada dalam pengajaran Yesus tentang 10 bahagia. Rincian uraian singkatnya sbb:
Murid-murid hanya menjadi penjala manusia bila mereka hidup dalam bahagia yang pertama (berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena mereka yang empunya kerajaan Sorga. Orang-orang yang dijala oleh murid-murid akan dibawa kepada dan berada dalam kerjaan Sorga. (Mat. 5:3)
Berbahagialah orang yang berduka cita karena mereka akan dihibur. Menjadi penjala manusia tidak dapat menghindari dukacita maka orang yang berdukacita (murid-murid yang berdukacita dalam pekerjaan menjala manusia) akan dihibur.
Dst. s/d 10 bahagia
3. Komponen Proses
Proses di sini menyangkut cara atau gaya mengajar, metode yang dipakai dalam mengajar, media yang dipakai untuk memperjelas informasi atau isi pengajaran.
Proses mengajar dalam Injil Matius 4 dan 5 yaitu Yesus memakai gaya ceramah, memakai kiasan-kiasan seperti penjala manusia untuk menjelaskan peranan murid-murid Yesus. Metode yang lain yaitu demontrasi kuasa Allah dengan cara menyembuhkan orang-orang yang mengalami sakit-penyakit. Melalui demontrasi kesembuhan ini Yesus sedang menunjukkan kerajaan Allah kepada murid-murid maupun orang yang disembuhkan. Dengan demontrasi kuasa kesembuhan tersebut menyebabkan banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus (Mat. 4:25). Kenyataan itu meneguhkan murid-murid akan tujuan Yesus memanggil mereka yaitu menjadi penjala manusia dengan cara mereka menyaksikan atau mengalami langsung bagaimana Yesus menyembuhkan orang-orang sakit dan mereka berbondong-bondong mengikuti Yesus (4:25). Setelah Yesus terangkat ke Sorga murid-murid melakukan juga demonstrasi kesembuhan itu dalam pelayanan dan pengajaran mereka, kemudian orang banyak bergabung dengan kelompok murid-murid Yesus.
4. Komponen Evaluasi/penilaian
Model evaluasi dalam Injil Matius adalah model evaluasi akhir dari suatu rangkaian pengajaran yang panjang. Evaluasi Yesus terhadap murid-murid-Nya baru dimunculkan dalam narasi Injil Lukas 8:26.
Isi penilaiannya terhadap murid-murid-Nya tidak dalam bentuk penilaian Kuantitatif tetapi dalam bentuk Kualitatif.
Penilaian yang dimaksud yaitu : Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya? Bila dikuantitatifkan maka akan nilai murid-murid akan menjadi D (Kurang)
Menurut Injil Markus
Menurut Injil Lukas
Menurut Injil Yohanes
b. Kurikulum Pendidikan Rasul Paulus (Guru Agung kedua setelah Yesus Kristus)
Menurut Kisah Para Rasul
Menurut surat-surat Kiriman Paulus
Kesimpulan :
Kurikulum dalam Alkitab adalah istilah yang dipakai penulis yang dijadikan sebagai istilah tehnis-teologis Pendidikan Agama Kristen untuk menunjukkan berbagai komponen dalam definisi kurikulum pendidikan yang sebelum adanya perumusan definisi kurikulum tersebut, komponen-komponen itu sudah ada dalam seluruh isi Alkitab. Komponen yang dimaksud ialah: (1) tujuan (2) materi/isi (3) proses kegiatan/proses belajar-mengajar (4) evaluasi atau penilaian. dipahami sebagai perencanaan tertulis tentang berbagai aspek kegiatan manusia
Bila 4 komponen itu dihubungkan pada kegiatan manusia, khususnya kegiatan pendidikan maka kegiatan pendidikan itu telah disaksikan dalam Alkitab, pendidikan itu telah dilakukan oleh Allah sendiri kepada manusia, kemudian manusia pertama melakukan kegiatan pendidikan itu kepada anak-anaknya dan seterusnya sampai terbentuknya Israel sebagai sebuah bangsa, pendidikan menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari bangsa Israel. Demikian juga dalam dunia Perjanjian Baru, Yesus sendiri menjadi guru Agung, melakukan tugas mengajar. Yesus menetapkan tujuan dan berdasarkan tujuan tersebut Yesus memilih materi atau menyampaikan isi pengajaran, dan untuk memudahkan proses penyampaian informasi dalam mengajar, Yesus pun memakai berbagai strategi dan metode serta evaluasi terhadap murid-murid setelah mengikuti pengajaran Yesus. Akan hal ini Injil Sinoptik paling kuat member data-data didactic Yesus Kristus.
Kurikulum dalam Alkitab: Perencanaan tertulis
Bab 2
Alkitab dalam Kurikulum
Setelah mempelajari materi dalam bab ini mahasiswa dapat:
Menjelaskan pengertian Alkitab dalam Kurikulum
Menjelaskan Konsep Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Kristen
Mengidentifikasi Alkitab dalam kurikulum Yesus Kristus dan para rasul
Menilai dan menerapkan Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Bapa-bapa Gereja – tahun 590 (Kurikulum Gereja mula-mula)
Mengevaluasi Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Abad Pertengahan
Menilai dan menerapkan Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Reformasi
Mengevaluasi Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Modern
Menilai dan menerapkan Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja zaman gerakan Evangelical
Menilai Alkitab dalam Kurikulum pendidikan Gereja, khususnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Indonesia tingkat SD, SMP, SMA, PT
Mengidentifikasi Komponen kurikulum pendidikan dalam Alkitab
Contoh-contoh komponen kurikulum pendidikan dalam Perjanjian Lama
Pendahuluan
Alkitab dalam kurikulum adalah istilah teknis yang saya pakai dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen untuk menggambarkan pemahaman perbedaan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dengan kurikulum Pendidikan Umum. Perbedaan tersebut nampak dalam perumusan tujuan dan isi kurikulum. Tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dirumuskan berdasarkan pendekatan terhadap Alkitab, sementara perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Umum tidaklah pada teks suci agama tertentu, tujuan kurikulum dapat dirumuskan berdasarkan kebudayaan, filsafat khususnya filsafat yang dianut oleh Negara. Dengan kata lain sumber perumusan tujuan kurikulum pendidikan umum diambil dari berbagai sumber sementara rumusan tujuan kurikulum pendidikan Agama Kristen dirumuskan dari Alkitab. Di sini, dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen, Alkitab adalah sumber utama perumusan tujuan Pendidikan Kristen.
Perumusan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen yang didasarkan pada Alkitab tersebut ditempuh dengan berbagai pendekatan atau metodelogi terhadap Alkitab. Ada yang merumuskan tujuan Kurikulum Pendidikan Agama Kristen berdasarkan pendekatan filosofis-teologis terhadap Alkitab, ada pula secara Dogmatis, Secara Biblika, secara Etika dan ada pula pendekatan Humanistik. Akan hal ini para pembaca memeriksa dan menilai tujuan Pendidikan Agama Kristen yang telah dirumuskan oleh para ahli, baik ahli PAK maupun ahli Teologi. Misalnya John Calvin merumuskan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dalam buku yang sangat terkenal “Institutio”. Ada pula yang merumuskan tujuan kurikulum Pendidikan Agama Kristen/tujuan Pendidikan Agama Kristen berdasarkan salah satu ayat dalam surat Efesus. Rumusan ini saya namakan rumusan tujuan Pendidikan Agama Kristen dengan pendekatan Biblika. Ada pula yang merumuskan tujuan Pendidikan Agama Kristen berdasarkan pendekatan Dogmatis yang diterima oleh berbagai denominasi Gereja seperti kurikulum Pendidikan Agama Kristen tingkat SD – SMA/PT di Indonesia tahun 2003 dengan KBK yang dikembangkan lagi menjadi KTSP. Dalam kurikulum ini, rumusan tujuan atau Standar Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen: Menjelaskan Allah Tritunggal dan Karya-Nya, dan Nilai-nilai Kristiani (= rumusan tujuan dengan pendekatan dogmatis dan etika Kristen). Dan pendekatan lainnya.
Selain itu isi kurikulum Pendidikan Agama Kristen pun diambil dari Alkitab. Inilah gambaran sekilas tentang topic Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Jadi, Alkitab dalam kurikulum adalah pemaparan tentang praktik kurikulum Pendidikan Agama Kristen, sejak zaman Gereja Perjanjian Baru dan perkembangan selanjutnya sampai dengan praktik Gereja masa kini dan masa-masa yang akan datang.
1. Pengertian Alkitab dalam Kurikukulum
Alkitab dalam kurikulum dapat dipahami dalam beberapa pengertian.
Pertama, Alkitab dalam kurikulum diartikan Alkitab menjadi sumber kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Disini komponen-komponen pendidikan Agama Kristen, sebagaimana ia sama dengan komponen-komponen dalam teori kurikulum pendidikan secara umum yaitu tujuan, isi, proses serta penilaian harus bersumber dari Alkitab. Misalnya penentujuan komponen pertama tentang tujuan Pendidikan Agama Kristen harus dirumuskan berdasarkan Alkitab. Selanjutnya berdasarkan tujuan yang sudah dirumuskan haruslah mencari materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. Materi pelajaran yang dimaksud harus diambil dari Alkitab. Jadi tujuan dirumuskan berdasarkan Alkitab, materipun diambil dari Alkitab. Bila dikatakan bahwa tujuan dan materi Pendidikan Agama Kristen dipilih berdasarkan Alkitab maka haruslah disadari bahwa Alkitab itu sendiri harus ditafsirkan. Oleh karena itu maka perumusan tujuan yang bersumber dari Alkitab dapat diupayakan dengan berbagai pendekatan, seperti pendekatan Biblika (eksegesis), pendekatan dogmatika, pendekatan sistematis teologis, pendekatan etika dan pendekatan-pendekatan lain yang dianggap syah dan bertangungjawab dalam dunia studi Alkitab.
Kedua, Alkitab dalam kurikulum diartikan juga sebagai praktek gereja dalam tugas didache/pengajaran sepanjang sejarah perkembangannya. Maksudnya bagaimana Gereja telah memakai Alkitab dalam kurikulum pendidikan Agama Kristen. Gereja zaman Perjanjian Baru, Gereja abad kedua sampai dengang berlakunya system kepausan tahun 590 Masehi yang biasa dikenal dengan periode Sejarah Gereja Mula-mula. Pada zaman itu gereja mula-mula pun memakai Alkitab dalam tugas pengajaran. Selanjutnya Gereja abad pertengahan yang tidak hanya Alkitab tetapi menambah lagi dengan tradisi gereja (dinggap otoritasnya sama dengan Alkitab namun ditolak oleh reformator), Gereja zaman reformator juga menggunakan Alkitab dalam tugas dan panggilan mengajar. Ada kurikulum Marthen Luther, Ada pula kurikulum John Calvin (Institutio), Kurikulum Zwingli, Kurikulum Gereja Anabaptis dan lai-lain. Alkitab yang sama dipakai juga dalam kurikulum Gereja zaman modern. Sampai pada praktek gereja-gereja di Indonesia tetap sama yaitu memakai Alkitab dalam kurikulum. Misalnya kurikulum Pendidikan Agama Kristen sesuai semangat KBK/KTSP yang disusun oleh Tim Redaksi PGI dan diterbitkan BPK, dalam silabusnya khususnya kolom refrensi terdapat pilihan ayat-ayat yang cocok untuk setiap kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Pada kolom refrensi kita belajar bagaimana Alkitab menjadi sumber atau isi pelajaran pendidikan Agama Kristen untuk siswa kelas 7 SMP.
Ketiga, Alkitab dalam kurikulum artinya isi Alkitab itu harus direncanakan dan diajarkan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti secara baik. Dengan kata lain Alkitab dalam kurikulum diartikan bahwa Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dipertanggungjawabkan.
Alkitab dalam kurikulum juga diartikan Alkitab sebagai sumber utama penyusunan komponen-komponen kurikulum, khususnya komponen penentuan tujuan Pendidikan Agama Kristen, komponen penentuan Isi atau materi PAK yang disesuaikan dengan tujuan, proses Pendidikan Agama Kristen yang meliputi gaya mengajar, metode mengajar, secara cara bertanya dapat pula mengikuti cara bertanya Tuhan Yesus dll. Penilaian pun harus menyangkut berbagai ranah.
Jadi, topic Alkitab dalam kurikulum salah satu contoh yang paling baik adalah dalam bahan ajar Pendidikan Agama Kristen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) buku siswa 7 SMP atau Cermin Remaja 1 Allah yang Berkarya Buku Siswa Pendidikan Agama Kristen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kelas 7 Sekolah Menengah Pertama, oleh Tim Redaksi PGI diterbitkan BPK, tahun 2007.
Bahan Ajar ini memang sangat baik dalam contoh Alkitab dalam kurikulum namun ia masih ada kekurangan-kekurangan dalam perumusan standar kemampuan dan penjabaran-penjabara standar kompetensi dalam bentuk kompetensi dasar dan bebarapa aspek lain yang tidak muncul dalam silabus, misalnya pengalaman belajar, penentuan metode dan lain-lain. Namun untuk memahami topic Alkitab dalam kurikulum maka bahan ajar ini sangat cocok.
Perlu diingat bahwa Alkitab dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pendidikan Agama Kristen adalah pendekatan dogmatika dan etika. Rumusan Tujuan (standar kompetensinya): Menjelaskan Allah Tritunggal dan Karya-Nya, dan Nilai-nilai Kristiani.
Alkitab dalam kurikulum juga hendak menegaskan bahwa kurikulum Pendidikan Agama Kristen berbeda dengan kurikulum pendidikan umum.
Bila dikatakan bahwa Alkitab menjadi sumber utama penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Kristen maka hendak ditegaskan bahwa Alkitab memiliki otoritas sebagaimana yang dikemukan secara sangat baik oleh Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon.
Dalam buku Howard P.Colson dan Raymond M. Rigdon, ia mengemukakan beberapa alasan mengapa Alkitab perlu mendapat tempat utama dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Selanjutnya untuk alasan-alasan yang dikemukakan oleh Colson dan Rigdon dapat dipelajari dalam hal. 104-114
Sedangkan praktik Alkitab dalam Kurikulum dapat ditelusuri dalam buku Robert R. Boehlke dengan judul: Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen yang dapat diringkas dalam babakan berikut ini. Namun sebelum menjelaskan Alkitab dalam kurikulum pendidikan mulai dari Tuhan Yesus sampai pada masa kini, haruslah saya tegaskan bahwa istilah kurikulum dengan segala komponen yang ada didalamnya seperti tujuan, materi, proses, dan evaluasi merupakan istilah-istilah yang tidak dipakai pada zaman sampai pada Reformasi . Istilah-istilah itu dipakai secara teratur ketika pendidik dijadikan sebagai ilmu tersendiri. Jadi, istilah-istilah seperti kurikulum, tujuan pendidikan, materi pendidikan, evaluasi terhadap proses pendidikan tidak dipakai tetapi esensi dari istilah-istilah itu ada dalam kegiatan mendidik yang dimulai dari Yesus sampai zaman Reformasi. Istilah-istilah itu menjadi lazim dipakai setelah pendidikan menjadi focus ilmu yang berdiri sendiri.
2. Alkitab dalam Kurikulum Yesus Kristus dan Para Rasul
Alkitab yang dimaksud disini yaitu Perjanjian Lama, karena pada zaman Yesus dan para rasul belum ada kitab Perjanjian Baru.
Jadi maksud topic ini jelas, yakni bagaimana Yesus dan para rasul menggunakan Perjanjian Lama dalam kegiatan pendidikan. Yesus mendidik murid-murid-Nya dengan Perjanjian Lama. Demikian pula para rasul, mereka mendidik orang-orang percaya dengan Perjanjian Lama.
3. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Bapa-bapa Gereja – tahun 590 (Kurikulum Gereja mula-mula)
Gereja zaman Perjanjian Baru tidak hanya terlibat dalam semangat kerygma (pemberitaan Injil) tetapi juga terlibat dalam semangat didache/pengajaran. Dalam Injil Sinoptik dilaporkan bahwa Yesus menggunakan waktunya untuk Mengajar. Tugas itu demikian penting sehingga Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya selalu dan senantiasa terlibat dalam kegiatan mengajar. Setelah zaman Perjanjian Baru, mulai zaman Bapa-bapa Gereja sampai tahun 590 Masehi gereja menjadikan Alkitab menjadi bagian yang sangat penting dalam tugas mendidik. Gereja melakukan tugas mendidik berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Abad Pertengahan
Kurikulum gereja abad pertengahan juga tetap memakai Alkitab tetapi Alkitab saja tidak cukup, ia harus ditambah dengan tradisi. Demikianlah gereja abad pertengahan menggunakan dua sumber ini dalam tugas mendidik warga gereja.
5. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Reformasi
Kurikulum sekolah sangat diwarnai dengan prinsip-prisip Reformasi, Sola Gratia, Sola Sckriptura, Sola vide. MarthenLuther menempatkan Alkitab dalam kurikulum pendidikan gereja, demikian pula John Calvin sangat memperhatikan Alkitab dan member tempat utama dalam kurikulum pendidikan gereja.
6. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja Zaman Modern
Terjadi berbagai perkembangan modern tapi ada petunjuk bahwa Alkitab tetap diperhatikan dalam kurikulum dunia modern, khususnya oleh Yohanes Amos Comenius Bapak Pendidikan Modern. Dalam kurikulum Yohanes Amos Comenius ada ruang pembahasan tentang ringkasan Alkitab. Baca Robert R. Boehlke, … Dari Yohanes Amos Comenius sampai perkembangan PAK di Indonesia, hlm. 84
7. Alkitab dalam Kurikulum Pendidikan Gereja zaman gerakan Evangelical
Alkitab menjadi sentral pendidikan Gereja atau Alkitab diutamakan dalam pendidikan warga gereja
8. Alkitab dalam Kurikulum Gereja(PAK) di Indonesia tingkat SD, SMP, SMA, PT/STT
Kurikulum PAK dengan pendekatan KBK sejak 2003, isinya lebih kepada pendekatan dogmatika yaitu dalam Kurikulum PAK tingkat SD-SMA dan Perguruan Tinggi isinya adalah doktrin Tritunggal dan nilai-nilai Kristiani (Isi kurikulum PAK dengan pendekatan dogmatika tentang Tritunggal dan pendekatan etis yaitu nilai-nilai Kristiani). Dengan kata lain Alkitab dalam Kurikulum PAK di Indonesia bersifat dogmatis-etis. Maksudnya Isi Alkitab itu diajarkan kepada peserta didik dengan pendekatan Dogmatika dan Etika.
Dalam teori kurikulum modern dikenal beberapa komponen atau sering disebut dengan komponen kurikulum. Komponen yang dimaksud yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi atau penilaian. Komponen-komponen ini harus ada dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Belum ada pendekatan kurikulum PAK berdasarkan kitab perkitab, padahal aspek ini penting (pendekatan Biblika)
Komponen kurikulum
Tujuan : Dirumuskan berdasarkan pendekatan terhadap Alkitab:
Apakah pendekatan biblika, Dogmatika, Etika, dan
pendekatan-pendekatan lain yang diakui dalam penelitian teks Alkitab
Bahan pelajaran : Dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai.
(Bersumber dari Alkitab)
Proses belajar-mengajar : pemilihan Strategi, metode, media dll dalam proses
pembelajaran. Contoh Yesus Kristus
Penilaian : Pemberian nilai dan evaluasi proses pembelajaran
2 Contoh tentang 4 Komponen kurikulum dalam PL yaitu dari Kitab Kejadian pasal 1, pasal 2-3 .
a. Tujuan : Penciptaan Langit dan Bumi
b. Bahan pelajaran : Enam hari penciptaan dan 1 hari sabat
c. Proses Belajar Mengajar : Logos Tuhan dan Exnihilo
d. Penilaian : Tuhan menilai pada Kej. 1: 10, 21 dengan kata Baik.
Sedangkan pada ayat 30 Tuhan menilai Sungguh amat Baik
Kejadian 3
a. Tujuan : Mengusahakan dan memelihara Taman Eden
b. Bahan Pelajaran : Buah-buah yang dapat dimakan dan yang dilarang oleh Tuhan
c. Proses Belajar Mengajar : Ceramah/dialog antara Tuhan dan Manusia Pertama
d. Penilaian : Sudah tahu tentang baik dan jahat oleh karena itu diusir
keluar dari Taman Eden (Kej. 3:22) = Adam dan Hawa
Tidak Lulus dan di DO dari Kampus Eden
1 Contoh dari 4 komponen kurikulum dalam PB, yaitu dari Injil Lukas
a. Tujuan
b. Bahan Belajar-Mengajar
c. Proses Belajar Mengajar
d. Penilaian
Kurikulum Pendidikan Yesus menurut Injil Matius
a. Tujuan Panggilan : Menjadi Penjala Manusia (Markus, 1:17) Maksud panggilan Yesus
b. Bahan Pelajaran : Yesus mengusir roh jahat (Mark. 1:24-25), berdoa
(Mark. 1:29-34),
Yesus Berjalan diatas air (Mark.6:45-52dst
c. Proses belajar mengajar : Ceramah Yesus, simulasi/pengalaman langsung mengusir
roh jahat, menyembuhkan orang sakit , orang lumpuh dll
d. Penilaian : Petrus tidak Lulus (Mark. 14:66-72) tetapi bukan tidak lulus permanen karena nanti setelah Roh Kudus turun Petrus lulus dengan sangat memuaskan (peristiwa pentakosta = hasil khotbah Petrus)
Yudas tidak lulus permanen akibatnya bunuh diri
Bab 3
Teori Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini, diharapkan peserta didik dapat:
Menjelaskan Pengertian kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengenali dan menerapkan Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Menerapkan Azas-azas Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengenali macam-macam Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengenali dan menerapkan ciri-ciri yang baik dari factor-faktor pembuatan kurikulum PAK
Menjelaskan hakikat Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Mengkritisi dan mengaplikasikan ragam atau Mono Definisi Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Membuat perbedaan Kurikulum PAK dan Pendidikan Umum
Pendahuluan
Pada bab 1 kita telah berusaha meletakkan dasar tentang kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Dasar ini sangat menentukan bangunan kurikulum. Bila dasar kurikulum rapuh maka bangunan kurikulum pun rapuh. Dasar yang kokoh termasuk dasar kurikulum Pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab. Alkitab dijadikan sebagai dasar perbincangan tentang kurikulum karena karena kurikulum adalah sebuah disiplin ilmu yang harus dibangung diatas kebenaran. Kebenaran itu dikategorikan dalam dua cara, ada kebenaran langsung (Alkitab) dan kebenaran melalui proses berpikir (teori-teori, seperti teori kurikulum yang dihasilkan para ahli melalui permenungan dan penelitian yang panjang yang kemudian menghasilkan kebenaran-kebenaran berpikir dalam ilmu kurikulum). Oleh karena Alkitab adalah kebenaran langsung (artinya isi Alkitab itu bukan melalui proses berpikir tetapi melalui inspirasi/pengilhaman Roh Kudus maka kurikulum Pendidikan Agama Kristen haruslah pertama-tama dibangun di atas dasar Alkitab selanjutnya ditambah tentang kebenaran-kebanaran melalui proses berpikir dari para ahli Pendidikan Agama Kristen yang telah lama menggumuli kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Saya selalu mengatakan bahwa pikiran adalah pemberian Tuhan sehingga ketika pikiran itu digunakan secara baik, apalagi secara ilmiah maka akan menghasilkan kebenaran-kebenaran yang mempermuliakan Tuhan. Kebenaran yang kita maksudkan disini adalah kebenaran kurikulum Pendidikan Agama Kristen.
Kembali kepada topic teori kurikulum Pendidikan Agama Kristen, mengapa topic ini dibicarakan tersendiri dan bukan dalam bagian konsep Alkitabiah tentang Kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Bukankah pandangan para ahli Pendidikan Agama Kristen tidak dibangun berdasarkan Alkitab? Saya jawab ya! Para ahli PAK telah memulai dari Alkitab tetapi saya harus memisahkan itu untuk menegaskan dua hal kebenaran langsung dan kebenaran melalui proses berpikir, khususnya kebenaran kurikulum Pendidikan Agama.
Dalam pendekatan ilmiah, teori selalu diartikan penjelasan sistematis tentang suatu fakta dan atau hokum yang berhubungan dengan aspek kehidupan (Babbie,1983). Teori juga diartikan kumpulan konsep, prinsip, definisi, proposisi yang terintegrasi, yang menyajikan pandangan sistematis tentang suatu fenomena dengan focus hubungan antar variable untuk menjelaskan suatu venomena (Kerlinger, 1973). Teori juga diartikan generalisasi beberapa pernyataan, yang merupakan ringkasan sejumlah tindakan nyata atau yang dianggap nyata, tentang suatu perangkat variable (David E. Apter, 1977) Atas dasar itu teori mengandung empat elemen, yaitu konsep, variable, pernyataan, dan format (Turner, 1974)
Dalam pengertian teori seperti paparan di atas maka teori kurikulum Pendidikan Agama Kristen membahas tentang beberapa aspek yang berkait dengan kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Beberapa aspek yang dimaksud seperti penjelasan tentang pengertian kurikulum Pendidikan Agama Kristen, komponen Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, azas-azas Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, macam-macam Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, ciri-ciri yang baik dari factor-faktor pembuatan kurikulum PAK, hakikat kurikulum Pendidikan Agama Kristen, ragam atau Mono Definisi Kurikulum Pendidikan Agama Kristen, perbedaan Kurikulum PAK dan Pendidikan Umum
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Eli Tanya merumuskan pengertian kurikulum PAK sbb:
Kata kurikulum aslinya berarti lapangan perlombaan yang harus dilalui oleh murid dan guru mencapai tujuan tertentu. Lazimnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal, dsb. Tetapi kurikulum sebenarnya mempunyai arti yang luas, yaitu sepanjang hidup pelajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum sbb: Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
Jadi Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
Modivikasi definisi kedalam definisi kurikulum PAK
a. Kurikulum PAK adalah semua pengalaman belajar peserta didik (SD – PT) yang beragama Kristen yang menjadi tanggung jawab sekolah (Modivikasi dari definisi William B. Ragan dan Robert S. Flaming dalam H.Dakir, 2004:4)
b. Kurikulum PAK adalah sejumlah bahan pelajaran Agama Kristen yang dirumuskan dari Alkitab dengan berbagai pendekatan seperti pendekatan dogmatis, exegesis, etika dll .
c. Kurikulum PAK adalah pengalaman belajar Agama Kristen yang direncanakan untuk membawa perubahan perilaku peserta didik komunitas Kristen.
d. Kurikulum PAK adalah desain kelompok social komunitas Kristen dari berbagai denominasi Gereja yang secara sepakat membuat pokok-pokok kajian pelajaran Agama untuk menjadi pengalaman belajar anak-anak Kristen di Sekolah.
e. Kurikulum PAK adalah semua pengalaman anak Kristen yang mereka lakukan dan rasakan di bawah bimbingan belajar. (Poin b-e adalah modivikasi definisi kurikulum dari pengertian kurikulum menurut Donald F. Gay dalam Dakir, 2004:5)
f. Kurikulum PAK adalah semua pengalaman yang direncanakan oleh lembaga-lembaga Kristen melalui pemerintah yang disampaikan di sekolah untuk dipakai oleh pendidik Agama Kristen dalam menolong para peserta didik Kristen dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan peserta didik Kristen yang paling baik (Modivikasi definisi Nengly dan Evaras dalam Dakir, 2004:5)
g. Kurikulum PAK adalah mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa atau isi pelajaran Agama Kristen (Modivikasi pengertian lama dari pengertian kurikulum, Nana Syaodih Syukmadinata, 2004:4) Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran atau kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa.
h. Kurikulum PAK adalah sejumlah organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat pelatihan yang didalamnya terdapat: rencana dalam bentuk tulisan, rencana itu adalah rencana kegiatan, rencana atau kurikulum itu berisi hal-hal: siswa mau dikembangkan kemana? Bahan apa yang akan diajarkan? Alat apa yang digunakan? Bagaimana cara mengevaluasinya? Bagaimana kualitas guru yang diperlukan? Kurikulum dilaksanakan dalam pendidikan formal.Kurikulum disusun secara sistematik. Pendidikan latihan mendapat perhatian (Mengambil definisi David Praf dalam Dakir, 2004:5)
2. Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Ada empat komponen yang mesti diperhatikan dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen, yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Agama Kristen
b. Isi Pendidikan Agama Kristen
c. Proses Pendidikan Agama Kristen
d. Evaluasi Pendidikan Agama Kristen
Penjelasan untuk setiap komponen:
Komponen Tujuan dan Isi Kurikulum Pendidikan Agama Kristen
Eli Tanya juga menyatakan bahwa rumusan tentang isi Kurikulum PAK bergantung dari bagaimana rumusan tentang tujuan PAK. Dengan kata lain isi kurikulum PAK menyangkut dengan apakah tujuan PAK.
Beberapa rumusan tentang tujuan PAK
Randolph Crump Miller
Tujuan PAK adalah membimbing setiap pribadi kedalam keputusan untuk hidup orang Kristen
Robert R. Boehlke
Tujuan PAK adalah menolong orang dari semua golongan umur yang dipercayakan kepada pemeliharaan gereja untuk member tanggapan akan pernyataan Allah dalam Yesus Kristus … supaya mereka dibawah pimpinan Roh Kudus diperlengkapi guna melayani sesama manusia atas nama Tuhan mereka di tengah-tengah keluarga, gereja, masyarakat dan dunia alam…
Joseph Lewis Sherrill
Tujuan PAK adalah usaha, biasanya oleh anggota-anggota umat Kristen, untuk berpartisipasi dalam dan untuk membimbing perubahan-perubahan yang terjadi dalam pribadi-pribadi dala, hubungan-hubungan mereka dengan Allah, dengan gereja, dengan orang-orang lain, dengan dunia dan diri sendiri.
International Council of Religious Education dalam Paul H. Vieth th. 1930 yang dikutip Eli Tanya, merumuskan tujuan PAK sbb:
.1. Meningkatkan dalam diri pribadi yang bertumbuh kesadaran akan Allah sebagai realitas dalam pengalaman manusia dan rasa adanya hubungan pribadi dengan Dia.
.2. Membimbing pribadi yang bertumbuh kepada pengertian dan penghargaan akan kepribadian, kehidupan, dan pengajaran Yesus Kristus.
.3. Meningkatkan dalam pribadi yang bertumbuh perkembangan progresif dan terus-menerus dari watak Kristus
.4. Mengembangkan dalam pribadi yang bertumbuh kemampuan dan kecendrungan untuk berpartisipasi dalam dan menyumbang secara konstruktif kepada pembangunan tata social.
.5. Membimbing pribadi yang bertumbuh untuk membangun falsafah hidup berdasarkan tafsiran Kristen tentang kehidupan dan alam semesta.
.6. Mengembangkan dalam pribadi yang bertumbuh kemampuan dan kecendrungan untuk berpartisipasi … dalam gereja
.7. Memungkinkan dalam pribadi yang bertumbuh mengasimilasikan pengalaman religious yang terbaik dari bangsa sebagai bimbingan efektif bagi pengalaman kini.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut di atas maka isi PAK dirumuskan sbb:
1. Iman Kristen: Meliputi hakekat Allah, Roh Kudus, Yesus Kristus, Manusia, Gereja, Alkitab dan pengetahuan tentang filsafat-filsafat dunia, juga tafsiran Kristen tentang alam semesta.
2. Alkitab sebagai Firman Allah: Umat Kristiani harus mengerti tentang hakekat Alkitab itu yang meliputi sejarah terjadinya, cara pemakaiannya pada berbagai kesempatan, metode-metode studi PL dan PB, dan bagaimana mengajarkannya.
3. Kehidupan Kristen: Meliputi ibadah, pergaulan, pekerjaan, menjadi orang tua bertanggung jawab, tafsiran tentang seks secara Kristen, pernikahan Kristen, hubungan dengan masyarakat, dsb.
4. Masalah Sosial: Meliputi asas-asas Kristen dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat, ekonomi dan perdagangan, pemerintah, kewarganegaraan, kerja dstnya.
5. Hubungan dunia: Meliputi misi ke seluruh dunia, gerakan oikumene, kesempatan-kesempatan dalam hubungan dengan dunia luas.
Atau isi PAK adalah Allkitab ( Allah, Kristus, Roh Kudus, Manusia, Masyarakat)
3. Asas-asas Kurikulum PAK
Menurut pertimbangan saya, asas-asas kurikulum atau landasan kurikulum Pendidikan Agama Kristen dibagi menjadi beberapa asas, yaitu:
a. Azas Teologis : berkenan dengan arah kuriulum adalah pencapai tujuan pendidikan yang mengarah pada perubahan untuk kemuliaan nama Tuhan dan kemanfaatan bagi sesama manusia
b. Azas Filosofis : berkenaan dengan filsafat pendidikan yang dianut. Filsafat yang dianut di Indonesia adalah filsafat Pancasila. Maka tujuan pendidikan yang merupakan bidang kajian filosofis haruslah berkenaan dengan asas filsafat yang dianut Negara, karena PAK dilaksanakan di Negara RI. Hal ini tidak berarti bahwa kita mengabaikan Alkitab. Alkitab tetap menjadi sumber dan dasar atau asas-asas kurikulum PAK.
c. Azas Psikologis : Berkenaan dengan latar belakang peserta didik PAK. Disini PAK harus juga terbuka secara kritis-teologis terhadap ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. Ada berbagai aliran psikologi pendidikan. Masing-masing aliran psikologi itu mempunyai kelemahan dan kelebihannya. Maka kebenaran yang dihasilkan dalam berbagai aliran psikologi pendidikan dapat dipakai dalam pelaksanaan PAK. Peserta didik tentu memiliki latar belakang perkembangan psikologis yang berbeda, perbedaan dalam metode belajar dan lain-lain. Ilmu psikologi pendidikanmember masukan untuk itu.
d. Azas Sosiologis : Peserta didik dan pendidik tidak dapat dipisahkan dengan sesamanya. Proses belajar dilangsungkan dalam interaksi social. Baik itu antara peserta didik maupun guru, bahkan lingkungan di mana proses pembelajaran dilaksanakan.
e. Azas Organisatoris : Berkenaan dengan bagaimana mengorganisir penyajian materi PAK.
4. Macam-macam Kurikulum PAK
Menurut Eli Tanya, kurikulum PAK dibedakan dalam pengelompokkan sbb:
1. Uniform Lesson (pelajaran seragam): Bahan pelajaran yang sama ditujukan untuk semua golongan umur.
2. Group-graded Lesson (pelajaran yang disesuaikan dengan kelompok): Bahan pelajaran yang berbeda ditujukan untuk kelompok umur yang berlainan.
3. Closely Graded Lesson (Pelajaran yang disesuaikan secara ketat): Bahan pelajaran khusus untuk beberapa waktu saja, misalnya 1 tahun saja.
4. Pelajaran PAK di luar Gereja: lazimnya berupa buku pegangan baik untuk guru maupun murid.
5. Buku pelajaran untuk sekolah: ditujukan untuk pelajar-pelajar tingkat SD, SMP, SMA, yang diterbitkan oleh Kompak PGI
6. Kurikulum Denominasi: kurikulum yang disusun dan diterbitkan oleh denominasi tertentu untuk kalangan sendiri.
7. Kurikulum Non Denominasi: Kurikulum yang diterbitkan bukan denominasi tetapi untuk komersial
8. Kurikulum usaha bersama: kurikulum yang dihasilkan secara bersama oleh beberapa denominasi secara bersama-sama.
9. Kurikulum yang berpusatkan isi (Content-Centered Curriculum): Kurikulum yang berpusatkan pada pelajaran Alkitab, membahas bagian-bagian Alkitab satu persatu.
10. Kurikulum yang berpusatkan pengalaman (Experience-Centered Curriculum): Kurikulum yang isinya menitik beratkan pengalaman murid, lalu menghubungkannya dengan Alkitab atau iman Kristen
11. Kurikulum berdasarkan studi unit (Unit of Study): Kurikulum yang tujuannya adalah member pelajaran yang lebih luas, baik pengalaman atau pokok pelajaran.
5. Ciri-ciri yang baik dari factor-faktor pembuatan kurikulum PAK
Eli Tanya mengemukakan beberapa cirri yang baik dari hal-hal yang mendorong pembuatan kurikulum PAK, yaitu:
1. Isi kurikulum harus sesuai dengan Alkitab, meskipun tidak semua bahan terambil dari Alkitab, tetapi selalu harus Alkitabiah
2. Kurikulum harus sesuai dengan ajaran dan pengakuan gereja yang menggunakannya.
3. Kurikulum harus memanfaatkan ilmu paedagogi-termasuk di dalamnya metode atau tehnik dan proses belajar mengajar yang baik.
4. Kurikulum juga harus memperhatikan petunjuk-petunjuk psikologi belajar yang tentang cirri-ciri golongan umur pelajar, kepribadian pelajar, dsbnya.
5. Kurikulum juga harus memperhatikan penemuan-penemuan sosiologi tentang latar belakang masyarakat tertentu, kemampuan golongan-golongan, jemaat kaum tani dll.
6. Kurikulum harus dapat disesuaikan kebutuhan gereja tertentu (harus luwes sifatnya).
7. Kurikulum harus sesuai kebutuhan pengajaran yang diberikan, misalnya untuk sekolah Minggu atau kelas katekisasi.
8. Harga terbitan (buku, majalah, manual) harus pantas dan terjangkau, sehingga dapat dibeli oleh jemaat local atau murid (Eli Tanya, 2006:28-32)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kurikulum PAK adalah:
1. Apa tujuan kurikulum PAK?
2. Untuk siapa kurikulum itu dibuat?
3. Apakah kurikulum dibuat untuk murid-murid? Atau untuk sekolah, gereja atau untuk pembuatnya sendiri?
6. Hakikat Kurikulum PAK
Dalam kalangan ahli PAK pun terdapat beragam definisi tentang kurikulum. Mulai dari pengertian sederhana (Mata pelajaran Agama Kristen yang tercetak) sampai pada pengertian kurikulum yang bersifat kompleks dan maha luas. Walaupun demikian namun esensinya sama yaitu perencanaan pendidikan agama Kristen atau kurikulum pendidikan agama Kristen adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Kristen. Dalam mencapai tujuan itu maka perencanaan atau kurikulum pendidikan itu berisi isi: Tujuan, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar-mengajar dalam mencapai tujuan pendidikan Agama Kristen yang telah ditentukan.
7. Ragam atau mono Definisi Kurikulum PAK
Bila kita membaca buku Robert Boehlke maka akan Nampak bahwa Boehlke memakai kata kurikulum dalam pengertian lama yaitu mata pelajaran. Namun itu tidak serta menegaskan bahwa Boehlke tidak mempunyai pandangan yang maha luas tentang pengertian kurikulum. Kita yakin bahwa Boehlke pasti lebih luas memahami definisi kurikulum mulai dari arti sederhana sampai arti yang kompleks dan luas. Penegasan ini disebabkan karena beliau adalah pakar PAK dari Amerika, pendidik Amerika tidak asing dengan kata kurikulum, karena kata kurikulum yang kita pakai di Indonesia, dipopulerkan di Indonesia pada tahun 1950-an oleh ahli-ahli pendidikan tamatan dari Amerika, demikian informasi dari S.Nasution dalam bukunya Asas-asas Kurikulum.
Ragam definisi tentang kurikulum juga dapat dipahami dalam uraian PAK oleh Homrighausen dan Enklaar. Mereka mengakui definisi kurikulum mulai dari arti sempit sampai arti yang luas.
Kesimpulannya Para Ahli PAK juga memiliki pengertian yang sederhana dan maha luas tentang pengertian kurikulum. Dan untuk aspek praktis maka sering para Pakar PAK mengartikan kurikulum dalam pengertian mata pelajaran yang disajikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dr. E.G.Homighausen dan Dr. I.H.Enklaar (Ahli PAK)
Kedua ahli di atas menyatakan: “Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan istilah “rencana pelajaran” itu? Dalam bahasa asing dipakai kata ‘Curriculum’, arti aslinya ialah lapangan perlombaan. Kita tahu bahwa perlombaan dimulai dari satu tempat yang tertentu dan berakhir pula pada tempat yang tertentu”. Homrighausen dan Enklaar menyamakan rencana pelajaran dengan curriculum (rencana pelajaran atau curriculum). Bahkan dalam kursus mengemudikan oto (mobil), pasti ada rencana atau curriculumnya. Begitu pulalah semestinya dalam Pendidikan Agama Kristen.
Secara tegas kedua ahli ini mengemukakan bahwa rencana pelajaran atau Curriculum dapat dipahami dalam arti sempit (mata pelajaran) dan curriculum dalam arti luas, yaitu segala pengaruh, persekutuan dan aktivitas yang lain, yang berhubungan dengan pelajaran bersama itu (Homrighausen dan Enklaar, 2005:87-88)
Hal menarik dalam pernyataan Homrighausen dan Enklaar adalah: Isi seluruh Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dipertanggungjawabkan atau bagian ini dipahami dalam istilah Howard P. Colson dan Raymond M. Rigdon , yaitu Alkitab dalam kurikulum (kurikulum/perencanaan dalam Pendidikan Agama Kristen (Homrighausen dan Enklaar, 2005 : 87). Selanjutnya menurut penulis (Yonas Muanley) rencana pendidikan atau curriculum pendidikan itu ada dalam Alkitab (Kurikulum dalam Alkitab). Hipotesis ini lahir dari berpikir dan perenungan panjang melalui riset terhadap makna kata curriculum. Dengan demikian saya tiba pada hipotesa “Kurikulum dalam Alkitab”, dan ternyata kebenaran konsep ini ada dalam pandangan seperti Homrighausen dan Enklaar, yaitu Isi Alkitab harus diajarkan menurut rencana atau curriculum yang dapat dipertanggungjawabkan. Inti yang searah dengan konsep Kurikulum dalam Alkitab adalah penegasan kedua ahli di atas tentang perencanaan atau curriculum yang harus diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen. Sedangkan Colson dan Rigdon akan membawa penulis (Yonas Muanley) pada konsep esensi rencana atau curriculum dalam Alkitab, yaitu bahwa perencanaan itu ada dalam Alkitab karena Alkitab itu berotoritas. Otoritas Alkitab disebabkan karena pengilhaman atau pewahyuan oleh Allah yang berpribadi kepada manusia yang berpribadi sehingga selalu bersinggungan dengan perencanaan. Allah itu berpribadi maka Ia memiliki perencanaan, Ia menciptakan manuisa sebagai mahluk yang segambar maka mahluk yang segambar dan serupa dengan Allah itu mempunyai perencanaan dalam berbagai kehidupan, khususnya perencanaan dalam pendidikan. Tentang pendidikan, Alkitab memuat data yang cukup untuk sebuah studi kurikulum pendidikan (perencanaan pendidikan).
Dr. Eli Tanya
Kata kurikulum aslinya berarti lapangan perlombaan yang harus dilalui oleh murid dan guru mencapai tujuan tertentu. Lazimnya kurikulum dipahami orang sebagai bahan-bahan tercetak (buku, majalah) berisikan pelajaran, petunjuk-petunjuk, gambar-gambar, soal-soal, dsb. Tetapi kurikulum sebenarnya mempunyai arti yang luas, yaitu sepanjang hidup pelajar, meringkas segala pengalaman dan pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid. International Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum sbb: Kurikulum PAK adalah segala pengalaman si pelajar di bawah bimbingan”. Semua pengalaman murid dalam rumah tangga, gereja dan sekolah digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan gereja.
8. Perbedaan Kurikulum PAK dan Pendidikan Umum
Perbedaannya:
1. Rumusan tujuan pelajaran berbeda, dimensi tujuan bersifat vertical dan horisontal
2. Bahan pelajaran bersumber dari Alkitab (Alkitab = Isi PAK)
3. Proses Belajar Mengajar dimulai dengan nyanyian rohani, doa pembukaan dan doa akhir pelajaran.Pendidik tidak menjadi hamba dari media LCD, OHP dan tehnologi lainnya. Pembelajaran tetap dilangsungkan walaupun ada kendala pada media tehnologi Pendidik dan Peserta didik berserah kepada pimpinan Roh Kudus dalam proses pembelajaran
4. Perubahan tidak hanya 3 ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) tetapi pada psikospritual (kemampuan menunjukkan perubahan hidup/pertobatan dan relasinya dengan Tuhan)
5. Citra guru PAK berdimensi misiologis (orang yang melihat dapat tertarik menjadi Kristen)
Persamaannya:
Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Umum sama pada:
1. Penggunakan media pembelajaran
2. Penggunaan strategi pembelajaran
3. Struktur organisasi pelajarannya sama yaitu pendahuluan,isi dan penutup.
4. Sama-sama mengarahkan pendidikan pada tujuan pendidikan Nasional
5. Para pendidik dituntut memiliki citra sebagai seorang pendidik baik di sekolah maupun di Masyarakat
6. Memperhatikan kode etik guru Indonesia
7. Isi pelajaran berbeda
8. Mendidik dengan tujuan yang jelas
9. Mengarahkan proses pendidikan pada tujuan
10. Perubahan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
Bab 4.
Konsep Kurikulum Secara Umum
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini, diharapkan peserta didik sudah dapat:
Mengemukakan Hakikat Kurikulum
Mendata dan menganalisis ragam Definisi Kurikulum dan penetapan definisi kerja
Menganalisis Ragam terminology kurikulum
Menilai dan menerapkan Fungsi kurikulum
Menganalisis Tujuan kurikulum
Menjelaskan Jenis-jenis organisasi kurikulum
Menganalisi Asas-asas kurikulum
Menjelaskan dan menerapkan Komponen-komponen kurikulum
Pendahuluan
Studi kurikulum pada bagian ini mendeskripsikan beberapa sub topic yang digabung dalam topic utama konsep kurikulum. Kerinduan kita ialah bahwa setelah berinteraksi dengan informasi yang dipaparkan di sini, para pebelajar dapat mengetahui konsep kurikulum yang dimulai dari pembahasan hakikat kurikulum. Hal ini disebabkan karena adanya ragam definisi kurikulum. Sehingga dengan memulai dari hakikat kurikulum maka dapat dipahami bahwa betapapun terdapat banyak definisi tentang kurikulum, baik dari definisi sederhana sampai pada definisi yang sangat luas tetapi semua ahli kurikulum sepakat bahwa hakikat kurikulum tidak lain adalah kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan pemahaman di atas maka maka pembahasan selanjutnya berkait dengan sub-sub topic seperti ragam definisi kurikulum dan penetapan definisi kerja, ragam terminology kurikulum, fungsi kurikulum, tujuan kurikulum, jenis-jenis organisasi kurikulum, asas-asas kurikulum, komponen-komponen kurikulum.
Bagaimana persisinya pemahaman untuk setiap topic ini maka berikut ini dideskripsikan teori-teori atau konsep kurikulum berdasarkan berbagai sumber. Pemaparan ini sifatnya kompilasi maka di sana sini akan ditemukan kutipan-kutipan langsung tapi belum diberi aturan sebagaimana mestinya aturan dalam penelitian tentang kutipan-kutipan sehingga terhindar dari praktek pelagiat. Jadi sekali lagi bahan ini hanya bersifat kompilasi dari berbagai sumber tentang topic yang dipilih untuk menjadi pengalaman belajar para pebelajar Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar.
Selanjutnya bila ini disempurnakan dalam bahan ajar maka tidak akan muncul kutipan-kutipan yang mengarah kepada praktik pelagiat. Ini tidak boleh karena dosa akademis.
1. Hakikat Kurikulum
Banyak definisi kurikulum yang satu dengan yang lain saling berbeda dikarenakan dasar filsafat yang dianut oleh para penulis berbeda-beda. Walaupun demikian ada kesamaan satu fungsi, yaitu bahwa kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tentang tujuan pendidikan, ada tujuan pendidikan Nasional, tujuan lembaga, tujuan mata pelajaran/mata kuliah, tujuan sub pokok bahasan
Filsafat Bangsa Indonesia
Pendidikan Nasional Indonesia
(sesuai Undang-undang Pendidikan Nasional)
Tujuan Lembaga/Tujuan Institusional
Tujuan Instruksional Umum/Standar Kompetensi/Tujuan Mata Pelajaran
Tujuan Instruksional Khusus/Tujuan Sub Pokok Bahasan/Kompetensi Dasar
Sumber: Dakir, 2004:1
Kurikulum yang isinya memuat berbagai komponen, seperti: tujuan, materi/isi/bahan ajar, proses (metode, strategi, media), evaluasi, dan berbagai pengalaman belajar yang satu dengan yang lain saling terkait adalah merupakan satu system, ini berarti bahwa setiap komponen yang saling terkait tersebut hanya mempunyai satu tujuan, yaitu tujuan pendidikan yang juga menjadi tujuan kurikulum. (Dakir, 2004: 1)
2. Ragam Definisi Kurikulum dan penetapan definisi kerja
Definisi kata “Kurikulum” yang mengalami perkembang/perluasan arti dalam dunia Pendidikan.
Kata Curriculum dalam dunia pendidikan selalu diartikan oleh para ahli kurikulum pendidikan sebagai berikut:
Prof. Drs. H.Dakir
Menyatakan: “Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal bahasa Latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harafiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebust ada batas start dan batas finist. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar.” Selanjutnya Dakir menyatakan “dulu kurikulum pernah diartikan sebagai “Rencana Pelajaran” yang terbagi menjadi rencana pelajaran minimum dan rencana pelajaran terurai. Namun istilah ini dalam kenyataannya di sekolah rencana pelajaran tersebut tidak semata-mata hanya membicarakan proses pengajaran saja, bahkan yang dibahas lebih luas yaitu, mengenai masalah pendidikan. Oleh karena itu istilah rencana pelajaran kiranya kurang tepat atau tidak sesuai.
Prof. Dr. S. Nasution, M.A. (Ahli Pendidikan Umum)
Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa Latin “curriculum”semula berarti “a running course, or race course, especially a chariot race corse” dan terdapat pula dalam bahasa Perancis, “courier” artinya to run, berlari”. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. (Nasution, 1989 : 9)
Selain itu Nasution juga menyatakan: “Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812. Kata kurikulum baru dicantumkan untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pengertian kata kurikulum dalam kamus Webster pada waktu itu (1856) ialah: “1. A race cource; a place for running; a chariot. 2. A course in general; applied particulary to the course of study in a university”. Jadi, dengan kurikulum dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. “Kurikulum juga berarti “chariot”, “semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari start sampai finish”. Di samping penggunaan “kurikulum” semula dalam bidang olahraga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata pelajaran di perguruan tinggi. Selanjutnya dalam perkembangan kemudian, pengertian kata kurikulum diperluas artinya. Perluasan pengertian kata kurikulum dapat dilihat dalam kamus Webster tahun 1955. Dalam kamus Webster terbitan tahun 1955, kata kurikulum diartikan dalam beberapa pengertian, yaitu:
d. A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to degree.
e. The whole body of courses offered in an educational institution, or department there of,-the usual sense.
Dari dua arti tentang kurikulum yang muncul dalam kamus Webster, maka kata “kurikulum” khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. Kurikulum juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.
Prof. Dr. S. Nasution, M.A., menegaskan bahwa walaupun ada bermacam-macam definisi tentang kurikulum tetapi lazimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Prof. Dr. S. Nasution, M.A. juga menyatakan bahwa ada sejumlah ahli teori kurikulum yang menyatakan: kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah (Nasution, 1989 : 5)
Prinsip kurikulum yang ditegaskan disini adalah perencanaan atau kegiatan yang direncanakan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah pengawasan suatu lembaga. Perencanaan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Jadi kurikulum hanyalah alat untuk mencapai tujuan.
Definisi sederhana/konsep lama atau pengertian lama tentang kurikulum
Berdasarkan pengertian kata, kurikulum yang merupakan bahasa Latin, yaitu dari kata ‘currere’ secara harafiah berarti lapangan perlombaan lari. Dalam lapangan perlombaan tersebut ada batas start dan batas finist. Kata ini kemudian dipakai dalam dunia pendidikan, yaitu bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai gelar. Berdasarkan pemahaman seperti ini, maka dulu kata kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan sbb:
a. Kurikulum adalah rencana pelajaran.
b. Kurikulum adalah kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa
c. Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang masing-masing dengan tujuan tersendiri namun memberi sumbangannya agar tercapai tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan (Nasution, 1989:60)
Pengertian kurikulum seperti yang dirumuskan di atas mulai mengalami perkembangan pengertian yang disebabkan karena perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, dimensi waktu dan tempat. Artinya kurikulum mengambil bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar pada waktu lampau dan waktu yang akan datang. Demikian pula tidak mengambil berbagai bahan ajar setempat/local atau yang disebut kurikulum lokal) tetapi juga bersifat nasional (kurikulum nasional) dan juga bersifat internasional atau global (kurikulum Internasional).
Dengan demikian kurikulum itu merupakan program pendidikan bukan program pengajaran, yaitu program yang direncanakan diprogramkan dan dirancangkan yang berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang berasal dari waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan datang.
Jadi kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selanjutnya beberapa pengertian yang luas tentang kurikulum
William B. Ragan mengartikan, kurikulum ialah semua pengalaman anak yang menjadi tanggungjawab sekolah
Robert S. Flaming mendefinisikan, kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar anak yang menjadi tanggung jawab sekolah
David Praff mengartikan kurikulum ialah seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat pelatihan. Dalam definisi ini dirinci sbb: rencana tersebut dalam bentuk tulisan, rencana itu ialah rencana kegiatan, kurikulum berisikan: peserta didik mau dikembangkan ke mana?, Bahan apa yang akan diajarkan?, Alat apa yang digunakan? Bagaimana cara mengevaluasinya? Bagaimana kualitas guru yang diperlukan? Kurikulum dilaksanakan dalam pendidikan formal, kurikulum disusun secara sistemik, pendidikan latihan mendapat perhatian (Dakir, 2004:4-5)
Donald F. Gay mengartikan kurikulum ialah sejumlah bahan pelajaran yang secara logis. Kurikulum ialah pengalaman belajar yang direncanakan untuk membawa perubahan perilaku anak (perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik). Kurikulum ialah disain kelompok social untuk menjadi pengalaman belajar anak di sekolah. Kurikulum ialah semua pengalaman anak yang mereka lakukan dan rasakan di bawah bimbingan belajar.
Nengly dan Evaras mengdefinisikan kurikulum ialah semua pengalaman yang direncanakan yang dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik.
Inlow mendefinisikan, kurikulum ialah susunan rangkaian dari hasil belajar yang disengaja.
Saaylor, mendefinisikan kurikulum ialah keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi proses belajar-mengajar baik langsung di kelas tempat bermain, atau di luar sekolah.
3. Ragam terminology kurikulum
Core curriculum (inti kurikulum), yaitu pengalaman belajar yang harus diberikan baik yang berupa kebutuhan individual maupun kebutuhan umum.
Core Curriculum mengandung: tujuan yang mendasar dan luas, bahan terdiri atas berbagai pengalaman belajar yang disusun atas dasar unit kerja, metode yang digunakan sangat fleksibel, bimbingan belajar sangat diperlukan.
Hidden Curriculum (kurikulum yang tersembunyi). Kurikulum ini tidak direncanakan, tidak diprogramkan dan tidakdirancang tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap out put dari proses belajar-mengajar. Hidden Kurikulum meliputi yang tidak dipelajari dari program sekolah yang non akademik. Selain itu hidden curriculum dapat juga berhubungan dengan pendidikan moral dan peran guru dalam mentransformasikan standar moral.
Curriculum Fondation : atau disebut asas-asas kurikulum mengingatkan bahwa dalam penyusunan kurikulum hendaknya memperhatikan filsafat bangsa yang dinamis, keadaan masyarakat beserta kebudayaannya, hakikat anak dan teori belajar.
Curriculum Construction: pembahasan berbagai komponen kurikulum dengan berbagai pertanyaan: Misalnya, kemana arah tujuan pendidikan?, bagaimana merancang kurikulum yang efektif?, materi apa yang akan diberikan?, dll
Curriculum Development (perkembangan kurikulum): pembahasan berbagai macam model pengembangan kurikulum selanjutnya. Hal yang diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah: Siapa yang berkepentingan, guru, tenaga bukan pengajar, orang tua atau siswa? Siapa yang akan terlibat dalam pengembangan kurikulum? Pihak karyawan, komisi-komisi yang akan dibentuk? Bagaimana cara mengaturnya? Bagaimana pengorganisasiannya?
Curriculum Implementation: membicarakan seberapa jauh kurikulum dapat dilaksanakan. Yang perlu dipantau adalah proses pelaksanaannya, evaluasinya. Selanjutnya atas dasar hasil evaluasi perlu tidaknya kurikulum direvisi untuk penyempurnaan.
Curriculum Enggineering (pembinaan kurikulum) adalah proses yang memaksa untuk memfungsikan system kurikulum di sekolah. Ada tiga fungsi, yaitu: (1) menghasilkan kurikulum, (2) melaksanakan kurikulum, (3) menilai keefektifan kurikulum dan sistemnya.
Curriculum Improvement (penyempurnaan kurikulum) - Curriculum Change (perubahan Kurikulum). Penyempurnaan kurikulum menekankan pada perubahan-perubahan pada aspek tertentu tanpa mengubah konsep dasar pada kurikulum tersebut. Sedangkan Perubahan Kurikulum menekankan pada perubahan bentuk pada rangka, rancangan, tujuan, isi, luas bahan kurikulum, dan keaktifan belajar.
Teori Kurikulum : berisikan berbagai konsep kurikulum atas dasar filsafat yang dianut oleh para penulisnya.
Curriculum History ( Sejarah Kurikulum) : pembahasan tentang berbagai macam kurikulum pada masa yang lalu. Untuk bahan bandingan perenungan pengonsepan kurikulum yang akan datang.
Curriculum Planing (Perencanaan Kurikulum): membahas berbagai penyiapan data, langkah-langkah yang akan ditempuh, kendala-kendala yang mungkin timbul, berbagai konsep yang sesuai, berbagai pengalaman yang mendukung, dasar-dasar hokum yang dipakai dan sebagainya. Kemudian pembentukkan pokja yang dipilih untuk menyusun kurikulum yang diharapkan.
Curriculum Evaluation (Evaluasi Kurikulum): membahas berbagai kegiatan memonitor, baik proses maupun produknya pada pelaksanaan kurikulum dengan maksud mencari data untuk keperluan revisi lebih lanjut.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan dengan evaluasi kurikulum:
(1). Reflektif evaluation penilaian kurikulum sebelum kurikulum dilaksanakan. Jadi penilaian yang dilakukan di belakang meja atas dasar berbagai pertimbangan para ahli yang berupa landasan teori, hasil penelitian, pengalaman, musyawarah, dsbnya.
(2) Try out evaluation. Perlunya evaluasi pada try out dimaksudkan agar sebelum dilaksanakan dicobakan terlebih dahulu pada skala kecil, pada beberapa sekolah yang dianggap dapat mewakili untuk diketahui berbagai kelemahan yang mungkin terjadi dan dijadikan bahan pertimbangan untuk diadakan revisi seperlunya.
(3) Formative evaluation: setelah kurikulum direvisi atas dasar try out tersebut selesai, kemudian didesiminasikan ke sekolah-sekolah yang lebih luas lagi, dimonitor tahap demi tahap, komponen demi komponen, kemudian diadakan evaluasi. Evaluasi inilah yang disebut formative evaluation.
(4) Sumative evaluation: dilakukan dengan cara mengevaluasi secara keseluruhan baik prosesnya maupun produknya.
Kurikulum muatan local: karena bervariasinya situasi dan kondisi daerah di Indonesia, pemerintah menyerahkan berbagai studi yang bahannya didapat di daerah setempat dengan koordinasi dengan Dinas Depdiknas setempat untuk menyusun kurikulum muatan local.
4. Fungsi dan tujuan kurikulum
Kata fungsi memiliki banyak arti. Kata ini berasal dari bahasa Inggris “function” yang memiliki beberapa arti diantaranya: fungsi berarti jabatan, kedudukan, kegiatan dan sebagainya. Sedangkan dalam kalimat bahasa Indonesia kata: fungsi, tugas, dan tujuan kadang-kadang agak rancu. Kalimat tersebut akan menjadi jelas kalau ditandai dengan kata depan sbb:
Anton berfungsi sebagai guru, tugasnya mengajar, tujuannya untuk mencerdaskan siswa.
Alek berfungsi sebagai polisi, tugasnya mengamankan daerah, tugasnya agar tercapainya ketenangan warga.
Kalau subjeknya bukan person, kegunaan kata fungsi agak berbeda, misalnya:
Pensil ini berfungsi sebagai alat untuk menulis
Pisau ini berfungsi sebagai alat untuk menyayat
Mobil ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Jadi, bila subjeknya adalah orang maka
Fungsi : jabatan, kedudukan
Tugas : kegiatan yang akan dilaksanakan
Tujuan : sesuatu yang akan dicapai
Bila subyeknya bukan orang maka kata,
Fungsi : sebagai alat
Tugas : sebagai alat
Tujuan : sesuatu yang akan dicapai
Mengacu kepada definisi kurikulum adalah sejumlah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan definisi ini maka fungsi kurikulum berkaitan dengan komponen-komponen yang ada mengarah pada tujuan pendidikan.
Komponen yang dimaksud dalam definisi kurikulum di atas:
1. Sejumlah rencana. Apakah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai?
2. Materi. Apakah komponen materi yang tersusun dalam kurikulum itu sesuai dengan tujuan yang dicapai?
3. Metode/media yang dipilih. Apakah metode/proses berfungsi pula untuk mencapai tujuan yang akan dicapai?
4. Para penyelenggara. Apakah para penyelenggara pendidikan berfungsi pula dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan pendidikan?
Jadi, fungsi kurikulum dalam pembahasan ini berkaitan dengan komponen-komponen yang ada mengarah pada tujuan pendidikan. Komponen-komponen yang dimaksud seperti: apakah perencaan itu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai? Apakah komponen materi yang tersusun dalam kurikulum itu sesuai dengan tujuan yang dicapai? Apakah metode (cara), pemilihan media berfungsi untuk mencapai tujuan yang akan dicapai? Apakah para penyelenggara pendidikan berfungsi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan pendidikan?
Yang terkait dalam kurikulum sekolah secara langsung ialah: guru, kepala sekolah, para penulis buku ajar, dan masyarakat.
Fungsi kurikulum bagi para penulis bahan ajar
Menolong para penulis bahan ajar untuk membuat bahan ajar. Para penulis bahan ajar harus memperhatikan atau mempelajari terlebih dahulu kurikulum yang berlaku pada waktu menyusun bahan ajar.
Menolong para penulis bahan ajar untuk membuat berbagai pokok bahasan maupun sub pokok bahasan yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku
Menolong para penulis bahan ajar untuk menganalisis instruksional (analisis instruksional) terlebih dahulu (di PT : merekonstruksi mata kuliah).
Menolong penulis bahan ajar untuk menyusun Garis Besar Program Pelajaran (GBPP) untuk mata pelajaran tertentu
Menolong penulis bahan ajar untuk menentukan sumber bahan (buku, makalah, majalah, jurnal, Koran, hasil penelitian dan sebagainya) yang relevan
Fungsi Kurikulum bagi Guru/Dosen:
Menolong guru atau dosen untuk mendapat petunjuk tentang Garis Besar Pokok Pengajaran (GBPP)
Menolong guru/dosen mencari sumber-sumber bahan yang relevan atau yang telah ditentukan oleh pihak yang berkompeten, misalnya Depdiknas dsb.
Menolong guru dan dosen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan)
Menolong guru untuk mencermati tujuan pendidikan yang dicapai oleh lembaga pendidikan di mana ia bekerja. Misalnya ada tujuan pendidikan pada Sekolah Dasar, tujuan pendidikan Sekolah Menengah Pertama, tujuan pendidikan Sekolah Menengah Atas, tujuan pendidikan pada Perguruan Tinggi.
Fungsi Kurikulum bagi kepala Sekolah
Menolong kepala sekolah dalam mengadakan supervise kurikulum (supervise adalah segala usaha supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan, pengarahan motivai, nasihat, dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses belajar-mengajar yang pada gilirannya meningkatkan hasil belajar peserta didik). Sasaran supervise: penilaian kepala sekolah atas kemampuan guru menyusun satpel (memilih bahan, metode, dan media), menyusun rencana kerja atas dasar kurikulum, melaksanakan proses pembelajaran, melaksanakan penilaian hasil pembelajaran. Atau sasaran supervise menyangkut: bagaimana guru menyusun satpel?, Bagaimana guru menyusun rencana kerja atas kurikulum?, Bagaimana guru melaksanakan proses pembelajaran?, Bagaimana guru melaksanakan penilaian hasil belajar?
Supervisi juga dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan sebagainya. Dengan demikian akan ditemukan berbagai kelemahan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemudian diadakan pembinaan seperlunya, baik yang berupa pembinaan bidang studi maupun bidang administrasi kurikulum dengan harapan proses pembelajaran maupun produknya akan lebih memusat.
Fungsi Kurikulum bagi Masyarakat
Menolong masyarakat mengetahui alat produsen dari sekolah
Menolong masyarakat agar sinkron dengan produsen dan konsumen
Menolong masyarakat dalam kebutuhannya
Jadi fungsi berarti jabatan, kedudukan, kegiatan fungsi kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Kalau salah satu komponen dalam kurikulum tidak berfungsi akan mengakibatkan komponen yang lain terganggu, fungsi kurikulum bagi guru sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan proses pembelajar. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah sebagai pedoman untuk melaksanakan supervise kurikulum terhadap para guru pemegang mata pelajaran. Fungsi kurikulum bagi masyarakat mendorong sekolah agar dapat menghasilkan berbagai tenaga yang dibutuhkan oleh masyarakat. Fungsi kurikulum bagi para penulis buku ajar untuk dijadikan pedoman dalam menyusun bab-bab dan sub-sub bab beserta isinya.
Dengan kata lain fungsi kurikulum dapat diibaratkan “kendaraan” yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
a. Auto (kendaraan) sebagai kurikulum
b. Sopir sebagai guru
c. Penumpang sebagai siswa
d. Tempat yang dituju sebagai tujuan pendidikan
e. Jarak yang ditempuh sebagai alat (TIU/TIK)
f. Hambatan di jalan sebagai kendala-kendala dalam proses pembelajaran.
g. Bengkel sebagai biro perencanaan kurikulum.
5. Tujuan Kurikulum
Tujuan adalah segala sesuatu yang ingin dicapai. Segala sesuatu itu dapat berupa benda konkrit baik yang berupa barang maupun tempat, atau dapat juga berupa hal-hal yang sifatnya abstrak, misalnya cita-cita yang mungkin berupa kedudukan atau pangkat/jabatan maupun sifat-sifat luhur. Jadi tujuan dapat berupa hal-hal yang sederhana dapat pula berupa hal-hal yang komplek. Cara penyampaiannya ada berbagai macam. Ada yang hanya dengan kegiatan fisik, tetapi ada yang dengan cara membuat rencana dulu, diprogramkan, mencari dana kemudian mengerahkan tenaga baik secara fisiki maupun psikis.
Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan sendiri adalah sesuatu yang abstrak, ruwet, dan komplek.
Beberapa terminology yang berhubungan dengan tujuan.
a. Aim : suatu tujuan umum yang akan dicapai dengan relative memakan
waktu yang lama. Misalnya Tujuan Pendidikan Nasional
b. Objective : tujuan yang berupa bagian dari aim yang diprogramkan secara
bulat. Misalnya Tujuan Institusional (tujuan lembaga)
c. Goal : bagian tujuan dari objective yang berupa bagian-bagian yang
diprogramkan secara utuh. Misalnya Tujuan Instruksional Umum
(TIU) atau tujuan mata pelajaran
d. Target : sasaran tujuan pendidikan yang berupa berbagai pokok
permasalahan. Misalnya: Tujuan Instruksional Khusus (TIK),
sasarannya adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok
bahasan.
Hirarki Sasaran tujuan Contoh
Aim Tujuan system Tujuan Pendidikan Nasional
Objective Tujuan komponen Tujuan Instruksional
Goal Tujuan variasi TIU
Target Tujuan sub variasi TIK
Jenis-jenis tujuan:
a. Konsepsi kurikulum Humanistik, tujuannya mengutamakan perkembangan kesadaran pribadi untuk mencapai aktualisasi diri.
b. Konsepsi Kurikulum Rekonstruksi social, tujuannya untuk menyiapkan peserta didik agar dapat menghadapi berbagai perubahan masyarakat pada masa yang akan datang dan dapat menyesuaikannya
c. Konsep kurikulum Teknologi, tujuannya terutama pada pengembangan hasil pendidikan yang dapat ditiru.
d. Konsep kurikulum subyek Akademik, tujuannya terutama untuk melatih piker
6. Sumber Perumusan Tujuan Kurikulum
Perumusan tujuan kurikulum dapat diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu:
a. Kebudayaan Masyarakat
b. Individu
c. Mata Pelajaran, disiplin Ilmu
Tingkatan tujuan kurikulum, yaitu ada tingkat Nasional yang berhubungan erat dengan falsafah bangsa dan Negara dan dengan politik Negara pada suatu saat. Tujuan pendidikan nasional bersifat umum seperti membentuk manusia pancasila, manusia demokratis, manusia yang taqwa kepada Tuhan, manusia pembangun dan sebagainya.
Tingkat lembaga pendidikan yang dicapai melalui berbagai pelajaran yang lazim disebut tujuan kurikuler. Tujuan yang tercantum dalam tujuan institusional ternyata tidak dapat dicapai melalui salah satu mata pelajaran. Misalnya berpikir kritis objektif. Tujuan ini terdapat dalam berbagai mata pelajaran atau bidang studi. (Sumber, Dakir)
Berpikir Kritis
Matematika
Fisika
Biologi
Kimia
Sejarah
Geografi
Dll
Selain itu perlu diketahui bahwa sumber bahan pelajaran untuk kurikulum ialah :
pengetahuan, masyarakat, dan anak.
a. Pengetahuan. Bila kurikulum yang berorientasi pada pengetahuan akan cendrung memilih bentuk kurikulum yang subject centered. Untuk itu dimanfaatkan berbagai disiplin ilmu yang telah tersusun secara logis sistematis oleh para ahli dan ilmuwan dalam cabang ilmu masing-masing. Organisasi kurikulum inilah yang paling tua dan masih dominan.
b. Masyarakat. Bila kurikulum didasarkan atas analisis masyarakat, misalnya “social functions” atau “persisten life situations” hanya akan dapat dilaksanakan dengan kurikulum yang integrated atau terpadu. Kurikulum yang subject-centered tidak akan sesuai untuk tujuan itu.
c. Anak. Bila kurikulum didasarkan atas analisis kebutuhan anak/pemuda, yang biasanya disajikan dalam bentuk masalah yang luas, maka kurikulum yang serasi juga bercorak integrated.
7. Perumusan Tujuan
Agar suatu tujuan dapat diwujudkan diinginkan agar perumusannya spesifik. Setiap materi pelajaran mempunyai sejumlah tujuan, seperti menghargai keindahan karya sastra. Namun tujuan serupa itu masih dianggap umum dan harus lagi dirinci, dispesifikan, sehingga berupa bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dengan demikian dapat pula diukur taraf ketercapainya.
Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk cara merumuskan tujuan:
Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsure proses dan produk. Yang termasuk proses antara lain: menganalisis, menginterpretasi, mengingat, dan sebagainya. Produk adalah bahan yang terdapat dalam tiap matapelajaran. Jadi tujuan dapat berbunyi: menganalisis sebab-sebab terjadinya revolusi, menafsirkan makna peraturan pajak, memahami dan menghafal rumus-rumus tentang gravitasi, dan sebagainya.
Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi spesifik sehingga diperoleh bentuk kelakuan yang diharapkan dapat diamati.
Memberi petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Misalnya menghasilkan karya sastera tidak diperoleh dengan membaca karya sastera akan tetapi dengan membuat suatu karangan yang mengandung corak seni.
Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera akan tetapi ada kalanya memakan waktu yang lama, seperti berpikir kritis, menghargai seni sastera, dan sebagainya. Sering dalam perumusan tujuan timbul kesan bahwa suatu ketrampilan berpikir atau sikap dapat diwujudkan dalam satu satuan pelajaran tertentu.
Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan atau pengalaman belajar tertentu. Maksudnya perumusan tujuan janganlah terlampau umum dan muluk-muluk yang sulit dicapai di kelas/dilakukan di kelas dan di luar kelas.
Tujuan itu harus komprehensif, artinya meliputi segala tujuan yang ingin dicapai di sekolah, bukan hanya penyampaian informasi, akan tetapi juga ketrampilan berpikir, hubungan social, sikap terhadap bangsa dan Negara, dan sebagainya (Hilda Taba dalam Nasution, 1993:43-44)
Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dapat diukur, hingga manakah tujuan itu tercapai
Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai, misalnya apakah menghitung dengan menggunakan kalkulator.
Harus pula ditentukan criteria tentang tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleh siswa, misalnya membaca rata-rata sekian kata dalam satu menit.
Dalam merumuskan tujuan hendaknya digunakan kata kerja yang menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa setelah belajar.Misalnya kata kerja “memahami” tidak serasi karena tidak dapat diobservasi/diukur. Sebaliknya kata kerja “dapat menjelaskan”, “mnyebutkan” menunjukkan bentuk kelakuan yang nyata yang dapat diamati bahkan diukur kebenarnnya (poin g – j adalah cara merumuskan tujuan menurut Robert F. Mager, Nasution, 1993:45)
Caria tau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa.
Tentukan suatu “referent situation” yaitu suatu situasi di mana tujuan itu dapat diterapkan secara nyata. Misalnya: Berbahasa Inggris dalam took Inggris.
Tulis suatu test berkenaan dengan situasi referensi itu yang dengan cermat menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standar kelakuan dalam situasi itu. Tujuannya agar siswa dapat menerapkan apa yang dipelajarinya dalam situasi yang nyata.
Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang berhubungan dengan situasi refrensi itu (poin k – n adalah cara menyusun tujuan menurut Davies, cs. Dalam Nasution, 1993:45-46
8. Organisasi Kurikulum
Tujuan organisasi kurikulum
Karena kurikulum merupakan rencana untuk keperluan pelajaran anak, maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Organisasi atau disain kurikulum dimaksud untuk memudahkan anak belajar. Dalam organisasi kurikulum dicoba diwujudkan apa yang diketahui tentang: teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum itu menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajarinya, keseimbangan bahan pelajaran dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan. Organisasi atau disain kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya.
Seperti halnya dengan disain suatu gedung misalnya, disain itu akan berbeda-beda menurut tujuan gedung itu, apakah untuk sekolah, gudang, took atau tempat tinggal. Demikian pula ada perbedaan disain kurikulum yang bertalian dengan tujuan yang diutamakan, apakah penguasaan kebudayaan dan pengetahuan umat manusia, ataukah kebutuhan masyarakat atau anak. Bila tujuannya terutama transmisi atau penyampaian kebudayaan dan pengetahuan maka yang paling sesuai adalah organisasi kurikulum berupa mata pelajaran yang lazim disebut subject curriculum. Akan tetapi bila kebutuhan masyarakat atau anak menjadi tujuan utama maka kurikulum yang paling serasi adalah kurikulum yang berdasarkan masalah-masalah masyarakat atau anak/pemuda yang biasanya bersifat integrated atau terpadu
Disain kurikulum sebagaimana yang dipaparkan di atas bertalian erat dengan tujuan yang akan dicapai, maka kurikulum dengan disain tertentu tak akan dapat sepenuhnya mewujudkan tujuan yang iutamakan oleh kurikulum berorganisasi lain. (Nasution, 1993:105-106).
Jenis-jenis organisasi kurikulum
Dalam teori kurikulum dikenal beberapa jenis organisasi kurikulum, yaitu:
a. Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subject curriculum)
Mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum)
Mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). Contoh, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam atau Science) merupakan gabungan antara Fisika, Kimia, dan Biologi. IPS (ilmu pengetahuan social/social studies) merupakan gabungan antara Sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi, dan psikologi. Bahasa yakni gabungan antara Tatabahasa, Membaca, Mengarang, Bercakap-cakap dan sebagainya
a. Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Berdasarkan “social functions atau major areas of living
Berdasarkan masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda
Berdasarkan pengalaman pemuda (experience curriculum, activity curriculum)
Kurikulum inti atau core curriculum (Nasution,1993:106-107)
Uraian lengkap lihat foto kopi Nasution hal. 108 -126
9. Asas-asas kurikulum
Dalam menyusun kurikulum maka ada azas-azas yang harus diperhatikan. Azas-azas itu dipaparkan sbb:
Asas Filosofis Kurikulum: Asas filosofis pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan
Asas Psikologis Kurikulum: Asas psikologi memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar berhasil disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangannya
Asas Sosiologis Kurikulum: Asas sosiologis memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Asas Organisatoris Kurikulum: Asas organisatoris memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimanakah bahan pelajaran disusun, bagaimana luas dan urutannya.
10. Komponen kurikulum
Komponen-komponen kurikulum yang lazim disebut dan selalu dipertimbangkan dalam pembuatan dan pengembangan setiap kurikulum adalah:
1. Tujuan
2. Bahan pelajaran (Materi/isi)
3. Proses (Proses belajar mengajar, strategi belajar-mengajar, penggunaan media, penentuan sumber belajar dll)
4. Penilaian atau evaluasi.
Tiap komponen dalam kurikulum saling berhubungan erat satu dengan semua komponen lainnya, jadi tujuan berhubungan erat dengan bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian. Artinya tujuan yang berlainan, kognitif, afektif, atau psiko-motor akan mempunyai bahan pelajaran yang berlainan, proses belajar mengajar yang lain dan harus dinilai dengan cara yang lain pula.
Juga dalam bidang kognitif pun tujuannya akan berbeda, misalnya bahan pengetahuan tentang fisika lain tujuannya dengan misalnya geografi atau sejarah, proses belajar dan penilaian pun mungkin berbeda.
Tujuan
Penilaian Bahan Pelajaran
Proses Belajar-Mengajar
Tanda panah di atas melambangkan interrelasi antara komponen-komponen kurikulum. Setiap komponen saling berhubungan
Urutan komponen dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum sbb:
1. Memulai dengan merumuskan tujuan kurikulum (Merumuskan tujuan)
2. Diikuti dengan penentuan atau pemilihan bahan pelajaran
3. Menentukan proses belajar-mengajar
4. Dan menentukan alat penilaian (Kuiz, ujian, diskusi dll)
Namun ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan tujuan disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses belajar-mengajarnya.
Ada pula yang memulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari, sering dengan pedoman pada buku pelajaran yang dianggap serasi. Sesudah itu baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan itu. Akhirnya dipikirkan proses belajar-mengajar dan cara penilaiannya.
Dalam praktek biasanya semua unsure itu dipertimbangkan tanpa urutan yang pasti. Sekalipun telah dimulai dengan perumusan tujuan, masih ada kemungkinan perubahan atau tambahan setelah mempelajari bahan yang dianggap perlu diberikan.
Bab 5
Berbagai Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini, diharapkan peserta didik dapat:
Menilai dan menerapkan Pendekatan Bidang Studi
Menilai dan menerapkan Pendekatan Interdisipliner
Menilai secara kritis-teologis Pendekatan Rekonstruksionisme Dalam kurikulum PAK
Menjelaskan kekurangan dan kelebihan Pendekatan Humanistik
Menjelaskan Pendekatan Accountability
Menjelaskan Pendekatan Pembangunan Nasional
Pendahuluan
Kurikulum dalam pemaparan terdahulu ditegaskan bahwa ada banyak definisi kurikulum tetapi esensinya satu yaitu kurikulum hanyalah alat mencapai tujuan pendidikan. Manusia yang menjadi subjek pendidikan senantiasa mengalami kemajuan, maka kurikulumpun harus mengalami pengembangan. Dengan kata lain pengembangan kurikulum merupakan implikasi logis dari perkembangan dalam masyarakat. Bila kurikulum tidak ikut mengalami pengembangan maka produk pendidikan tidak dapat diterima dalam masyarakat.
Dalam literature kurikulum Pendidikan Umum, para ahli kurikulum memaparkan beberapa pendekatan atau metode pengembangan kurikulum. Di Indonesia, para ahli kurikulum mengemumukakan enam pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Keenam pendekatan itu dalam penerapannya pada kurikulum PAK sangatlah bergantung pada perumus-perumus kurikulum PAK. Pendakatan mana yang akan dipakai, mungkin tidak secara menyeluruh keenam pendekatan tetapi paling tidak beberapa atau kombinasi pendekatan. Untuk jelasnya maka berikut ini akan dijelaskan keenam pendekatan tersebut.
Pemaparan untuk keenam pendekatan sebagaimana yang disebutkan di atas bersifat mengutip secara menyeluruh penjelasan setiap bagian berdasarkan bahasa buku (mengkopi) tetapi ada pula yang menggunakan kutipan tidak langsung. Pendekatan ini ditempuh karena bahan ini (bab 3 dan 4) masih bersifat kompilasi materi, sehingga bahan dikutip secara penuh dari sumber asli. Penegasan ini penting untuk bahaya pelagiat.
1. Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
(sumber: Prof. Dr. S. Nasution, M.A., hal.43-47, pokok bahasan dikutip secara langsung)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS dan sebagainya. Yang diutamakan dalam pendakatan ini ialah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini sesuai dengan filsafat realisme. Pendekatan ini paling mudah dibandingkan dengan pendekatan lainnya oleh karena disiplin ilmu telah jelas batasannya dank arena itu lebih mudah mempertanggungjawabkan apa yang diajarkan.
2. Pendekatan Interdisipliner
Walaupun sudah ada pendekatan bidang studi namun telah disadari bahwa masalah-masalah dalam kehidupan manusia tidak hanya melibatkan satu disiplin ilmu akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner. Dalam konsep pemahaman seperti itu maka dikembangkan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisiplinerpun dibagi dalam beberapa pendekatan.
a. Pendekatan Broad-Field: pendekatan yang berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.
Misalnya. Penyajian mata pelajaran IPS dengan membicarakan “lingkungan rumah” atau “orang yang berjasa di rumah”. Untuk itu guru menyiapkan suatu unit yang antara lain dapat membicarakan:
Letak rumah (dibuat peta)
Tukang pos yang mengantar surat
Tukang sayur yang menjajakan macam-macam makanan (sayur, ikan, daging, dll).
Tukang angkut sampah yang datang dengan truk
Tukang Koran yang mengantarkan Koran tiap pagi dan majalah sekali seminggu.
Ibu yang setiap hari mengurus rumah tangga
Kaka yang turut membantu ibu memasak, membersihkan rumah
Bibi yang masak, sapu halaman
Biaya rumah tangga setiap hari, tiap bulan untuk macam-macam pengeluaran.
Dll
Dalam pelajaran itu telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu seperti geografi (lokasi rumah), ekonomi (biaya rumah tangga), matematika (pengeluaran tiap pagi untuk membeli sayur dsb), sejarah (di mana ayah dulu tinggal dan belajar), sains (bagaimana rumah melindungi manusia terhadap pengaruh cuaca).
Konsep kurikulum yang sama dapat digunakan di tingkat SD, SMP, SMA dan PT. Misalnya IPS yang secara interdisipliner menggabungkan unsure-unsur geografi, sejarah, politik, ekonomi, antropologi, dan sebagainya, atau IPA yang menggabungkan fisika, biologi, kimia, astronomi, dan lain-lain.
Pendekatan broad-field ini juga dapat digunakan agar siswa memahami hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian di dunia. Misalnya perang Vietnam dan Korea, antara perang Irak-Iran dengan harga minyak bumi di Indonesia. Dsbnya.
b. Pendekatan kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah social atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum ini berusaha untuk menghilangkan tembok pemisah yang tidak wajar antara berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah social personal masa kini.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core” dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengeathuan umum ini layak dimiliki tiap mahasiswa lepas dari jurusan yang dipilihnya.
Misalnya Universitas Harvard tahun 1982 menentukan sebagai inti lima bidang ditambah ketrampilan Komputer, yakni: Kesusastraan, Sejarah, Analisis social dan penalaran moral, Sains dan matematika, kebudyaan asing.
Mahasiswa tidak diwajibkan mengikuti mata kuliah tertentu, akan tetapi bersama penasihatnya memilih matakuliah yang memenuhi syarat dan sesuai dengan kebutuhan serta minat mahasiswa.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi.
Kurikulum ini memfusikan atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi bidang studi baru, mislanya: geografi + geologi + botani + arkeologi menjadi earth sciences.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sering memaksa diadakannya fusi antara beberapa disiplin tradisional, misalnya: biologi + fisika difusi menjadi biofisika; biologi + kimia difusikan menjadi biokimia atau biogenetika
Semua pendekatan interdisipliner ini mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
3. Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini sering disebut rekonstruksi social karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, kemiskinan dsb. Akibat kemajuan tehnologi, perang dan damai, keadilan social, hak asasi manusia, dll.
4. Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada peserta didik, jadi student-centered”, dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan sebagai bagian dari proses belajar. Para pendidik humanistic yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu member hasil maksimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri peserta didik berkorelasi tinggi dengan prestasi akademis. Siswa dengan konsep diri rendah lebih banyak mengalami kesulitan belajar dari pada peserta didik dengan konsep diri positif.
Selanjutnya peserta didik hendaknya diikutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Mereka hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Mereka hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan. Mereka bertanggungjawab atas pelaksanaan keputusan bersama.
Pendidikan yang berpusat pada peserta didik memfokuskan kurikulum pada kebutuhan peserta didik baik personal maupun social. Murid-murid SD misalnya diajarkan cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan sopan santun, mengembangkan rasa percaya akan kemampuan diri dan konsep diri yang sehat.
Pendekatan humanistic dalam kurikulum didiasarkan atas asumsi-asumsi sbb:
Peserta didik akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
Siswa yang diturut sertakan dalamperencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggungjawab atas keberhasilannya.
Hasil belajar akan meningkat dalam suasan belajar yang diliputi oleh saling mempercayai, saling membantu, saling menjadikan dan bebas dari ketegangan yang berlebihan.
Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar member tanggungjawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikapn positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar.
Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu.
Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga diri.
Kurikulum humanistic didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut “psikologi humanistic” yang erat berhubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori kepribadian (khususnya Maslow). Pendekatan Humanistik tampak terutama dalam proses interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dalam cara menyajikan pelajaran, dan bukan dalam orientasi falsafahnya.
5. Pendekatan “Accountability”
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama kalinya diperkenalkan oleh Frederick Taylor dalam bidang industry. Pendekatan ini selanjutnya dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.
Model latihan ini lambat laun makin canggih dan berkembang menjadi suatu bidang studi yang sering disebut ‘instrucsinal technology” atau teknologi instruksional. Pendekatan instruksi ini sangat sistematis dengan merumuskan hasil belajar yang spesifik (TIK atau tujuan instruksional Khusus) yang dapat diamati dan diukur. Dalam pendidikan kita metode ini dikenal sebagai PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).
Gerakan Akuntabilitas dalam tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an menyebar dengan pesat dan mendesak system pendidikan di seluruh dunia agar lebih memperhatikan pengukuran efektivitas pendidikan berdasarkan standar akademis yang ditetapkan lebih dahulu secara cermat dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia. Suatu system yang accountable menentukan standard an tujuan spesifik yang jelas serta mengukur efektivitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu.
Para pengeritik mengemukakan, bahwa pada umumnya standar yang ditentukan hanya mengenai pengetahuan kognitif dan ketrampilan tingkat rendah dan gagal merumuskan dan mengukur dimensi yang lebih tinggi seperti berpikir kritis, kreativitas, dan aspek-aspek afektif.
Dalam usaha mengembangkan standar yang dapat dipertanggung jawabkan, pendekatan kurikulum beralih kea rah apa yang disebut system yang tertutup atau model latihan.
Gerakan ini mulai mempengaruhi perguruan tinggi di Amerika Serikat. Universitas pada waktu itu dituntut memperlihatkan dan membuktikan keberhasilanya yang berstandar tinggi. Agar memenuhi tuntutan itu, para pengembang kurikulum terpaksa menspesifikkan tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak hal gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketat sebagai syarat memasuki universitas.
Banyak pendidik yang merasa bahwa gerakan ini menghancurkan hakikat pendidikan dan banyak Negara telah mengadakan reform, antara lain Jepang dan Perancis. Namun sebaliknya ada Negara-negara yang justru berusaha agar pendidikan lebih accountable untuk menjamin tercapainya standar pendidikan yang minimal (Amerika Serikat, Inggris).
Perbandingan system yang accountable yang bersifat tertutup dan system yang lebih terbuka.
Sistem Tertutup-Latihan Sistem Terbuka-Pendidikan
Tujuan Hasil belajar lebih dahulu ditentukan berdasarkan standar yang dirumuskan secara spesifik, siswa dilatih berkelakuan sesuai dengan yang ditetapkan sekolah Siswa belajar tentang “cara belajar”, cara memecahkan masalah kompleks, mengambil keputusan secara mandiri dan memberi penilaian etis moral secara pribadi
Membantu siswa menyesuaikan diri dengan dunia sebagaimana adanya Membantu siswa berpartisipasi dalam proses pengembangan dunia, mencari kebenaran baru, dan membangun dunia yang lebih baik dari pada yang sekarang
Proses Mentrasmisi informasi dan ketrampilan melalui latihan, ulangan, hafalan berdasarkan teori stimulus-respon Menjalankan proses penelitian, menggunakan metode penemuan, mengajukan hipotesis untuk mengungkapkan “realitas” baru
Peranan Guru Orang yang berkedudukan otoriter yang menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan Orang yang turut belajar mencari pengetahuan, kebenaran dan keadilan universal yang baru
Motivasi Ekstrinsik, dengan menggunakan angka-angka, pujian, hukuman, tekanan, dan paksaan Intrinsik, dengan memupuk hasrat belajar, meneliti, menemukan pengetahuan baru, melahirkan ide dan cara berpikir baru
Metode Utama Direktif: Ceramah, demontrasi, latihan, praktek Interaktif-eksperimental
Domain (Ranah) Tingkatan Kognitif, psikomotor, tingkat rendah Kognitif, Afektif, psikomotor tingkat tinggi
Hasil Belajar Afektif Siswa kaku, tidak mudah berubah atau menyesuakan diri dengan idea tau situasi baru, terikat dan tidak bebas untuk berubah Siswa mempunyai kebebasan batin dan kemampuan untuk berubah bila menghadapi informasi, kenyataan atau situasi baru.
Dalam system tertutup (Kurikulum Tertutup) keempat determinan (filosofis, sosiologis, psikologis dan pengetahuan) kebanyakan telah ditentukan sebelumnya sehingga kemungkinan mengadakan perubahan sangat terbatas. Ada kalanya system tertutup ini dapat diterobos sewaktu-waktu berkat usaha individual dengan timbulnya hasil belajar sampingan yang tidak direncanakan, sering dalam bidang afektif yang dapat mengecewakan pengajar. Pendidikan afektif sering diberikan berupa pengetahuan tentang nilai-nilai dengan tujuanspesifik, sebagai TIK. Cara ini tidak menghasilkan perubahan kelakuan siswa, karena perubahan kelakuan adalah proses individual, personal, dan internal dan tidak dapat diajarkan secara langsung.
Kelemahan Sistem Tertutup
Sistem ini kebal terhadap perubahan, artinya sangat membatasi inisiatif local, misalnya guru untuk mengubahnya. Perubahan hanya dalam tangan otoritas pusat yang menguasai kurikulum itu.
Sistem ini mudah disalhgunakan oleh mereka yang mengontrol pendidikan
Sukar menyesuaikan pelajaran dengan kebutuhan, kemampuan dan minat siswa secara individual.
Sukar untuk mengembangkan segi kognitif dan afektif tingkat tinggi.
Keuntungan system Tertutup
Hasil belajar dirumuskan dengan jelas dan keberhasilan belajar siswa dapat diukur dengan mudah
Guru, siswa, orangtua jelas mengetahui apa yang diharapkan dari sekolah dan dengan demikian dapat menghindari keragu-raguan, frustasi, dan perbedaan tafsiran.
Ada kemungkinan member penguasaan tuntas atas ketrampilan pokok, pengetahuan dan ketrampilan mekanis-teknis yang menimal bagi semua siswa
Metode mengajar yang sederhana serta alat pelajaran yang terbatas telah memadai untuk mencapai hasil yang efektiv.
Sistem Terbuka.
Dalam system terbuka keempat determinan (filosofis, sosiologis, psikologis dan pengetahuan) itu senantiasa dapat berubah seirama dengan perubahan yang dialami masyarakat, orangtua, siswa dan guru yang berusaha mempengaruhi system pendidikan berhubungan dengan timbulnya pengetahuan baru dan majunya teknologi
Kelemahan Sistem Terbuka:
Hasil belajar tidak selalu dirumuskan dalam bentuk yang dapat diukur dan oleh sebab itu tidak dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang kemajuan siswa maupun taraf pendidikan umumnya.
Sistem penilaiannya sangat sukar bila pengajaran didasarkan atas metode pemecahan masalah dan inquiri, karena sering tidak ada satu jawaban yang tepat, karena itu penilaian berorientasi proses produk yang sering bersifat subjektif.
Kerap kali sulit bagi siswa dan guru untuk menyesuaikan diri dengan system terbuka bila terbiasa dengan system tertutut yang memandang guru sebagai sumber satu-satunya yang mempunyai otoritas tentang apa yang benar dan yang salah.
Keuntungan Sistem Terbuka:
Dengan system ini siswa belajar tentang cara belajar
Sistem ini mengutamakan pengembangan ketrampilan berpikir, pemikiran kritis, dan analisis dan kreativitas pada tingkat lebih tinggi.
Sistem ini memudahkan siswa menyerap pengetahuan, teknologi dan ide baru yang timbul terus menerus dalam dunia yang dinamis ini.
Interaksi dalam kelas mengikuti proses demokratis
Sistem ini cukup bersifat fleksibel untuk menyesuakan diri dengan kebutuhan, minat dan hasrat siswa secara individual.
Kedua system dalam pemaparan di atas, jelas memiliki keuntungan dan kelemahan. Kedua system ini dapat dimanfaatkan dalam pengemabangan kurikulum. Jadi bukan untuk memilih salah satu di antara kedua system ini melainkan mempertimbangkan untuk tujuan apa dan dalam kondisi bagaimana suatu system lebih efektif.
Bila diinginkan pertanggung jawaban tentang hasil pendidikan, maka kurikulum tertutup akan lebih serasi. Akan tetapi bila diinginkan kurikulum yang dinamis, yang lebih relevan dengan masalah-masalah social yang memerlukan ketrampilan pemecahan masalah, maka pilihan akan cendrung jatuh pada kurikulum terbuka.
6. Pendekatan Pembangunan Nasional
Kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini mengandung tiga unsure:
Pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan yang berorientasi pada system politik Negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap warganegara. Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warganegara aktif. Selain itu pendidikan kewarganegaraan juga mengajarkan berbagai ketrampilan seperti kepemimpinan, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntut dari tiap warganegara yang baik.
Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Yaitu mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Harus ada proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Memperhitungkan setiap tenaga kerja (jumlah guru, insinyur pertanian, ahli bedah dll) yang dibutuhkan setiap tahun. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan Negara. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki. Suatu system testing yang komprehensif harus disusun untuk menjaring mereka yang memperlihatkan bakat yang sesuai dengan program tertentu.
Pendidikan ketrampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.
Seperti: ketrampilan mencari nafkah, ketrampilan untuk mengembangkan masyarakat, ketrampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum, ketrampilan sebagai warganegara yang baik. Pendekatan ini menggabungkan humanism dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembangunan nasional.
Bab 6
Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Jika peserta didik sudah mempelajari materi dalam bab ini maka peserta didik dapat:
Menilai dan menerapkan asas-asas pengembangan kurikulum
Mengorelasikan komponen-komponen pengembangan Kurikulum
Menilai dan menerapkan pendekatan pengembangan kurikulum yang cocok
Menilai secara teologis prinsip pengembangan kurikulum atas dasar lokasi
Menjelaskan Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
Menjelaskan Pengembang Kurikulum
Memilih dan menerapkan langkah-langkah perencanaan kurikulum
Menjelaskan model pengembangan kurikulum
Menjelaskan dan menerapkan Aspek-aspek evaluasi kurikulum
Pendahuluan
Isi bab 6 diambil dari buku sumber secara langsung dan ada pula yang secara tidak langsung. Materi bab 4 ini masih bersifat kompilasi dalam bentuk diketik ulang, seharusnya di foto kopy tetapi karena sat dan lain hal maka bahan dalam bab 4 ini tidak difoto kopi. Sumbernya dari Nana Syaodih Sukmadinata, Dakir dan beberapa sumber lainnya. Teori dan praktek pengembangan kurikulum meliputi pembahasan tentang asas-asas pengembangan kurikulum, komponen-komponen pengembangan Kurikulum, pendekatan pengembangan kurikulum, prinsip pengembangan kurikulum atas dasar lokasi, Pengembang Kurikulum, langkah-langkah perencanaan kurikulum yang sesuai dengan kurikulum PAK, Aspek-aspek evaluasi kurikulum.
Pemaparan tentang teori dan praktek pengemabangan kurikulum dilkukan dengan tujuan untuk diimplikasi teori-teori yang relevan bagi praktek pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Berbagai teori dan praktek pengembangan kurikulum dapat diuraikan dalam pemaparan berikut ini
1. Asas-asas Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan kurikulum diperlukan beberapa azas yang menolong para pengembang kurikulum. Para ahli kurikulum memberikan berbagai usulan di sekitar asas-asas tersebut. Mulai dari Azas Filosofis sampai pada azas Tehnologi. Dalam bahasan ini dikemukakan beberapa azas dalam konteks pengembangan kurikulum. Pembahasan ini sifatnya umum namun dapat diimplikasikan dalam pengembangan kurikulum. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa dalam azas-azas teori pengembangan kurikulum umum tidak terdapat azas Teologis. Dalam bahasan ini akan disinggung azas Teologis. Azas yang terakhir ini menentukan penyusunan kurikulum. Artinya latar belakang pemahaman Teologis pada komunitas Kristen juga turut menentukan pengembangan kurikulum, khususnya isi kurikulum Pendidikan Agama Kristen. Ada banyak perbedaan Teologi/Dogmatika pada pengajaran-pengajaran Kristen seperti Baptisan misalnya, ada Gereja yang menganut Teologi Baptis Selam, ada yang menganut Teologi Baptis percik. Selain itu ada komunitas sosiologis Gereja, ada berbagai denominasi Gereja yang anggotanya (anak-anak) bersekolah di sekolah swasta dan negeri. Faktor inipun harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, khususnya kurikulum PAK di sekolah formal.
Azas Filsafat : Pengembangan kurikulum mesti memikirkan tujuan pendidikan
Asas Psikologis : Pengembangan kurikulum mesti memperhatikan perkembangan jiwa peserta didik
Azas Sosiologis : Pengembangan kurikulum mesti memperhatikan apa yang sedang terjadi dalam masyarakat, dan pada peserta didik
Azas Tehnologi : Pengembangan kurikulum mesti memanfaatkan tehnologi yang berkembang
Azas Budaya : Pengemabangan kurikulum juga memperhatikan budaya setempat
2. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi ini berjalan tanpa rencan (kurikulum) tertulis. Orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci ke mana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya.Orang tua umumnya mempunyai harapan tertentu pada anaknya, mudah-mudahan ia menjadi orang saleh, sehat, pandai dan sebagainya, tetapi bagaimana rincian sifat-sifat tersebut bagi mereka tidak jelas. Juga mereka tidak tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberkannya agar anak-anaknya memiliki sifat-sifat tersebut.
Interaksi pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sering tidak disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tu bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerja sama dengan anak-anaknya. Pada saat demikian banyak perilaku dan perlakuan spontan yang diberikan kepada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan mendidik besar sekali. Orang tua menjadi pendidik juga tanpa dipersiapkan secara formal. Mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah atau ibu.
Adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan cirri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Dikatakan demikian karena kurikulum merupakan bagian yang yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran.
Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan social, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengemabngkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga diperlukan cara-cara dan alat penilaian tertentu pula. Jadi, keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini berlangsung dalam lingkungan tertentu, seperti lingkungan fisik, alam, social budaya, ekonomi, politik, dan religi (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:1-2)
3. Pendekeatan Pengembangan Kurikulum yang relevan
Pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan kurikulum hendaknya bersifat antisipatif (jangka pendek, jangka panjang dstnya), adaptif, dan aplikatif.
Pengembangan kurikulum meliputi:
Program dan system penjenjangan
Sistem Kredit
Sistem Semester
Sistem Administrasi
Sistem Bimbingan
Sistem Evaluasi
Pihak Universitas/Institut/Fakultas dapat mengembangkan:
Jenis-jenis mata kuliah dan pengelompokkannya
Alokasi waktu untuk setiap program
Sususnan Mata Kuliah, termasuk didalamnya mata kuliah wajib lulus dan wajib tempuh
Jumlah mata kuliah persemester dan jumlah SKS persemester
Pihak jurusan dapat mengembangkan mengenai silabus yang berisi:
Tujuan mata kuliah
Sumber bahan, luas bahan serta urutan-urutan bahan
Sistem penyampaian
Media
Pedoman evaluasi hasil belajar
Pada dasarnya terdapat empat unsure yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
Merencanakan, merancangkan, dan memprogramkan bahan ajar dan pengalaman belajar
Karakteristik peserta didik
Tujuan yang akan dicapai dan
Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan.
Pada umumnya dikenal beberapa pendekatan:
3.1. Pendekatan berdasarkan materi
Berhubungan dengan beberapa hal:
Bahan apa yang akan diajarkan?
Untuk mengetahui berhasil tidaknya proses belajar, diukur dengan seberapa jauh peserta didik dapat menguasai bahan. Oleh karena itu langkah berikutnya adalah:
Bagaimana cara mengetahui hasil belajar?
Caranya yaitu dengan melakukan evaluasi dengan berbagai cara evaluasi. Agar hasil belajar dapat baik maka diperlukan
Cara mengajar yang baik
Itu ada berbagai cara. Hendaknya disesuaikan dengan cirri bahan pelajaran untuk ini diperlukan
Cara pengorganisasian bahan pelajaran
Yaitu dengan menyusun bahan yang sistematis, pedagogis, psikologis dan sebagainya maka bahan belajar akan lebih mudah diajarkan. Untuk ini diperlukan
Buku sumber yang relevan
Agar supaya bahan lebih mudah diajarkan diperlukan
Media
Penggunaan media atau alat bantu teknologi hendaknya disesuaikan dengan keadaan factor-faktor yang lain.
Tujuan pendidikan
Akhirnya untuk semua kegiatan tersebut harus mengarah ke tujuan pendidikan
3.2. Pendekatan berdasarkan tujuan
Ada tujuan Nasional, tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler.
Tujuan Instruksional dibagi menjadi tujuan Instruksional umum dan khusus. Masing-masing tujuan yang ada dibawahnya terkait dengan tujuan yang ada diatasnya.
Penyusunan kurikulum dengan pendekatan tujuan artinya bahwa tujuan pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pberupa ada GBHN. Dari tujuan inilah dijabarkan menjadi tujuan –tujuan yang lebih rinci, yang akhirnya ke tujuan yang bersifat operasional. Dari Tujuan yang bersifat operasional ini yang biasanya berupa TIK inilah dicari topic-topik pembahasan yang lengkap, yang nantinya akan menjadi GBPP. Akhirnya tersusunlah kurikulum dengan silabus (GBPP) yang terurai. Langkah berikutnya dari TIU ke TIK kemudian dijabarkan pada SAP.
3.3. Pendekatan berdasarkan kemampuan
Penyusunan kurikulum berdasarkan kemampuan pada dasarnya sama dengan penyusunan kurikulum berdasarkan tujuan. Hanya kalau kurikulum berdasarkan kemampuan itu tujuannya lebih operasional dari kurikulum yang berdasarkan tujuan. Pernyataannya memang praktis, misalnya setelah selesai kuliah mahasiswa akan mempunyai kemampuan apa? Dengan kata lain apakah semua kegiatan proses belajar mengajar menuju kemampuan yang diharapkan oleh lulusan lembaga tersebut. Oleh karena itu dapat diibaratkan bahwa kemampuan yang akan dicapai itu merupakan tujuan intitusional, sedangkan tujuan kurikulum yaitu berupa berbagai sub kemampuan yang masing-masing berorientasi pada profesi.
4. Pengembangan Kurikulum atas Dasar Lokasi
Tingkat pengemabngan kurikulum dapat dilaksanakan menurut lokasinya sbb:
a. Pengembangan kurikulum Tingkat Nasional
Karena ada berbagai perbedaan di Indonesia seperti: geografis, demografis, adat istiadat, bahasa, kebudayaan,keadaan social dsb.maka di Indonesia dikenal ada kurikulum nasional dan local
b. Pengembangan kuriulum Tingkat Lokal: penyusunan kurikulum muatan local , misalnya kurikulum pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, pertukangan dsb.
c. Pengembangan kurikulum Tingkat Sekolah: penanggungjawabnya adalah pimpinan sekolah. Untuk Tingkat Pendidikan Tinggi terutama pada Pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah menyangkut pengembangan Tridarma Perguruan Tinggi, kurikulum yang berpola kebudayaan, kelautan dsbnya. Sedangkan tingkat menengah kebawah, sekolah dapat mengembangkan kurikulum yang bersfat ekstrakurikuler dan berbagai kegiatan akademik yang dikordinir oleh sekolah misalnya kursus Komputer, Bahasa Inggris, Matematika, dan sebagainya.
d. Pengembangan kurikulum Tingkat Klas: Kegiatan pengembangan kurikulum tingkat kelas ini tergantung pada keinisiatifan guru. MEskipun kurikulum tertulis yang ada sangat bagus, tetapi kalau ada ditangan guru yang tidak berinisiatif hasilnya akan tidak memuaskan. (Dakir, 2004:92-95)
5. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Dalam teori prinsip pengembangan kurikulum, para ahli kurikulum mengemukakan dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu, yaitu prinsip umum dan khusus. Prinsip-prinsip itu dijelaskan sbb:
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang dipakai untuk: (1) perencanaan kurikulum, (2) penerapan kurikulum, (3) evaluasi kurikulum. Ketiga pokok ini diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan kurikulum. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal yang mendahului pembuatan sebuah kurikulum oleh para ahli atau orang-orang yang terlibat dalam membuat kurikulum membuat dalam mengambil keputusan dan tindakan untuk menghasilkan sebuah perencanaan (kurikulum pendidikan) yang akan dipakai oleh guru dan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran.
b. Penerapan Kurikulum. Penerapan kurikulum atau implementasi kurikulum adalah usaha menerapkan perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.
c. Evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan yang merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, (prinsip umum pengembangan kurikulum) yaitu :
a. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
b. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
c. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
e. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas .
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Sedangkan prinsip khusus pengembangan kurikulum meliputi:
1. Penyusunan tujuan
Apa tujuan yang telah ditetapkan terdahulu tetap dipertahankan atau harus dirubah sesuai dengan perkembangan zaman?
2. Penyusunan isi
Apakah materi yang dipakai sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan? Selain itu, apakah materi perlu direvisi lagi seiring dengan perkembangan zaman (perkembangan yang sedang terjadi pada masyarakat)
3. Penyusunan Pengalaman Belajar
Seiring dengan kemajuan zaman maka penyusunan pengalaman belajar terus ditingkatkan. Misalnya pengalaman belajar berkenaan dengan sumber-sumber belajar seperti buku, internet dan lain-lain. Pengalaman belajar peserta didik akan suatu informasi didasarkan pada rujukkan terhadap buku-buku sumber yang termutahir (setiap buku harus direvisi setiap 5 tahun).
4. Dan Penilaian/evaluasi
Tidak ada kurikulum yang sempurna oleh karena itu maka dalam pengembangan kurikulum prinsip evaluasi tetap dibutuhkan. Penilaian itu menyangkut dengan efektifitas, efisiensitas, produktifitas dari sebuah kurikulum. Adakah komponen-komponen yang perlu diperbaiki seiring dengan berbagai kemajuan yang terjadi pada masyarakat? Hal ini penting karena masyarakat adalah pengguna jasa pendidikan. Maksudnya setelah peserta didik menyelesaikan suatu jenjang pendidikan maka ia akan menerapkan ilmunya di masyarakat, seperti kerja di perusahan, pegawai negeri, pendeta dan lain sebagainya. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:151-154)
6. Pengembang kurikulum
Siapa yang mengembang kurikulum? Yang mengembang kurikulum adalah orang-orang yang terkait dengan kurikulum, yaitu:
a. Pihak produsen: Ahli-ahli yang ada pada berbagai bidang pendidikan
b. Pihak konsumen: dapat diambil dari nara sumber dari berbagai perusahan, perindustrian, bank, BUMN, Dinas terkait
c. Pihak ahli yang rekevan: Pedagang, Psikolog, Filosof, Sosiolog, Metodolog, Teknologi Pendidikan, ahli bidang studi yang ada pada kurikulum yang sedang disusun
d. Pihak guru: Beberapa guru senior yang memenuhi syarat.
Dengan kata lain pengembang kurikulum adalah:
1. Peranan para administrator Pendidikan
2. Peranan Para Ahli
3. Peranan Guru
4. Peranan orang tua murid
Dengan kata lain orang-orang yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum yaitu:
1. Orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan dan
2. Politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang berhubungan dengan kepentingan dengan pendidikan (Memberi pasukan kepada para ahli perumus kurikulum tentang apa saja yang terjadi dalam berbagai bidang seperti politik/oleh politikus, bidang usaha/oleh pengusaha, keamanan/oleh polisi, keadaan lingkungan keluarga/oleh orangtua peserta didik)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeabangan kurikulum:
Perguruan Tinggi
Masyarakat
Sistem Nilai
7. Langkah-langkah perencanaan kurikulum
Tahap perencanaan yang terdiri dari:
1. Menentukan tujuan
2. Memilih pengalaman-pengalaman pendidikan/belajar
3. Mengorganisir no. 2/Menentukan materi pelajaran
4. Cara mengevaluasi
Selanjutnya mahasiswa dapat mengikuti dalam Dakir, hlm. 117-123
8. Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu : (1) pendekatan top-down the administrative model dan (2) the grass root model. Penjelasan tentang model pengembangan kurikulum pada deskripsi berikut ini seluruhnya diambil dari internet. Tidak ada perubahan karena materi ini sifatnya kompilasi untuk pengalaman belajar peserta didik dalam hal model pengembangan kurikulum. Penjelasan tentang dua model pengembangan kurikulum diambil secara langsung dari sumber (lihat footnote) dan paparannya sbb:
1. The administrative model
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.
2. The grass root model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik.
Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.
9. Aspek-aspek evaluasi kurikulum
1. Tujuan
Tujuan pendidikan harus dievaluasi untuk kemudian dibuang, dipertahankan dan ditingkatkan atau dirumuskan tujuan yang baru.
Tujuan kurikulum bertalian dengan nilai-nilai, aliran-aliran, dan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Sering di Negara kita, tujuan umum pendidikan ditentukan oleh pemerintah. Khusus untuk Perguruan Tinggi Agama/Teologi, penentuan tujuan itu dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Agama. Untuk Kristen biasanya melalui Dirjen Kristen, entah itu katolik maupun protestan. Untuk menilai tujuan pendidikan biasanya memerlukan ahli-ahli dari berbagai kalangan disiplin ilmu, ahli sosiologi, ahli antropologi, psikologi, dan ilmu social lainnya yang lebih mampu mengungkapkan fakta-fakta tentang kecendrungan demografi, kebutuhan tenaga kerja, perubahan ekonomi dan nilai-nilai budaya di dalam masyarakat . Khusus untuk pendidikan Agama Kristen dapat menghadirkan juga ahli teologi Biblika, Dogmatika dan lain sebagainya. Misalnya untuk kurikulum Pendidikan Agama Kristen di Indonesia. Standar kompetensi yang berhubungan dengan karya Allah Tritunggal pasti melibatkan ahli dogmatika dan etika.
2. Materi
Materi pendidikan pun harus dievaluasi. Penilaian materi memungkinkan di adakannya perbaikan-berbaikan atau pergantian materi karena mungkin ada materi-materi yang tidak relevan lagi.
3. Proses
Proses pendidikan/pembelajaran pun harus dievaluasi. Evaluasi terhadap proses pembelajaran seperti penggunaan metode mengajar, media pembelajaran, pengalaman belajar peserta didik harus terus menerus dievaluasi sehingga dapat ditingkatkan lagi.
4. Penilaian
Komponen-komponen yang perlu dinilai itu meliputi tujuan, materi, proses pembelajaran. Tujuan penilaian ini untuk pengembangan kurikulum.
Pendalaman materi ini dapat diikuti pada Nana Syaodih Sukmadinata “Pengembangan Kurikulum”: Teori dan Praktek, hlm. 172-185
0 Comments